Duapuluh

38 6 3
                                    

Seseorang bisa muak dengan lukanya.
Luka yang sama dengan orang yang berbeda, mereka memang jahat tapi kita yang terlalu bodoh karena terlalu cepat percaya.
•••••••••••••

Seorang laki-laki masuk, kedalam kamar yang bernuansa abu-abu. Terlihat di atas ranjag terbaring seorang gadis yang tangah tidur dengan pulas.

Laki-laki itu, perlahan mendekat ke arah sang gadis, lalu duduk di dekat sang gadis yang tengah tertidur. Pipi gadis itu terlihat basah, akibat sebuah cairan bening yang keluar dari kedua netra hitamnya.

Perlahan, tangan laki-laki itu mengelus lembut, rambut sang gadis.

"Maaf, ini salah kakak. Gara-gara masa lalu itu, kamu harus menjadi korban," Gumam laki-laki itu, sambil menyingkirkan helai rambut yang berada di wajah gadis itu.

Laki-laki dengan perawakan tinggi dan badan tegap, serta rambut hitam pendek, hidung yang mancung bibir tipis dan terlihat agak pink, tatapan dingin dan wajah datar. Sungguh sangat tampan.

Laki-laki itu, adalah Satria Argarenza Akbar, Abang Zaufa yang memiliki sifat dingin, namun begitu sayang dan selalu memanjakan kedua adiknya yaitu Zaufa dan Kiano.

Dan tentu saja, sang gadis yang tengah tertidur pulas itu adalah Zaufa. Sisa air matanya masih terlihat jelas di pipinya chubby dan putih gadis itu.

Sekarang, posisi Satria, tangh mencari sebuah kontak di HP milik adiknya. Setelah menemukan apa yang Ia cari, Satri menyalin nomor itu ke HP nya, setelahnya Ia kembali meletakan HP sang adik ke tempat semula.

Sebelum Satria keluar dari kamar sang adik, Satria mengecup singkat kening gadis itu.

Setelah sampai di laur kamar, Satria menelpon seseorang.

FIAN

Memanggilnya.....

"Gue Satria, gue mau ngomong sama lo, di cafe melintang. Penting." Setelah mengucapkan itu, Satria mematikan panggilan itu, tanpa mendengar respon sari Fian.

Ya orang yang ingin Satria temui sekarang adalah, Fian. Entah apa yang akan Satria katakan pada Fian nantinya.

Di sisi lain, Fian yang kini masih berdasarkan di taman mendapat sebuah panggilan dari nomor yang tidak di kenal.

081+++++

"Gue Satria, gue mau ngomong sama lo, di cafe melintang. Penting."

Mendengar itu, Fian sedikit terkejut, barus aja Fian ingin menjawab, namun panggilan itu sudah di akhiri sepihak.

Fian pun memutuskan untuk bergegas ke tempat tujuan, Ia penasaran apa yang akan di katakan orang itu padanya.

Kini, keduanya sudah bertemu di cafe Melintang.

"Jagan pernah melibatkan Adik gue dalam masalah ini," Ucap Satria dengan nada datar.

Keduanya kini saling menatap dengan tatapan datar dan dingin.

"Lo gak sepantasnya jadikan Zaufa sebagai alat balas dendam! Lo gak tau apa-apa tentang hubungan gue sama kakak lo!" Bentak Satria.

Raut wajah Fian memerah tersulut emosi.

"Gue gak tau apa apa? Lo bilang gue gak tau apa-apa!? Gue lihat dengan mata kepa gue sendiri lo orang terakhir yang bersama kakak gue sebelum dia meninggal!" Dengan suara yang meninggi, Fian menatap Satria tajam.

"Lo terlalu kekanakan dalam menyimpulkan suatu hal," Ucap Satria

"- Lo hanya melihat separuh dari kejadian yang sebenarnya. Lo gak bisa menyimpulkan sesuatu dari hal yang lo liat atau lo dengar tanpa adanya bukti," Lanjut Satria.

Fian terdiam sesaat.

"Chat itu sudah cukup membuktikan semuanya! Sama halnya Lo gue dulu juga percaya, kalo lo akan jaga kakak gue tapi apa? Gue salah besar," Ucap Fian degan senyum miris nya.

"Anggap kita impas, gue hancurin Adik lo seperti lo hancurin kakak gue," Ucap Fian lagi, dengan tersenyum miring.

"Dendam jika di balas dendam maka gak akan ada habisnya. Kesimpulan bukan di lihat dari satu pihak, tapi kedua belah pihak. Seberapa pun lo berusaha hancurin Adik gue, gue akan menjaganya walau nyawa taruhannya," Ucap Satria kini di posisinya yeng sedang berdiri.

"Adik gue, mencintai lo dengan tulus. Tapi sekarang, jangan salahkan dia jika dia menganggap lo musuh, Lo gak tau? Adik gue pernah terluka dengan hebat, setelah kehadiran Lo dia berusaha buat kubur rasa sakitnya dan buka hati buat lo, tapi sekarang Lo sendiri yang membuat trauma itu datang, dan sekarang lebih parah" Ucap Satria.

Satria menarik napas kasar, dia menatap intens ke arah Fian sebelum ia berjalan pergi.

"- Lo sendiri yang membangkitkan sifat lain Adik gue, dan nantinya jangan terkejut, karena Lo yang buat dia jadi seperti itu." Setelah mengatakan itu, Satria pergi meninggalkan Fian yang terdiam.

"Luka? Trauma? Apa sebenarnya yang terjadi pada lo dulu," Batin Fian.

Fian menatap kepergian Satria hingga Satria tidak tampak lagi di netra hitam miliknya. Fian terdiam, dia terus memikirkan apa yang di katakan oleh Satria tadi, jujur saja di lubuk hati kecilnya, terbesit sebuah rasa, tapi Fian pun tak bisa menyimpulkan rasa apa itu, entah rasa itu rasa kasihan, rasa bersalah atau rasa? Entahlah. Fian dibuat terus bertanya-tanya.

Di sisi lain, kini Zaufa sudah bangun dari tidurnya, dia sudah selesai mandi, dan kini di sedang duduk di depan kacanya sambil merias wajahnya.

Mata Zaufa terlihat sebab karena menangis tadi. Zaufa memakai lipstik pink di bibir nya, membuat bibirnya terlihat indah.

"Kaca yang pecah tidak bisa di satukan, jika pun bisa mustahil tidak cacat, Fian terlalu hebat menghancurkan kaca yang sudah hancur itu, dan kaca itu mustahil untuk kembali seperti semula," Gumam Zaufa sambil melihat dirinya di pantulan kaca itu.

Saat sedang memperhatikan dirinya, Tiba-tiba dari layar hpnya masuk sebuah panggilan.

Tangan Zaufa beralih mengambil hpnya, dan mengangkat panggilan yang masuk.

Lintang ....

"Ingat Fa, tiga hari lagi, pertemuan itu akan di segerakan," Ucap Lintang dari sebrang sana.

"Hm," Balas Zaufa dengan dahaman.

Panggilan itu pun Zaufa putus sepihak.

"Oke, waktunya tunjukkan siapa kamu Zaufa." Kini tatapan sendu itu berubah menjadi, tatapan dingin, dengan senyum miring.

Seseorang biasa berubah mejadi dingin dan kejam, ketika hatinya sudah terlalu hancur. Seperti halnya Zaufa. Zaufa si gadis manis yang imut yang ceria, kini menjadi lebih diam. Tatapan yang manis kini berubah menjadi tatapan datar nan dingin.

Akankah ada sebuah celah kecil untuk memaafkan dan menerima semua luka? Ada rasa bimbingan, antara cinta dan juga benci. Antara harus memaafkan atau mengikhlaskan.
••••

Kata-kata manis belum tentu benar manis, Kata-kata pahit belum tentu benar pahit, kita sering terkecoh oleh hal-hal manis. Luka memang datang lewat dia tapi di sebabkan oleh diri kita, lantaran diri yang terlalu bodoh memilih dan menyimpulkan orang yang tulus dan orang pendusta.

••••

Jagan salahkan jika sifat kejam ku muncul, kamu sendiri yang memintanya untuk hadir.

_Zaufa _

ZAUFIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang