26 | Keputusan Seno

1K 103 5
                                    

Kedua mata Dita mengerejap pelan saat merasakan sentuhan-sentuhan yang cukup membuatnya merasa nyaman. Ia berusaha mengenali tempat dirinya berada saat itu, serta berusaha mengenali satu wajah yang tampak sedang mengurusnya.


"Alhamdulillah, akhirnya Kak Dita bangun. Kak Denis! Kak! Kak Dita udah bangun!" seru gadis yang baru saja memanggil Denis.

Kepala Dita benar-benar terasa pusing dan seluruh tubuhnya terasa sakit luar biasa. Seakan baru saja ada yang mencoba membuat dirinya remuk. Sosok Denis kini terlihat memasuki kamar yang Dita tempati bersama gadis tadi. Vito, Fandi, dan Kiki mengikuti langkahnya tak lama kemudian.

"Alhamdulillah, Dit. Alhamdulillah kamu udah sadar," ungkap Fandi, yang mulai menangis.

"Fan? Kamu kok nangis? Ada apa, Fan? Aku kenapa?" tanya Dita, benar-benar merasa kebingungan.

"Ya Allah, Dit. Tadi aku pikir kamu enggak akan bisa balik lagi. Kamu mendadak menggila dan berteriak tepat sebelum kita berdua sampai ke pintu dapur. Setelah kamu teriak, kamu langsung berlari ke kamar utama dan mencekik Riris dengan kuat," jelas Vito, dengan ekspresi yang begitu ngeri karena kejadian tadi.

"Hah? Aku? Aku mencekik Riris? Mana mungkin, Vit. Aku enggak mungkin melakukan itu sama Riris. Dia orang terdekatku dan aku enggak mungkin menyakiti dia. Tadi aku cuma pingsan, Vit. Aku lihat nenek berwajah seram itu mencekik Riris di kamar utama, terus aku pingsan waktu dia mendekat ke arahku," elak Dita.

"Dit," sela Kiki. "Kamu memang melakukannya. Kamu yang mencekik Riris, Dit. Kami semua melihat dengan mata kepala sendiri saat kamu melakukannya. Kamu tadi kesurupan, dan apa yang kamu lakukan kepada Riris memang bukan keinginan kamu tapi keinginan setan yang merasuki tubuh kamu."

Dita benar-benar sudah tak mampu berkata-kata lagi, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Kiki. Nafasnya kembali menjadi tak beraturan karena stress dengan semua kejadian tak masuk akal yang dialaminya. Gadis yang tadi mengurusnya kini kembali mendekat dan mencoba menenangkan Dita seperti tadi. Gadis itu memberi Dita minum, agar perasaannya bisa kembali tenang.

"Pokoknya saya enggak mau tahu!" tegas Seno.

Suara Seno kini terdengar jelas di dalam rumah itu. Dita pun sadar bahwa mungkin telah terjadi sesuatu di luar sana setelah ia tak menyadari apa-apa.

"Sabar, Nak Seno. Sabar dulu," bujuk Pak RT.

"Saya harus sabar bagaimana lagi, Pak? Masalahnya ini udah gawat! Sahabat saya sampai kesurupan dan yang satunya sampai harus dicekik oleh yang kesurupan! Dan dia sebagai pemilik kontrakan tidak mau jujur sejak awal, kalau memang rumah di blok D nomor tiga belas itu ada apa-apanya sejak pertama kali dibangun!" amuk Seno.

"Kalau saya jujur, mana ada yang mau menempati rumah itu? Saya juga cari uang, makanya saya tidak mengatakannya sejak awal kalau rumah itu memang berpenghuni. Mana saya tahu juga kalau akan terjadi kejadian mengerikan seperti tadi?"

Ridwan--pemilik kontrakan Permata Cemerlang--masih saja berupaya membela diri.

"Oh, jadi Pak Ridwan tidak jujur kepada sahabat saya saat akan mengontrak rumah itu karena takut tidak akan ada yang mau mengontrak di sana? Oke! Sekarang saya akan sebarkan berita mengenai kenyataan yang ada di kontrakan Pak Ridwan itu, biar sekalian semua orang di blok lain tidak ada lagi yang mau mengontrak di sana!" ancam Seno.

Dita berlari keluar kamar dan langsung menghampiri Seno untuk membuatnya tenang.

"Sen, udah Sen. Udah biarin aja kalau memang tidak akan ada penyelesaian. Jangan diperpanjang. Aku takut. Aku enggak mau balik lagi ke sana," mohon Dita, hampir menangis.

Seno pun segera meraih Dita ke dalam pelukannya dan membiarkannya menangis. Riris ikut keluar dari kamar lain di rumah itu sambil memegangi gips yang terpasang di lehernya.

"Dita benar, Sen. Udah biarin aja kalau dia enggak mau memberikan ganti rugi atas uang kontrak selama tiga tahun penuh yang udah Dita setor diawal. Biar dia dan keluarganya makan uang haram. Syukur kalau cuma makan uang haram aja. Siapa tahu semua setan yang ada di rumah kontrakan blok D nomor tiga belas itu akan mengikuti dia dan keluarganya melalui uang kontrakan yang dia makan. Lumayanlah, kalau kita bisa melihat dia menerima teror yang sama seperti yang Dita dan kita semua alami," ujar Riris, sengaja mengeluarkan kesinisannya tanpa ragu.

"Iya, sih. Riris ada benarnya juga, Sen. Lumayan buat tontonan orang satu Desa Sukamanah. Kapan lagi kita bisa nonton film horor secara langsung dan bukan buatan," tambah Kiki, sambil tersenyum sinis ke arah Ridwan.

Ridwan sudah malas bicara banyak. Dia langsung pergi begitu saja, setelah menolak mengembalikan uang kontrakan yang sudah Dita setor untuk mengontrak selama tiga tahun penuh. Pak RT kini menatap ke arah Dita yang tampak begitu pucat setelah melewati kejadian mengerikan yang sama sekali tidak disadarinya.

"Neng Dita sekarang enggak usah balik lagi ke rumah itu. Barang-barang Neng Dita udah dikeluarin sama warga yang tadi ikut membantu menghentikan Eneng saat kesurupan. Rumah itu udah dikosongkan, hanya paling barang-barang yang rusak enggak dibawa sama sekali dari sana," jelas Pak RT.

"Terima kasih banyak atas bantuannya, Pak RT. Peran Pak RT, Bu RT, dan warga Desa Sukamanah hari ini benar-benar sangat berarti bagi kami bertujuh, khususnya bagi Dita sendiri sebagai korban dari kebohongan pemilik kontrakan," ucap Seno, seraya menjabat tangan Pak RT.

"Sama-sama, Nak Seno. Itu jelas memang tugas saya sebagai Ketua RT di sini. Hanya saya memang enggak bisa melakukan apa-apa untuk membujuk pemilik kontrakan itu. Dia bukan orang sini, jadi saya tidak terlalu mengenalnya."

"Enggak apa-apa, Pak. Saya udah ikhlas kok, kalau memang uangnya tidak akan dia kembalikan. Saya sangat berterimakasih atas bantuan yang saya dapatkan hari ini, meskipun saya sebenarnya masih belum paham tentang apa yang tadi terjadi. Tadi saya benar-benar tidak ingat apa-apa. Saya bahkan tidak tahu kalau sudah mencekik sahabat saya sendiri," Dita benar-benar sulit berhenti menangis.

Riris segera meraihnya dan merangkulnya, meskipun saat itu ia sedang menahan rasa sakit pada lehernya yang cedera akibat cekikan yang Dita lakukan kepadanya saat kesurupan.

"Udah, Dit. Udah. Aku baik-baik aja, kok. Kamu jangan banyak pikiran dulu. Jangan takut lagi, karena kamu sekarang udah aman dan jauh dari rumah kontrakan itu," bujuk Riris.

"Oh ya ... ngomong-ngomong, Neng Dita malam nanti mau tinggal di mana? 'Kan Neng Dita udah enggak tinggal di rumah kontrakan itu lagi," Pak RT baru teringat tentang hal tersebut.

"Dita akan tinggal di rumah saya mulai sekarang, Pak RT. Saya akan menikahi dia sore ini juga, agar dia tidak perlu lagi memusingkan soal ke mana akan pergi dan ke mana harus tinggal," jawab Seno yang tidak sedang bermain-main dengan keputusannya.

* * *

KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang