PROLOG

5.4K 234 5
                                    

Dita menurunkan kardus terakhir dari mobil pick-up yang disewanya. Hari itu adalah hari kepindahannya ke rumah kontrakan yang baru, setelah menemukan rumah yang cukup dekat dengan Cafe yang ia bangun. Selama enam bulan terakhir ia harus selalu berangkat dari rumah kontrakan lamanya di Kecamatan Kadungora menuju ke Kecamatan Malangbong, yang selalu menghabiskan waktu selama satu jam lebih di perjalanan. Dita akhirnya menemukan rumah kontrakan yang cukup dekat dari Cafe miliknya, setelah mendapat rekomendasi dari beberapa langganan yang sering datang. Hingga akhirnya, Dita benar-benar mengambil keputusan untuk menyewa salah satu rumah kontrakan yang ada di Desa Sukamanah.


Rumah kontrakan barunya itu cukup bagus. Rumah kontrakan itu bernama Permata Cemerlang. Rumah yang Dita pilih berada di blok D nomor tiga belas. Posisi rumah kontrakan itu ada tepat di barisan belakang kontrakan blok B. Kontrakan blok A, B, dan C sudah penuh, sehingga menyisakan beberapa rumah kontrakan di blok D saja. Di kontrakan blok D tersebut baru terisi beberapa rumah, termasuk rumah yang Dita pilih. Jadi posisinya, rumah yang Dita tempati saat itu memiliki dua rumah kosong di bagian kiri dan satu rumah kosong di bagian kanan. Hal itu tidak membuat Dita merasa kesepian akibat jauh dari tetangga. Toh ia memilih rumah itu daripada rumah-rumah kontrakan kosong lainnya karena memang rumah itu memiliki fasilitas yang sangat baik, daripada rumah-rumah lain yang masih kosong.

Rumah itu memiliki dua kamar, satu kamar mandi, dan juga dapur. Ruang tamu di rumah itu sangat kecil, jadi di sana hanya ada satu buah sofa dan juga satu meja kecil. Dita memutuskan untuk menyimpan lemari pakaian serta beberapa barang pribadinya pada kamar kedua di rumah itu. Ia ingin di kamar utama hanya ada tempat tidur dan meja rias saja, agar kamar utama tersebut memiliki ruang yang cukup luas untuk bergerak.

Setelah semua barang diatur dengan rapi, lantai rumah juga sudah disapu dan dipel, Dita pun segera membenahi bagian dapur. Semua perabot dapur disusun sesuai dengan penempatan yang seharusnya. Kegiatan itu akhirnya berakhir tepat pada pukul sebelas siang, sebelum waktu makan siang tiba. Dita meraih ponselnya yang berdering di atas meja makan kecil di dekat ruang tamu. Ia segera mengangkat telepon tersebut setelah membaca nama peneleponnya saat itu.

"Halo, assalamu'alaikum Her. Ada apa?" sapa Dita.

"Wa'alaikumsalam. Kak Dita kapan mau ke Cafe? Hari ini kebetulan di Cafe banyak pengunjung," jelas Herman--salah satu karyawan Dita.

"Aku baru selesai pindahan, Her. Insya Allah setelah shalat dzuhur nanti baru aku bisa datang ke Cafe," ujar Dita.

"Ya udah kalau begitu, Kak. Aku akan coba tangani semuanya di sini sama-sama Helmi, sampai Kakak datang," balas Hendra.

"Oke. Aku tutup teleponnya, ya. Assalamu'alaikum," pamit Dita.

"Wa'alaikumsalam."

Dita kembali meletakkan ponselnya ke atas meja makan dan berniat akan mandi. Ia berbalik perlahan sambil menatap ke arah lantai rumah saat akan menuju kamar utama. Tatap matanya mendadak membola saat melihat ada jejak kaki orang dewasa yang tampak berlumpur pada salah satu lantai.

"Loh? Kok ada jejak kaki? Jejak kaki siapa ini? Tadi rasanya seluruh lantai sudah aku sapu dan aku pel. Kakiku juga tidak kotor," heran Dita, seraya mengerenyitkan keningnya.

Ia benar-benar kebingungan, karena saat itu jelas-jelas dirinya hanya sendirian di rumah tersebut. Dita segera meraih alat pel dan kembali membersihkan lantai berjejak kaki tersebut. Meski masih merasakan bingung, ia tak mau ambil pusing dan ingin cepat-cepat mandi sebelum waktu dzuhur tiba. Ia harus pergi ke Cafe, karena merasa kasihan kepada Herman jika harus menangani semua pelanggan Cafe yang datang.

Usai membersihkan lantai, Dita langsung meraih handuknya dari balik pintu kamar utama. Ia menutup pintu kamar utama tersebut ketika keluar dan segera masuk ke kamar mandi yang ada di bagian seberang. Ia menyalakan shower usai membuka semua pakaiannya, lalu segera berdiri di bawah pancuran air shower tersebut. Perlahan Dita membasuh rambut panjangnya dan menuangkan shampo agar bisa membersihkan rambutnya yang tadi berkeringat sangat banyak akibat kegiatan pindah rumah.

Di tengah-tengah kegiatannya tersebut, sekilas Dita mendengar ada suara yang begitu lirih. Awalnya Dita berpikir bahwa suara itu adalah suara pancuran air shower yang sedang menyala. Namun Dita mendadak tidak yakin ketika mendengar suara lirih tersebut untuk yang kedua kalinya.

"Matikan ...."

Dita terdiam selama beberapa saat untuk menajamkan pendengarannya. Namun setelah beberapa saat berlalu, suara itu tidak lagi terdengar dan membuat Dita yakin kalau yang didengarnya tadi adalah suara pancuran air shower. Ia kemudian buru-buru menyelesaikan kegiatan mandinya dengan menyabuni seluruh tubuh serta menyikat gigi, agar bisa shalat dzuhur diawal waktu.

Usai mandi, Dita keluar dari kamar mandi sambil berusaha mengeringkan rambutnya yang masih basah usai keramas. Tatapan matanya kembali membola seperti tadi, ketika melihat pintu kamar utama terbuka dengan lebar.

"Loh? Kok pintu kamarku terbuka lebar begitu? Tadi aku yakin sekali kalau aku sudah menutupnya, sebelum pergi ke kamar mandi. Kok sekarang bisa terbuka lebar begitu? Apa jangan-jangan aku menutupnya tidak terlalu rapat, ya?" gumam Dita, yang kini kembali mengerenyitkan keningnya.

Ia berjalan memasuki kamar utama sambil terus menatap daun pintu yang terbuat dari kayu jati tersebut. Kumandang adzan dzuhur terdengar dengan jelas dari masjid yang berada di tengah-tengah Desa Sukamanah. Hal itu menyadarkan Dita untuk segera berpakaian dan meraih alat shalatnya dari bagian bawah meja rias. Kejadian tentang munculnya jejak kaki misterius dan juga terbuka lebarnya pintu kamar utama dengan cepat terlupakan oleh Dita. Pikirannya kini hanya terpusat pada ibadah yang tengah ia lakukan.

Usai melaksanakan shalat dzuhur, Dita segera melipat alat shalatnya dan mengembalikannya ke dalam lemari. Ia bergegas meraih tas yang sudah diisi dengan dompet, ponsel, dan juga charger. Tak lupa ia meraih kunci motor miliknya, lalu segera keluar dari rumah itu setelah memeriksa semua hal seperti air shower yang sudah tidak mengalir, kompor gas yang tidak menyala, serta AC yang sudah ia matikan. Dita melajukan motornya agar bisa keluar dari area kontrakan Permata Cemerlang. Ia sempat berhenti di gerbang kontrakan, sebelum akhirnya ia berbelok ke jalan utama Desa Sukamanah yang akan membawanya menuju jalan raya ke arah Malangbong.

Dua orang pria seusia Dita menatap cukup lama ke arah wanita itu tanpa di sadari, ketika Dita sedang berhenti sesaat di gerbang kontrakan tadi. Kedua pria itu pun kini saling menatap satu sama lain ketika menyadari siapa wanita yang baru saja mereka perhatikan.

"Itu Dita, 'kan? Sahabat dekat lo waktu masih SMP?" tanya Kiki, terdengar seperti mengejek.

"Iya, itu kayanya memang Dita, Ki. Mantan pacar lo waktu masih SMP," jawab Denis, membalas ejekan Kiki.

* * *

KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang