Dua Puluh Tujuh

37 4 0
                                    

Pagi ini, di SMA Cakra Angkara, sedang berlangsung upacara bendera, yang setiap hari senin selalu di laksanakan.

Upacara yang selalu di hindari oleh banyak siswa, lantaran cuaca yang panas, berdiri terlalu lama dan mendengar ceramah yang terlalu panjang, membuat sebagian siswa merasa malas untuk ikut upacara. Hal itu membuat tidak banyak dari mereka, berpura-pura sakit, atau bahkan berpura-pura pingsan.

Remaja memang identik dengan kenakalan, kenakalan remaja, merupakan hal yang sudah lumrah di pendengaran semua kalangan.

Dan pagi ini, Fian, datang sekolah setelah semua orang selesai melakukan upacara bendera. Fian, cowok tinggi dengan perawakan tegap yang dahulu dikenal dengan seseorang yang ramah, dan juga teladan, kini berbanding terbalik dengan Fian yang sekarang, Fian yang sekarang berubah menjadi seorang badboy dengan sikap dingin, tampa senyum dengan tatapan datar.

Setelah hari dimana, Fian membongkar semua sandiwara nya, di situlah perubahan Fian mulai terjadi. Tidak hanya Fian, Zaufa? Gadis itu juga berubah menjadi seseorang yang dingin, tidak seramah dan seceria dulu.

Bumi selalu berputar, manusia bisa kapan saja berubah. Namun tetang hati dan cinta? Tidak akan semudah itu terlupa, sikap memang terlihat membenci, namun apa benar dengan hati? Terkadang yang terlihat bukanlah yang sebenarnya terjadi. Karena sikap belum tentu serupa dengan hati.

Zaufa, tidak berubah menjadi seorang bad grill, Zaufa masih menjadi murid teladan. Namun pagi ini, Zaufa juga terlambat datang ke sekolah, lantaran di perjalanan mobilnya sempat mogok dan itu yang membuat perjalanan Zaufa ke sekolah menjadi terkendala.

Wajah Zaufa yang terlihat masam, lantaran harus di hukum di tengah lapangan, sambil hormat terhadap bendera namun bukan itu letak permasalahannya, masalahnya adalah dia harus di hukum berdua dengan Fian, entah kebetulan atau apa, intinya hari ini, Zaufa terlihat kesal, sebenarnya jika meminta untuk tidak di hukum, bisa saja Zaufa lakukan, namun karena tidak ingin identitasnya sebagai anak dari pemilik sekolah terbongkar, mau tidak mau Zaufa harus mengikuti hukuman itu.

Dibawah matahari yang terik, dan terasa menusuk ke dalam kulit, dua orang yang tadinya sangat dekat kini terlihat seperti asing.

"Kenapa bisa telat?" Tanya Fian membuka suara dengan sura yang terdengar datar. Namun tidak ada respon sama sekali dari Zaufa.

Fian terdiam, tatapan nya tetap datar tanpa ekspresi.

"Bukan urusan lo." Akhirnya Zaufa membalas, namun dengan nada begitu dingin.

"Hm," Fian membalas ucapan Zaufa dengan dahaman singkat.

Lima belas menit sudah kedua orang itu, berada di depan tiang bendera, sambil tetap pada posisi hormat dibawah terik matahari yang semakin lama semakin terasa panas.

"Duh, mana gue belum sarapan lagi, pusing ni kepala," Batin Zaufa. Namun Zaufa terus berusaha menjaga keseimbangannya.

Namun karena rasa pusing yang makin menjadi, dan pengelihatan Zaufa yang kini buram, Zaufa pun oleng. Namun beruntung Fian dengan sigap menangkapnya, jika tidak mungkin Zaufa sudah jatuh ke lapangan yang keras itu.

"Ck, apaan sih. Gak usah pegang-pegang gue!" Ucap Zaufa sambil berusaha menetralkan rasa sakit di kepalanya.

"Gue gendong ke UKS, muka lo pucat," Balas Fian. Benar memang wajah Zaufa kini terlihat begitu pucat, ditambah lagi dengan keringat yang membasahi wajahnya.

"Gak usah sok peduli! Gue bisa sendiri," Ucap Zaufa menolak mentah-mentah tawaran Fian tadi.

Fian terus menatap Zaufa yang terus-terusan memegang kepalanya, dan juga Zaufa terlihat ingin oleng kemabali.

"GAK NERIMA PENOLAKAN!" Tekan Fian, tanpa persetujuan dari Zaufa. Fian mengendong Zaufa ke ukas.

Awalnya Zaufa memberontak namun itu tidak lama, mungkin Zaufa sudah kehabisan tenaga sekarang pikir Fian.

Sesampainya di UKS, Fian membaringkan Zaufa di atas kasur yang sudah ada di dalam UKS itu.

Tak lama, seorang anak PMR yang tengah bertugas datang dan mengecek keadaan Zaufa.

Terlihat wajah Zaufa yang terlihat sangat pucat, dan raut wajahnya yang terlihat menahan sakit di perutnya.

Sementara Fian, sudah beberapa menit lalu keluar dari UKS, entah dia pergi kemana.

"Gue kira dia sepeduli itu," Batin Zaufa.

"Lo belum sarapan ya Fa? Tunggu sebentar gue beliin bubur sama teh panas di kantin," Ucap Rania teman kelas Zaufa yang ternyata merupakan Anak pmr yang tengah mempunyai giliran untuk berjaga di UKS.

Mendengar itu, Zaufa membalasnya dengan anggukan singkat. Rania pun keluar dari UKS dan kini Zaufa sendirian di dalam UKS itu.

Di dalam UKS yang hening, Zaufa sibuk memikirkan sesuatu, hingga tak sadar seseorang masuk dan kini tengah berdiri tepat di samping nya.

"Makan." Ucapan dari seseorang itu, spontan membuat Zaufa tersadar dari lamunannya.

Zaufa menoleh kearah sumber suara, Zaufa terdiam sesaat lantaran sedikit terkejut.

"Gak," Balas Zaufa menolak.

Orang itu adalah Fian, Fian yang mendengar itu  menghembuskan nafas pelan.

"Makan sendiri, atau gue suapin," Ucap Fian kembali.

Zaufa hanya diam tanpa menjawab.

"Oke! Gue suapin." Fian mengarahkan sendok berisi bubur itu kepada Zaufa.

"Gue bisa sendiri!" Zaufa mengambil alih mangkuk dan sendok berisi bubur dari Fian.

Zaufa pun mulai melahap bubur pemberian Fian itu, walau dengan raut yang terlihat kesal.

Melihat wajah kesal Zaufa bukan membuat Fian ikut kesal malah membuat Fian menjadi gemas.

"Jika dulu menyakiti Lo adalah sebuah obsesi, maka sekarang menjaga lo adalah obsesi terbesar gue. Maaf gue emang brg**k dan gak pantas buat lo, tapi gue janji akan tebus kesalahan gue itu. Tuan putri." Fian masih terus menatap wajah gadis itu, sambil tersenyum sangat tipis, saking tipisnya tidak ada yang tau dia tersenyum selain dirinya sendiri.

Zaufa yang sadar sedari tadi Fian menatapnya, melayangkan tatapan jengkel kearah Fian.

"Ngapain lo lihatin gue kayak gitu," Tanya Zaufa dengan raut wajah galaknya.

"Makan lo belepotan." Fian bendekat ke arah Zaufa, kemudian membersihkan bekas bubur di sudut bibir Zaufa dengan tangannya.

Mendapatkan perlakuan seperti itu, Zaufa terdiam sesaat, sambil menatap netra hitam Fian.

"Kenapa hm?" Tanya Fian, sambil sedikit tersenyum.

Dengan segera, Zaufa menyingkirkan tangan besar cowok itu dengan kasar.

"Gak usah sok perhatian lo sama gue! Keluar lo sana," Ujar Zaufa.

Kerena melihat raut wajah Zaufa yang terlihat sudah semakin kesal. Hal itu membuat Fian memutuskan untuk menurut.

"Hm Oke," Pungkas Fian. Fian pun keluar dari UKS, dan membiarkan Zaufa di sana sendiri. Membiarkan Zaufa beristirahat dengan tenang.

Selang beberapa pala setelah, Fian keluar Rania masuk dan membawa nampang berisi bubur dan teh panas.

Rania terkejut lantaran, di tangan Zaufa sudah ada mangkuk  berisi bubur.

"Lo, lo dapet bubur dari siapa Fa?" Tanya Rania.

"Fian," Jawab Zaufa singkat.

"Lo.... balikan sama Fian?" Tanya Rania hati-hati.

"Ngak!" Tegas Zaufa.

"Terus kok-" Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Zaufa memotong nya cepat.

"Gak usah banyak tanya," Balas Zaufa.

Mendengar itu, Rania diam, dia tidak mau bertanya lagi.

"Lo kenapa sih Fian! Di satu sisi lo buat gue benci sama lo tapi di sisi lain lo bertingkah seakan-akan lo peduli sama gue," Batin Zaufa.











ZAUFIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang