Happy reading❤️
🐢🐢🐢
“Ariel!”
Kegiatanku memberi makan Romeo dan Juliet terpaksa terhenti saat seseorang memanggil namaku. Bukan Kak Wira makanya aku segera menoleh.
“Oh, Kak Mega?” Aku menghampirinya yang kini duduk di kursi meja makan sambil meletakkan kresek yang dibawanya.
Ada urusan apa sampai Kak Mega datang di hari Sabtu yang seharusnya bisa ia gunakan untuk bersantai atau berlibur bersama suaminya? Kak Mega tidak sedang bertengkar dan memilih kabur, kan?
“Udah sembuh?” tanya Kak Mega, menarik kursi di sebelahnya dan aku duduk di sana.
Aku melirik Kak Wira yang baru saja duduk di hadapanku, sebelum menjawab, “Iya.”
“Jangan kaget gitu,” Kak Mega menepuk bahuku, “gue dateng jenguk lo, Ril.”
Aku manggut-manggut. Oke, bukan karena ada masalah keluarga.
“Lo kan temannya Wira, berarti teman gue juga,” lanjut Kak Mega.
Kata-kata Kak Mega berhasil membuatku terharu. Di saat aku harus menahan diri agar tidak ada yang tahu keadaanku demi menyembunyikan Kak Wira, seseorang yang tidak kuharapkan justru hadir untuk tahu keadaanku.
“Ngomong-ngomong, kemarin lo sakit apa? Soalnya gue tanya Wira, dia malah jawab bukan urusan lo.” Kak Mega mengeluarkan sekotak buah anggur dari kresek dan meletakkannya di hadapanku.
Jawaban itu memang sangat menggambarkan Kak Wira. Nada suaranya yang ketus bahkan terngiang di kepalaku. Aku melirik Kak Wira yang sibuk dengan ponselnya seakan tidak mendengar perkataan Kak Mega.
“Pusing doang sih, Kak,” jawabku.
“Gara-gara dia, ya?” Kak Mega menunjuk Kak Wira.
Alisku terangkat, terkejut karena aku sempat punya pemikiran yang sama. “Kayaknya sih,” bisikku.
“Pulang enggak lo?” ancam Kak Wira, namun matanya tetap fokus ke layar ponselnya.
Kak Mega terkekeh, mencomot satu anggur dan melemparnya ke dalam mulutnya. “Serius karena apa?”
“Kayaknya begadang, Kak. Tapi gue udah ubah pola tidur gue kok,” jelasku lebih dulu sebelum Kak Mega ikut-ikutan menceramahi kebiasaanku yang menjadi penyebab aku jatuh sakit.
Kak Mega mengendik ke arah Kak Wira sambil berkata, “Ditambah stres karena hadepin dia, kan?”
Kak Wira mengangkat pandangan. “Mega, gue lempar dari balkon lo, ya!”
Kak Mega tertawa puas melihat reaksi Kak Wira. Dia marah, tapi sebenarnya juga berusaha untuk tidak peduli. Jadinya lucu. “Mending lo keluar sana, cariin kita makan.”
“Kenapa harus gue?” ketus Kak Wira.
“Terus siapa?” Kak Mega menunjuk dirinya sendiri lalu menunjukku. “Masa gue atau Ariel?”
Kak Wira menghela napas kemudian menjejalkan ponsel ke saku celananya. Walaupun mulutnya menolak, tapi sepertinya Kak Wira sudah bersiap melaksanakan perintah Kak Mega.
“Nih,” Kak Mega melempar kunci motornya dan berhasil ditangkap Kak Wira. “Jangan lama-lama, gue laper.”
“Kenapa lo enggak beli pas jalan ke sini?” Kak Wira melotot murka.
“Niatnya gue emang mau nyuruh lo.”
“Benci banget gue sama lo,” desis Kak Wira sebelum berlalu dari hadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicari : Teman Sekamar [TAMAT]
RomanceAriel Ananda, perempuan tulen walau namanya lebih cocok untuk laki-laki. Mengambil keputusan besar untuk keluar dari rumah. Alasannya, keadaan yang tidak mendukung profesinya sebagai penulis. Wira Hermawan, editor disalah satu penerbitan yang sangat...