Happy reading❤️
🐢🐢🐢
Sejak tinggal seorang diri, bertandang ke rumah orangtuaku menjadi rutinitas setiap bulannya. Tidak ada alasan khusus, hanya saja terkadang aku merasa kesepian tidak ada yang bisa kuajak ngobrol secara langsung.
Ada Arman sih, tapi itu pun kami jarang bertemu. Dan kalaupun janjian di warung, tidak banyak yang kami bicarakan. Waktu kami tentu lebih tersita untuk mengunyah makanan.
Ternyata, tinggal sendiri tidak sepenuhnya menyenangkan.
Keluar dari lift lalu berjalan menuju unitku, tiba-tiba ponsel yang memang sedang kupegang bergetar. Kak Mega. Aku memelankan langkah dan mengangkatnya.
“Ariel,” sapanya di ujung sana.
“Kenapa, Kak?” tanyaku.
“Lo di mana?”
“Hm?” Aku berhenti kemudian sekilas menengok ke belakang. Biasanya kalau Kak Mega bertanya aku ada di mana, dia bermaksud menemuiku. “Baru pulang dari rumah orangtua gue, Kak. Mau main ke sini?”
“Enggak, gue tanya soalnya ada hal penting yang mau gue kasih tau.”
Mendengar jawaban Kak Mega, aku melanjutkan langkahku. “Hal penting?”
“Iya,” jawab Kak Mega singkat.
“Apa hal pentingnya?” tanyaku tepat saat aku sampai di depan unitku.
“Suami gue udah ketemu di mana rumah tempat Nenek dan adiknya Wira tinggal.”
Kalimat Kak Mega membuat tanganku yang berniat membuka pintu, berhenti di udara. Detak jantungku meningkat hingga dadaku rasanya sakit, membayangkan akhirnya aku bisa bertemu dengannya.
Untunglah aku belum membuang segala hal yang berhubungan dengan Kak Wira. Walau kemarin bertekat melepasnya, aku tidak melakukannya lagi dan malah mengundurnya besok.
Belum sempat bertanya di mana rumah Nenek Kak Wira, Kak Mega lebih dulu melanjutkan. “Tapi,” ada jeda panjang, “mereka udah ninggalin rumah itu setahun lalu.”
Aku tersenyum getir. Pada akhirnya, tetap tak ada petunjuk.
Sia-sia saja aku kembali berharap. Harusnya aku mempertahankan keputusanku untuk melupakan Kak Wira sepenuhnya. Aku tetap diam, tidak tahu harus merespons apa lalu membuka pintu.
“Tenang aja, gue sama suami gue bakal berusaha lagi. Kalau gue yang pertama kali nemuin dia, gue janji bakal hajar dia sampai babak belur,” lanjut Kak Mega.
Ya, itu pun kalau Kak Wira ketemu. Kalau tidak? Bagaimana Kak Mega atau bahkan aku melampiaskan kekesalan dan amarah yang terus menumpuk seiring waktu yang berlalu? Terus mencarinya sampai ketemu? Kira-kira orang bodoh mana yang mau datang kepada dua orang yang bermaksud menghajarnya.
Sesampainya di ruang depan, aku membeku ketika merasakan samar-samar ada embusan angin membelai kulitku yang tak tertutupi pakaian.
Angin dari mana? Pertanyaan itu terlintas bersamaan dengan aku mengangkat pandangan. Mataku terbuka lebar melihat orang yang aku bicarakan bersama Kak Mega berdiri di balkon. Meski membelakangi, aku tahu itu dia, bahkan hanya dengan memandang punggungnya.
Jantungku berdetak cepat untuk kedua kalinya. Tidak, kali ini jauh lebih cepat. Kedua tanganku mendadak berubah sedingin es, menyaksikan sosok yang seperti tak nyata itu berbalik perlahan.
Dia benar-benar Kak Wira.
Kukira begitu menemukannya, aku akan langsung berlari dan menghambur ke dalam pelukannya. Tetap berada di dekatnya demi melepas segala rindu yang selama ini tertahan.
![](https://img.wattpad.com/cover/316953728-288-k357374.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicari : Teman Sekamar [TAMAT]
RomantizmAriel Ananda, perempuan tulen walau namanya lebih cocok untuk laki-laki. Mengambil keputusan besar untuk keluar dari rumah. Alasannya, keadaan yang tidak mendukung profesinya sebagai penulis. Wira Hermawan, editor disalah satu penerbitan yang sangat...