𝟑𝟔. 𝐒𝐡𝐚𝐝𝐞 𝐏𝐥𝐚𝐜𝐞

3.3K 170 5
                                    

_

■■■

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

■■■

"Berhenti."

Darkan berhenti berlari sesuai keinginan Anne? "Ada apa??"

"I-itu tempat meneduh yang kau maksud??" Bulu kuduk Anne berdiri melihat tempat itu yang tertutupi semak belukar.


"Iya." Darkan akan kembali berlari, tetapi Anne lagi-lagi melarang.

"Apa di sana aman?? Apa di sana ada penghuni rumah itu?? Apa di sanaa—"

"Tenanglah, intinya rumah itu aku pastikan aman."

"Tetapi—"

"Tidak mungkin jika kita terus di luar, dan... jujur saja lukaku benar-benar terasa sakit berkali-lipat saat terkena air hujan." Darkan berucap secara terus terang.

Anne panik, ia lupa jika lengan Darkan terluka. "Y-ya... kita meneduh di sana, t-tetapi ada lampu, kan?"

"Hanya ada lilin."

Anne menghembuskan napas lega, ia pikir setidaknya ada lilin sebagai penerang karena saat berada di kegelapan entah mengapa ia selalu merasa napasnya tidak berjalan dengan normal, seperti tercekat-cekat.

Setelah berada di depan rumah tersebut, Darkan menurunkan Anne dari punggungnya dengan hati-hati.

"Aku akan mencari kunci terlebih dahulu." Darkan berucap sambil mengisyaratkan agar Anne memegang kayu di sampingnya sebagai pegangan agar dia tidak terjatuh.

Setelah menemukan kunci yang sengaja Darkan sembunyikan di suatu tempat, ia membuka kunci rumah tersebut, lalu mendekat pada Anne. "Merasa lebih baik atau kau ingin kugendong lagi?"

"J-jalan sendiri saja, aku merasa lebih baik."

Namun, meski Anne berucap merasa lebih baik, kali ini Darkan mencoba untuk peduli dengan menuntunnya, membantunya berjalan masuk.

Anne mengedarkan pandangannya, rumah itu penuh debu, dan hanya terdapat sebuah meja bundar kecil, dua buah kursi, dan sebuah lemari.

"Tunggu di sini." Darkan menuntun Anne agar duduk di salah satu kursi lalu ia akan melangkah pergi, tetapi dia menahan tangannya.

"Kau akan kemana?" Anne tidak ingin ditinggal sendiri, apalagi ruangan masih sangat gelap.

"Mengunci pintu."

Namun, Darkan mengurungkan niatnya, ia berjalan ke arah lemari terlebih dahulu untuk mengambil sesuatu, dan meletakkan barang yang dibawanya di atas meja.

Ruangan pun mulai terlihat terang saat Darkan menyalakan lilin yang ia ambil dari lemari tadi.

"Apa tiga lilin cukup?"

"Lilinnya hanya ada tiga? Kemasan lainnya kosong?" Anne melirik ke atas meja, di mana terdapat empat kemasan lilin.

"Ada banyak—"

"Tolong nyalakan semuanya."

"Itu akan menjadi menyeramkan jika terlalu banyak lilin yang menyala."

"Banyak lilin pastinya dapat membuat ruangan ini sangat terang, tidak mungkin menyeramkan." Anne berusaha untuk meyakinkan.

Darkan menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, tetapi ia tetap menyalakan beberapa lilin lainnya. "Apa delapan lilin cukup?"

"Nyalakan semuanya saja, bagaimana boleh, kan?""

"Nyalakan sendiri lalu simpan di tempat yang ingin kau terangi. Aku akan mengunci pintu." 

Anne berdecak, merasa sifat pria itu berubah dengan cepat, yang tentunya membuatnya merasa heran.

Anne pun membuka kemasan lilin lainnya, yang masing-masing dalam satu kemasan berisi delapan lilin, lalu ia menyalakan semua lilin dan menyimpannya di setiap penjuru ruangan, dan yang paling banyak ia letakkan adalah di atas meja.

Anne duduk memperhatikan lilin-lilin yang menyala di depannya sambil mengeratkan jaket milik Darkan yang masih ia pakai, lalu menoleh ke arah Darkan yang baru saja kembali, tetapi ia memekik terkejut karena dia berjalan sambil membuka kancing kemejanya.

"Apa yang kau lakukan???" Anne bertanya sambil menutup matanya dengan kedua tangannya, tetapi untuk memastikan lagi, ia tetap melihat Darkan melalui celah jari-jari tangannya.

"Aku akan mengobati lukaku." Darkan berucap dengan datar, ia sudah melepaskan kemeja hitamnya, dan berdiri di depan lemari untuk mengambil sesuatu.

Anne perlahan melirik pada Darkan, dia tampaknya kesulitan mengobati lukanya sendiri. "Apa kau membutuhkan bantuan?"

"Tidak, beristirahatlah."

"Sebenarnya... siapa mereka?" Anne memberanikan diri untuk bertanya tentang hal itu.

"Yang pasti mereka adalah orang jahat yang menyerang kita tanpa sebab."

"Pasti ada penyebabnya, tidak mungkin jika tidak ada."

Darkan menghela napas berat. "Lupakan hal itu dan aku ingin membicarakan tentangmu." Lalu ia berbalik, setelah selesai membalut luka di lengannya dengan perban.

Anne mengerjap dengan kedua mata membulat sempurna, ia terkejut dan terus menerus salah fokus dengan yang dilihatnya saat ini.

"P-pakai bajumu." Anne mengalihkan wajahnya.

Darkan tetap tidak memakai kemejanya karena bajunya sangat basah dan lengannya terbalut oleh perban, sebagai gantinya dari dalam lemari, ia mengambil selimut putih berukuran kecil untuk menutup tubuhnya, lalu menghampiri Anne.

"Pakai ini." Darkan memberikan satu selimut lainnya, ia dapat melihat dengan jelas Anne menggigil kedinginan.

"Apa kau merasa lebih baik?" Darkan duduk di kursi sambil memperhatikan Anne yang tengah memakai selimut itu.

Anne perlahan menganggukkan kepalanya, ia tidak berani menatap Darkan terlalu lama, apalagi saat ini dia terlihat aneh, mengapa nada bicara dan tatapannya teduh sekali? Tidak seperti sebelumnya, tampak benci padanya.

"Apa yang membuatmu ingin menyerah?"

Anne mendongak lalu menelan ludahnya. "Saking banyaknya masalah yang terjadi, aku juga bingung, masalah mana yang paling membuatku ingin menyerah."

Darkan menghela napas sambil menganggukkan kepalanya, ia memahami hal itu. "Tolong jangan menyerah, jangan katakan lagi tentang menginginkan kematian, hiduplah dengan baik."

Air mata Anne membendung, lalu ia menatap Darkan tanpa mengatakan apa pun, tetapi ia pun dapat melihat tatapan pria itu mulai kosong, seakan ucapan yang dikatakannya tadi pun untuk dirinya sendiri.

Darkan menghela napas sambil mendongakkan kepalanya, lalu bangkit dari duduknya, dan berjalan ke arah lain.

"Apa kau baik-baik saja?" Kini Anne yang bertanya.

Darkan menggeleng sambil menundukkan kepalanya, ia berdiri tepat di depan lemari dengan membelakangi Anne, dan salah satu tangannya menyentuh bagian depan lemari sebagai penopang tubuhnya.

TBC

Next?

Yang belum vote, follow, dan komen. Ayooo, aku maksa👁👄👁







(¹) 𝐙𝐈𝐎𝐍𝐍𝐄 || 𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐋𝐨𝐯𝐞𝐝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang