Tujuh

49 10 1
                                    

"Kayaknya nggak lama lagi." Sambil menatap sepasang kekasih itu, dengan senyum menyeringai.

Malam semakin larut, Fian sudah satu jam lalu mengantar Zaufa ke rumahnya. Dan sekarang, Fain sedang berbaring di kamarnya.

Di sisi lain, Zaufa kini sibuk senyum-senyum sendiri, sambil menatap gelang yang diberikan Fian padanya.

"Semoga, Fian. Gak akn nyakitin Zaufa ya, kayak orang itu," Gumam Zaufa. Dan entah kenapa saat mengucapkan itu, Air mata Zaufa turun tak terbendung, namun tanpa suara isak, ingatan Zaufa kembali pada masa lalunya dua tahun lalu, saat Zaufa menduduki bangku SMP kelas 3.

Seseorang dari masa lalu yang mampu, membuat Zaufa trauma hingga kini. Seseorang yang hampir saja merenggut nyawanya, seorang laki-laki kejam, yang membuat Zaufa menjadi seperti sekarang.

Dua tahun lalu, Zaufa berusaha kembali mengigat kejadian itu.

Dua tahun lalu, Zaufa dekat sendah seorang laki-laki, yang usianya dua tahun lebih tua daripada Zaufa, dimana Zaufa yang kelas 3 SMP dan laki-laki itu kelas 2 SMA. Nama laki-laki itu, Agralio, laki-laki kasar yang selalu menyakiti Zaufa, tak hanya batin namun juga fisiknya.

"Mana uang Lo, sini!" Seorang laki-laki bernama Agralio dengan perawakan tinggi dan tubuh tegap.

"Ini kak," Ucap Zaufa, dengan gugup dan perasaan takut, Zaufa menyerahkan uang jajan ya yang bernilai Dua ratus ribu itu pada laki-laki di depannya itu.

Plak..

Sebuah tamparan yang begitu keras, mendarat di pipi Zaufa, membuat Zaufa makin gemetar.

"Apa-apaan cuman segini hah! Orang tua lo udah bangrut!?atau lo mau menghina gue!?" Agralio menarik rambut Zaufa kencang.

"Sa- sakit kak," Ucap Zaufa sambil meringis kesakitan.

"Lo gak berguna!" Bentak Agralio. Karena merasa kondisi semakin tidak baik, Zaufa dengan cepat mengambil HP di kantong roknya. Dengan niat ingin menghubungi Sang kakak untuk meminta tolong, namun pergerakan Zaufa di tahan oleh Agralio. Agralio dengan kasar merebut HP dari tangan Zaufa kemudian membuangnya, hingga layar HP itu pecah.

"Kak Luiz, Zaufa takut," Batin Zaufa, dan perlahan suara isak nya terdengar.

"Lo mau mencoba nelpon kakak Lo heh!? Ikut gue!." Agralio manatik Zaufa, menyuruh Zaufa naik ke motornya, dan mambawa gadis itu pergi bersamanya ke suatu tempat.

Motor itu berhenti di depan sebuah gudang yang kumuh yang tidak terpakai. Zaufa kini benar-benar merasa ketakutan, Agralio menyeret Zaufa masuk ke dalam sana. Dan dengan hitungan detik, Agralio sudah membawa sebuah balok kayu di tangannya.

"Karena lo udah gak berguna bagi gue, waktunya gue habisin Lo," Ucap Agralio.

Dan Bugh..

Balik kayu itu dengan keras mendarat di bahu Zaufa, hingga membuat Zaufa kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai. Kini tangis Zaufa makin pecah.

"Kakak kenapa tega sama Zaufa, Zaufa pacar kakak," Ucap Zaufa dengan sura gemetar.

"Halah bac*t. Habis lo!"

Dan... Dor..

Beruntung saja, polisi datang tepat waktu, di susul dengan keluarganya, entah bagimana cara mereka tau kalau Zaufa dibawa ke sini, yang jelas Zaufa tidak memikirkan itu.

Zaufa di peluk erat oleh Bunda nya, Zaufa manatap ke arah Agralio, orang yang Ia cintai, yang hampir menghilangkan nyawanya, tersungkur di lantai dengan darah yang mengalir.

Bayangan kelam itu, membuat Zaufa menangis sesenggukan, namun beruntung tidak ada yang mendengar suara tangisnya, lantaran kamarnya di disain kedap suara.

Zaufa yang tidak ingin terus menerus larut dalam tangisnya, menghapus air matanya kemudian menelpon Fian, mungkin dengan mendengar suara dari orang yang Ia cinta itu mampu membuat nya menjadi lebih tenang pikir Zaufa.

"Halo Tuan putri, kenapa hm? Kok belum tidur," Ucap Fian dari sebrang sana.

"Zaufa belum ngantuk Fian," Ucap Zaufa dengan suara seraknya.

"Kok suara Tuan putri kayak orang habis nangis, Tuan Putri kenapa hm?" Tanya Fian, memastikan apakah Zaufa baik-baik saja.

"Enggak kok Fian, Suara Zaufa serak karena kebanyakan teriak-teriak aja," Ucap Zaufa di selingi dengan suara sedikit terkekeh.

"Ya udah, tidur gih, udah malem," Ucap Fian.

"Hm, Fian. Jaji ya jangan kecewain Zaufa, janji selamanya akan selalu ada untuk Zaufa, Zaufa sayang Fian. Selamat tidur pangerannya Zaufa." Setelah mengucapkan itu, Zaufa mematikan sambung telpon itu.

Fian POV

"Hm, Fian. Jaji ya jangan kecewain Zaufa, janji selamanya akan selalu ada untuk Zaufa, Zaufa sayang Fian. Selamat tidur pangerannya Zaufa." Fian sedikit terpaku mendengar ucapan Zaufa itu,Fian menatap langit-langit kamarnya.

"Ck," Fian berdecak.

Tok...

Tok..

Tok...

Lamunan Fian buyar akibat mendengar suara ketukan di pintu, dan juga suara sang Bunda.

"Kamu belum tidur kan? temui Ayah kamu di ruangannya, dia ingin membicarakan sesuatu dengan mu," Teriak sang Bunda dari balik pintu kamar Fian.

Fian kembali berdecak, dengan segera Ia keluar kamar dan menuju ke ruangan sang Ayah.

Di ruangan sang ayah, hanya ada Fian dan Ayahnya sedangkan sang Bunda sudah kembali ke kamarnya.

"Apa benar kamu sudah menemukan orang itu?" Tanya sang Ayah. Fian yang tau Arah pembicaraan sang Ayah, mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Rencana apa yang sudah kamu buat terhadap orang itu?," Tanya sang ayah kembali.

"Fian akan balas dendam, Fian ingin dia merasakan apa yang almarhum kakak rasakan, walau bukan dia setidaknya orang yang dia sayang harus merasakannya," Ucap Fian

Sang ayah, yang melihat dendam yang begitu besar di kedua bola mata sang anak, menarik napas dalam.

"Gadis itu, apa kau menyukainya?" Tanya sang Ayah.

"Tentu saja nggak!" Jawab Fian.

"Yakin kamu tidak menyukai nya, owh atau kau menyukai gadis lain? Siap gadis itu, tidak kah kau berniat mengenalkannya pada Ayah mu ini Fian?," Tanya sang Ayah.

"Ayah tidak perlu tau itu, Ayah tau kan. Kita tidak sedekat itu semnjak 2 tahun lalu, semenjak kepergian kakak," Ucap Fian, Fian pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

Sang Ayah yang melihat kepergian sang anak, menarik napas pelan, Ia menatap kepergian sang Anak hingga tak tampak lagi di kedua netra hitamnya.

"Anak itu masih tidak bisa memahami perasaannya sendiri, jangan sampai dia menyesal nanti nya, dasar anak muda," Gumam sang Ayah.

Fian berjalan menuju ke dalam kamarnya dengan langkah pelan, pertanyaannya Ayahnya tadi membuat Fian kepikiran.

"Argh! Kenapa gue harus mikirin hal gak penting itu," Gumam Fian.

Fian pun kembali mempercepat langkahnya menuju ke dalam kamar. Sesampainya di dalam kamar, tak lupa Fian menutup pintu kamarnya rapat, Fian pun dengan segera merebahkan badannya di atas kasur empuk dan nyaman miliknya. Namun baru saja ingin memejamkan mata, Tiba-tiba sebuah panggilan masuk di HP nya.

Fian pun dengan segera mengangkat panggilan itu.

"Gawat, markas di serang! Lo ke sini sekarang!" Mendengar itu rasa kantuk Fian menghilang seketika, Fian bangun dari tidurnya dan dengan cepat bergegas menuju. markas. Tanpa, membalas, ataupun mematikan panggilan itu.




Assalamu'alaikum

Haloo kk kk

Apa kabar hari ini?
Yang lagi puasa semangat terus ya!

Maaf jaka ada typo hehe
Terus ikuti cerita ini ya, tunggu part selanjutnya..

ZAUFIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang