Dua Minggu sebelum berpisah ...
Jangan salah paham. Maksud dari berpisah di sini, bukan mengulang kejadian di mana Kak Wira meninggalkanku. Bukan itu.
Jadi, setelah pertimbangan panjang dan matang-matang, aku dan Kak Wira sepakat tidak lagi tinggal bersama. Aku akan tetap di sini, sementara Kak Wira akan menyewa apartemen yang pernah ditinggali Kak Bunga, bersama Bambang.
Bambang si anak semata wayang tinggal terpisah dari orangtuanya? Awalnya aku juga tidak percaya, apalagi aku tahu bagaimana orangtuanya dan bahkan Bambang sendiri yang akhirnya tidak ingin mencoba hidup lebih mandiri.
Tapi mendengarnya dari mulut Bambang langsung, mau tidak mau aku percaya. Entah apa yang dilakukan Kak Wira sampai Bambang bersedia menjadi partner-nya.
Ada dua alasan mengapa kami akhirnya memilih tinggal terpisah.
Pertama, aku maupun Kak Wira tidak mau terus-terusan main kucing-kucingan dengan keluargaku. Termasuk berbohong tentang jenis kelamin teman tinggalku.
Apalagi jika memikirkan seandainya kami ketahuan. Aku pasti diseret kembali ke rumah dan Kak Wira akan dicap laki-laki tidak baik di mata keluargaku—ya walaupun Kak Wira memang bukan laki-laki baik-baik.
Kedua, ini agak memalukan. Emm, Kak Wira mengaku takut tidak bisa mengontrol diri jika semakin lama berada di dekatku. Katanya, salah-salah dia bisa menyerangku. Dalam artian, sesuatu yang lebih intim.
Oke, cukup.
Ngomong-ngomong, walaupun Kak Wira meninggalkanku. Aku tidak bermaksud tinggal seorang diri.
Karena tidak ada teman yang kukenal berminat berbagi tempat tinggal bersama, aku membuat iklan mencari teman tinggal yang ingin berbagi biaya sewa denganku.
“Coba sini gue lihat.”
Kak Wira baru saja pulang kerja, tapi bukan segera mengganti baju, dia malah bergabung denganku di sofa. Sekadar info, Kak Wira sudah menemukan pekerjaan baru—masih menjadi seorang editor sih. Sekian.
Aku menyerahkan ponselku padanya, memperlihatkan iklan yang telah selesai kubuat.
“Takutnya ada yang salah dan malah dapet teman cowok,” kata Kak Wira.
Aku terkekeh. Mengingat pertemuan pertama kami. “Gue bukan lo, Kak.”
“Eits, jangan salah. Karena kesalahan satu huruf itu, kita bisa ketemu.”
🐢TAMAT🐢
Yeah! Satu ceritaku selesai lagi (╥﹏╥) alhamdulilah. Enggak capek-capek aku ucapin makasih buat kalian yang selalu tunggu kelanjutan DTS. Lopyu so much, chingu😘
Ngomong-ngomong, sebenarnya aku juga enggak nyangka bakal namatin DTS sekarang wkwkw. Aku pikirnya 'masih agak panjang nih', tapi.. emang ini salah aku sih. Di awal aku enggak buat outline matang-matang. Sering buntu dan bikin endingnya jadi bingung sendiri🥲 ehehe.
Next, aku akan matengin ceritanya dulu baru dihibahin ke kalian.
Sampai ketemu di ceritaku yang lain. Bye❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicari : Teman Sekamar [TAMAT]
RomanceAriel Ananda, perempuan tulen walau namanya lebih cocok untuk laki-laki. Mengambil keputusan besar untuk keluar dari rumah. Alasannya, keadaan yang tidak mendukung profesinya sebagai penulis. Wira Hermawan, editor disalah satu penerbitan yang sangat...