13 | Bersandiwara

1.1K 110 7
                                    

Seno benar-benar menerima hadiah utama acara give away yang diadakan oleh Dita. Dita juga benar-benar memberikan tanda tangannya pada tumbler yang Seno terima menggunakan spidol permanen berwarna putih. Wanita itu bahkan memeluk Seno saat memberikan ucapan selamat, sehingga wajah pria itu mendadak memerah dan Kiki benar-benar tampak ingin meledak di tempatnya. Usai menerima hadiah, Seno pun kembali ke tempat duduknya semula. Fandi, Riris, Vito, dan Denis tampak menginginkan hadiah yang Seno dapatkan, sementara Kiki lebih ingin Seno segera menghilang dari hadapannya.


"Aku benar-benar enggak habis pikir. Kenapa yang mendapatkan hadiah utama justru orang yang tidak berambisi seperti Seno?" gemas Fandi.

"Uh ... Tumbler Corkcicle harganya mahal banget lagi, dan aku enggak memenangkan satu pun dari ketiga hadiah yang Dita siapkan," keluh Riris.

"Itulah yang namanya keberuntungan, dan Seno hari ini adalah pria paling beruntung di antara kita," ujar Vito, lebih memilih merayakan apa yang Seno dapatkan daripada menggerutu seperti yang Riris dan Fandi lakukan.

Seno sendiri saat itu tidak menanggapi apa-apa. Pria itu sedang sibuk menetralkan debaran jantungnya yang sejak tadi benar-benar sulit berhenti. Ia masih kepikiran saat Dita memeluknya dan bicara tepat di samping telinga kirinya.

"Selamat ya, Sen. Selamat karena kamu berada di posisi paling terbaik dan kamu memang selalu menjadi yang terbaik, bagiku."

Kata-kata Dita benar-benar sulit untuk tidak dipikirkan oleh Seno, meskipun sejak tadi dirinya berusaha keras untuk menganggap bahwa kata-kata itu hanyalah ucapan selamat biasa dari Dita. Nyatanya, kata-kata Dita justru membuat Seno berharap lebih daripada itu.

Kiki sedang sibuk mengetik pesan untuk seseorang sekarang. Dita terus memperhatikannya meski sambil berpura-pura mengerjakan sesuatu. Ia tahu kalau sebentar lagi akan terjadi sesuatu terhadap Seno. Untuk itulah Dita sedang berusaha mempersiapkan dirinya demi menyambut kedatangan seseorang. Dan benar saja, tak lama berselang perempuan yang tadi pagi melakukan video call dengan Kiki muncul di Star Cafe, lalu segera berjalan menuju ke arah meja yang ditempati oleh keenam orang teman dekatnya.

"Hai, Seno. Apa kabar?" sapa perempuan itu dengan sangat keras.

Seno menatap ke arah perempuan itu dan tampak mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat. Seno jelas tahu siapa perempuan itu dan ia selalu berupaya menghindarinya jika bertemu. Seno sama sekali tidak menyukai keberadaan perempuan itu, dan Dita bisa melihat dengan jelas rasa tidak suka yang tercetak di wajahnya.

"Mau apa, kamu?" tanya Seno.

"Mau apa???" perempuan itu meninggikan suaranya dengan sengaja.

Semua orang yang berada di meja itu kini menatap ke arah perempuan tersebut dan juga ke arah Seno secara bergantian. Mereka sama-sama tidak paham dengan situasi yang terjadi, kecuali Kiki yang sedang ikut berpura-pura tidak tahu apa-apa.

"Setelah kamu berhutang padaku dan menghilang, kamu tanya mau apa aku di sini???"

"Hutang? Kapan aku berhutang sama kamu? Menurutmu aku ini tidak punya uang sehingga harus berhutang padamu?" Seno tetap berusaha tenang, agar dirinya tidak terpancing emosi.

"Kamu enggak usah sok bersih, deh!!! Kamu itu sering pinjam uang orang lain dan enggak pernah bayar!!! Jadi enggak usah pura-pura bego!!! Sekarang cepat bayar hutangmu!!! Jangan mengelak!!!"

Perempuan itu benar-benar berteriak-teriak sehingga beberapa pelanggan lain kini menatap ke arah Seno. Saat Seno merasa benar-benar sudah dipermalukan di depan umum, Dita pun segera mendekat dan segera menahan bahunya agar tidak bangkit dari kursinya.

"Maaf, Kak, kalau boleh tahu ada apa, ya?" tanya Dita.

Seno segera mencoba menenangkan dirinya ketika merasakan sentuhan kuat dari Dita pada pundaknya. Sementara Kiki merasa bahwa sebentar lagi Dita akan merasa sangat tidak suka pada Seno dan akan mulai menjauhinya.

"Kamu siapa? Kenapa tanya-tanya dan ikut campur?" hardik perempuan itu kepada Dita.

"Aku pemilik Cafe ini dan yang Kakak bentak-bentak sejak tadi adalah salah satu sahabat baikku. Jadi aku tanya sekali lagi, ada apa sehingga Kakak berteriak-teriak di depan banyak orang?" ulang Dita dengan tajam, setelah memberi jawaban.

Beberapa pelanggan sejak tadi sudah merekam diam-diam wajah perempuan itu dan juga keributan yang tengah terjadi dengan Seno. Namun sayangnya, perempuan itu sama sekali tidak sadar kalau dirinya sedang direkam oleh pelanggan lain.

"Oh ... jadi dia sahabat kamu, hah? Bilang sama dia, bayar hutangnya dan kabur! Dia berhutang banyak padaku dan mendadak hilang begitu saja sejak enam bulan yang lalu! Paham kamu sekarang?" bentak perempuan itu, tampak semakin berani.

"Berhutang? Sahabatku ini orang yang cukup berada. Untuk apa dia berhutang pada perempuan tidak jelas seperti kamu? Bahkan, dari penampilanmu saja tampak tidak meyakinkan sama sekali kalau kamu punya banyak uang. Lihat saja pakaianmu, tampaknya serba kurang bahan di banyak tempat begitu. Kamu butuh sumbangan pakaian? Aku punya banyak kok, pakaian bekas," tawar Dita, dengan tutur kata yang masih sangat wajar.

"Heh! Apa kamu bilang??? Kamu mau menyebutku penipu??? Kamu juga mau menghina aku sebagai seorang pengemis??? Begitu maksudmu, hah???"

"Kak Dita!" seru Helmi secara mendadak.

Dita maupun perempuan itu kini menoleh ke arah Helmi dengan kompak.

"Ada apa, Hel?" tanya Dita.

"Jauh-jauh dari perempuan itu, Kak! Dia penipu yang lagi dicari-cari Polisi! Itu pengumumannya sudah dipajang dari tadi pagi pada papan iklan di seberang jalan!" jawab Helmi, sengaja bertingkah panik.

Kedua mata wanita itu membola ketika mendengar apa yang Helmi katakan. Semua pengunjung Cafe kini benar-benar melihat ke seberang jalan, tepatnya pada papan iklan yang Helmi maksud.

"Wah! Dia benar-benar perempuan yang dicari Polisi! Dia penipu!" teriak salah satu Ibu-ibu.

Kiki ikut panik, saat mendengar apa yang Ibu-ibu itu katakan. Dita kini bersandiwara seakan ikut melihat papan iklan melalui jendela Cafe.

"Helmi!!! Telepon Polisi, Hel!!! Telepon cepat biar perempuan itu ditangkap sekarang juga!!!" panik Dita, benar-benar terlihat meyakinkan.

Seno ikut mendekat bersama yang lainnya ke arah Dita untuk ikut memastikan, sementara Kiki kini memberi kode pada perempuan itu untuk kabur dari Star Cafe. Perempuan itu pun segera angkat kaki, sebelum ada yang menyadari bahwa kini dirinya melarikan diri.

"Hei!!! Jangan lari kamu penipu!!!" teriak Bapak-bapak yang sadar kalau perempuan itu hendak kabur.

Perempuan itu tidak peduli dengan suara teriakan Bapak-bapak tadi dan segera keluar dari Star Cafe tanpa berbalik lagi. Seno tampak lega sekali karena dirinya terbebas dari tuduhan tidak masuk akal yang perempuan itu layangkan kepadanya.

"Ngomong-ngomong ... siapa perempuan tadi, Sen? Kamu kenal?" tanya Dita.

"Kenal, Dit. Tapi kenal enggak sengaja karena dulu aku pernah mengerjakan proyek yang ada dia di dalamnya. Tapi yang aku dengar terakhir kali, sekarang dia enggak kerja lagi di perusahaan itu," jawab Seno dengan jujur.

Dita pun mengusap-usap pundak Seno dengan sengaja. Kiki dan yang lainnya memperhatikan mereka berdua dari jarak yang agak jauh

"Ya udah, lain kali jangan sembarangan dekat-dekat perempuan semacam begitu. Hati-hati," pesan Dita.

Seno pun mengangguk.

"Iya, aku enggak akan dekat-dekat perempuan manapun lagi. Aku maunya di dekat kamu aja. Di dekat kamu jauh lebih aman," balas Seno.

"Waduh ... tahapan kalian berdua mulai jauh nih, kayanya," celetuk Vito sambil menahan tawa yang diikuti oleh Riris, Denis, dan Fandi.

Kiki hanya bisa menggeram penuh emosi karena rencananya gagal dan Seno justru semakin dekat dengan Dita.

* * *

KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang