Duapuluh Tiga

45 6 1
                                    

Masih di dalam mobil milik, Azka. Zaufa terus menatap lurus ke arah jalan.

"Lusa, adalah acara yang besar Fa, di hari itu, Lo bisa buat Fian gak berkutik lagi," Ucap Lintang pada Zaufa.

Zaufa yang mendengar pernyataan Lintang tadi, fokus nya kini teralih menatap gadis di sebelahnya itu.

"Kenapa sih, Fian itu jahat ke Zaufa? Dulu dia berjanji akan selalu ada untuk Zaufa, tapi kenyataanya. Janjinya itu adalah bagian dari rencana dia untuk menghancurkan Zaufa. Hhhh bodoh, Zaufa bodoh udah percaya sama cowok itu," Ucap Zaufa dengan lirih. Perlahan bulir bening kelurahan dari kedua netra hitam gadis itu.

"Lo nggak salah Fa, dia yang terlalu berg*** buat lo," Balas Lintang.

Lintang menatap penuh kasihan pada Zaufa, Lintang merasakan kesedihan gadis itu sangat terpancar jelas di bola matanya.

"Jangan menangisi laki-laki seperti dia, air mata lo terlalu berharga untuk hal yang sia-sia seperti itu," Bukan Lintang melainkan kini Azka yang berbicara.

"Bisa bicara juga ternyata," Ejek Lintang pada Azka.

"Apaan sih sayang," Balas Azka dengan nada begitu lembut.

Mendengar itu, kedua bola mata Lintang membulat sempurna. Sementara Zaufa yang tadinya menangis, Kini beralih menatap Azka dengan tatapan begitu aneh. Perlahan gadis itu tertawa.

"Kak Azka udah suaranya gak usah di lembutin, jijik Zaufa dengernya," Ucap Zaufa diiringi tawanya.

Sungguh aneh gadis itu, cepat sekali mood nya berubah.

Mendengar ucapan Zaufa sepontan saja Lintang ikut tertawa. Sementara Azka dia menatap tajam Zaufa dari kaca mobil itu.

"Dasar bocah! Lebih baik nangis aja ni anak, menyebabkan sekali seperti almarhum kakeknya," Batin Azka.

.
.
.
.
.
.

Hari berganti, dengan mentari yang begitu indah menyinari pagi. Zaufa gadis itu sudah sedari tadi berada di kelasnya, sambil menunggu sahabatnya dan teman sekelas nya datang.

Zaufa pagi ini datang ke sekolah lebih cepat, karena apa? Tidak ada alasan,  Zaufa hanya ingin merasakan ketenangan kelas, sebelum nanti ramai dengan bisik-bisik dan keributan.

Tuk..
Tuk..
Tuk..

Terdengar suara langkah kaki, dari lorong kelas, langkah kaka itu terdengar seperti melangkah ke dalam kelas dimana Zaufa sendirian di sana.

Hingga langkah kaki itu terdengar berhenti, Zaufa melihat di ambang pintu, berdiri seorang cowok dengan perawakan tinggi dan tubuh tegap.

"Rajin banget Fa, jam segini udah dateng," Ucap cowok itu.

Cowo itu adalah Faro, Faro melangkah mendekat ke arah Zaufa sambil tersenyum hangat.

"Kemarin Lo nggak di apa-apain kan sama si Fian?" Tanya Faro yang kini sudah berada tepat di depan meja Zaufa.

"Hm," Balas Zaufa dengan dahaman singkat.

"Lo marah sama Gue? Kerena kemarin gak berusaha bantu lo yang di tarik pergi sama Fian?" Tanya Faro.

"Hm," Lagi-lagi, Zaufa membalasnya dengan Dahaman singkat.

Mendengar respon dari Zaufa itu, Faro menghembuskan nafas pelan.

"Gue minta maaf Fa," Ucap Faro, kini dia merasa menyesal.

"Mending Lo gak usah sok akrab sama Gua, gue males berurusan sama hal-hal yang berkaitan dengan Fian, termasuk Lo," Ucap Zaufa dengan nada sangat dingin.

ZAUFIAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang