chapter 38 - malam ini..

28K 3K 82
                                    

Pertama-tama, aku mau meminta maaf karena baru muncul🥲🙏
Yang kedua, utangku jadi 2 chapter.
Dah itu aja. Sekian. Terima kasih.

Happy reading❤️






🐢🐢🐢






“Enggak diangkat,” desahku lalu menjauhkan ponsel dari telingaku.

Kak Wira belum ada kabar dari semalam. Bahkan pesan yang kukirim sejam lalu juga belum dia baca. Aku bukannya khawatir, tapi mau tahu apa malam ini dia berniat pulang. Kalau tidak, aku cukup memasak untuk diriku sendiri.

Aku menarik kursi di meja makan dan duduk di sana, menunggu kepastian. Jika tepat jam tujuh Kak Wira belum ada kabar atau menampakkan dirinya, aku akan berhenti menunggu.

Bodohnya, aku terus mengulur waktu. Tepat jam tujuh, aku memilih menambah waktu jadi sepuluh menit. Masih tetap tak ada kabar, aku menunggu lagi selama lima menit.

Hingga akhirnya aku menyerah. Perutku sudah tidak bisa diajak kompromi, aku bangkit dan memasak mi instan. Selesai makan, ternyata Kak Wira belum juga pulang. Bahkan saat jam menunjukkan pukul sebelas, Kak Wira belum juga muncul.

Sepertinya dia masih melanjutkan lemburnya. Berdasar kesimpulan itu, aku benar-benar berhenti menunggu dan tidur. Tapi awas saja kalau sampai besok, dia tidak ada kabar. Aku akan mengemas barang-barangnya dan menyuruhnya tinggal di kantornya saja.

**

Bau tumisan bawang langsung menyambut hidungku begitu aku keluar dari kamar. Sembari mengikat rambutku asal, aku menuju dapur. Di sana, Kak Wira tengah sibuk memotong sesuatu. Sengaja aku tetap diam memerhatikan punggungnya.

Iya, aku diam. Tapi tiba-tiba gerakan tangannya berhenti, mengangkat kepala, lalu berbalik hingga mata kami bertemu. Aku membalas senyumnya dengan wajah cemberut.

“Lo enggak angkat telepon gue.”

Kak Wira buru-buru melepas pisau di tangannya, menghampiriku, dan membawaku ke dalam pelukannya. “Makanya ini lagi minta maaf.”

“Dengan pelukan?” Aku mendorongnya. “Lo pikir gue semudah itu?”

Kak Wira terkekeh, padahal aku menunjukkan wajah masam semasam-masamnya. Apa kemampuan aktingku kurang? Makanya dia sadar aku hanya pura-pura memberengut.

Kak Wira memelukku lagi. Kali ini, aku bergeming dan membalas pelukannya. Kami saling diam, menikmati hangat pelukan, seolah-olah kami sudah terpisah lama. Sebenarnya aku masih betah berada dalam pelukan Kak Wira, tapi mataku yang tak sengaja terarah ke teflon di atas kompor segera menyadarkanku.

Aku mengusap-usap punggung Kak Wira. “Bukannya gue risi di peluk, tapi lo lagi masak, Kak.”

“Ah!” Kak Wira melepasku dan bergegas menghampiri masakannya.

“Butuh bantuan?” tanyaku begitu berdiri di sebelahnya.

Tanpa menoleh ke arahku, Kak Wira menggeleng. “Hari ini biar gue yang masak sarapan sama makan malam. Sesuai janji.”

Aku mengernyit, ada yang kurang. “Siangnya?”

Kak Wira memutar tubuhnya hingga berhadapan denganku. “Kan sekalian sama ini.”

Sebentar. Ada angin apa sampai Kak Wira mau repot-repot berurusan dengan dapur seharian? Meski aku tahu dia bukan orang yang asing dengan urusan dapur, tapi aneh saja dia menawarkan diri dengan sukarela. “Serius lo yang masak?” tanyaku memastikan.

“Iya.” Kak Wira tersenyum jahil. “Kenapa? Muka gue kurang meyakinkan?”

“Banget,” kataku tanpa pikir panjang.

Dicari : Teman Sekamar [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang