Dita baru selesai mandi dan berpakaian ketika akhirnya menginjakkan kaki di dapur, malam itu. Ia membuka kulkas untuk mengeluarkan bahan-bahan makanan yang akan dimasaknya. Seno tampaknya belum pulang dari kantor, sehingga belum menghubungi dirinya untuk menanyakan soal masakan yang akan ia masak untuk pria itu. Ketika membuka lemari piring, kedua mata Dita pun tertuju pada rantang susun yang semalam mendadak hilang dan juga berpindah-pindah sendiri. Dirinya kembali merasa merinding saat mengingat kejadian tersebut. Hal itu membuatnya segera buru-buru mengambil semua hal yang ia butuhkan, lalu segera menutup lemari piring tersebut.
Dita mulai memasak tiga menu seperti biasanya. Ia bukan sosok yang bisa memasak apa adanya saja. Ia merasa harus selalu memenuhi meja makan dengan adanya sayur dan lauk pauk. Setiap kali memasak ia selalu menegaskan pada dirinya, bahwa minimal harus ada tiga menu di meja makannya. Jika tidak bisa, maka artinya Dita sedang dihinggapi rasa malas dan Dita jelas takkan pernah membiarkan hal itu terjadi pada dirinya.Ketika baru saja menyelesaikan satu hidangan, Dita mendengar pintu depan diketuk beberapa kali. Ia berpikir bahwa itu adalah Seno atau Riris dan Fandi yang datang ke rumahnya. Ia mematikan kompor sejenak, agar kedua masakannya yang lain tidak gosong. Ia pun bergegas berjalan ke arah depan dan membukakan pintu. Namun saat pintu depan itu terbuka, tidak ada siapa-siapa yang terlihat oleh Dita. Keadaan di luar juga sangat sepi, jadi tidak mungkin kalau itu adalah tetangga yang mencoba mengunjunginya.
"Kok enggak ada orang, ya? Apa tadi aku salah dengar?" gumam Dita.
Dita--yang masih merasa heran--kemudian menutup pintu rumahnya kembali, lalu segera beranjak ke dapur untuk melanjutkan kegiatan memasaknya yang tertunda. Baru saja kompor kembali dinyalakan oleh Dita, pintu depan kembali terdengar diketuk. Kali ini Dita jelas tidak merasa salah dengar, karena ketukan itu benar-benar jelas berasal dari pintu depan. Ia kembali mematikan kompor dan berjalan cepat menuju pintu untuk membukanya. Namun lagi-lagi, tak ada siapa pun di depan pintu ketika Dita membukanya. Karena merasa kesal, Dita pun membanting pintu depan tersebut dan kembali menguncinya.
"Siapa sih, yang kurang kerjaan sekali malam-malam begini? Keterlaluan!" omelnya.
Di dapur ia kembali menyalakan kompor dan berusaha menyelesaikan masakannya dengan cepat. Namun lagi-lagi pintu depan kembali terdengar diketuk seperti tadi, membuatnya berdecak kesal sendirian.
"Siapa??? Ada perlu apa???" teriak Dita dari dapur, tanpa melangkahkan kakinya menuju ke pintu depan.
Tidak ada jawaban sama sekali, yang menandakan bahwa di balik pintu itu benar-benar tidak ada siapa pun seperti tadi. Dita kembali memusatkan perhatiannya pada masakan yang hampir matang, namun lagi-lagi ia kembali mendengar suara ketukan pintu dan kali ini jauh lebih keras daripada yang tadi. Hal itu membuat Dita buru-buru mengangkat masakannya ke atas piring lalu mematikan kompor, sebelum ia kembali berjalan ke arah pintu depan dan membukanya.
Tetap tak ada siapa pun di depan pintu rumahnya ketika ia kembali membuka pintu tersebut. Dita menutupnya kembali, namun kali itu--sesaat sebelum ia benar-benar menutup rapat pintunya--ia mendengar suara yang begitu lirih dari arah luar.
"Halo, Dita."
Kedua mata Dita mendadak terbelalak ketika mendengar suara itu. Sekujur tubuhnya merinding tanpa bisa dicegah. Ia buru-buru kembali menutup pintu itu dan menguncinya, lalu berlari ke arah dapur dengan perasaan takut yang luar biasa. Tangannya meraih pisau dari atas meja dekat kompor, nafasnya masih memburu ketika mencoba mengintip ke arah pintu depan. Keadaan mejadi sangat hening selama beberapa menit, hingga tak lama kemudian terdengar lagi suara ketukan di pintu depan seperti yang tadi ia dengar.
Dengan seluruh tubuh yang masih gemetar hebat dan kedua lutut yang hampir lemas akibat mendengar suara bisikan tadi, Dita kembali berusaha berjalan menuju ke pintu depan untuk membuka pintu. Suara ketukan itu terus terdengar olehnya dan semakin jelas ketika ia sampai di ruang tamu. Tangan kirinya mencoba meraih tuas pintu dengan sedikit gemetar. Ia memutar kunci, lalu menekan tuasnya agar pintu itu terbuka. Sambil menutup kedua matanya, ia memberanikan diri mengarahkan pisau yang dipegangnya dengan tangan kanan ke arah depan secara lurus.
"Astaghfirullah, Dita!!!" seru keenam orang yang tengah mengunjunginya saat itu.
Denis berhasil menangkap tangan Dita yang sedang memegangi pisau, lalu membuat pisau itu jatuh ke lantai teras. Dita membuka kedua matanya, dan tampak begitu lega saat tahu kalau yang mengetuk kali itu adalah keenam sahabatnya. Wanita itu akhirnya jatuh ke lantai dengan wajah pucat serta berkeringat dingin. Seno segera meraihnya dan menggendongnya ke dalam rumah. Riris menumpuk bantal sofa agar kepala Dita bisa disangga dengan baik.
"Dit? Dita? Kamu baik-baik aja 'kan, Dit?" tanya Seno, sambil menepuk-nepuk kedua pipi Dita dengan lembut.
"Dit? Bilang sama kita ada apa, Dit. Bangun dulu dan coba cerita," pinta Vito.
Fandi memberikan segelas air putih ke tangan Seno agar bisa memberi Dita minum. Kiki mengambilkan selimut dari dalam kamar utama agar kedua kaki Dita yang begitu dingin bisa segera hangat kembali. Usai minum air yang Seno berikan, Dita kini benar-benar terlihat jauh lebih tenang.
"Cerita, Dit. Ada apa?" pinta Riris sangat lembut, sambil mengusap-usap rambut Dita yang agak berantakan. Dita pun mulai menangis.
"A--ada ya--yang ketuk pi--pintu terus dari ta--tadi, Ris. Ta--tapi saat aku bu--buka, di depan pintu enggak ada siapa-siapa. Aku sa--sampai bolak-balik dari dapur tiga kali, dan ... dan yang terakhir saat aku mau tu--tutup pintu, aku dengar a--ada yang ngomong, suaranya lirih. Ka--katanya, 'halo, Dita'. Gitu, Ris. Ma--makanya ... aku bawa pisau saat ada ketukan lagi. Aku takut," ungkap Dita, terbata-bata.
"Astaghfirullah hal 'adzhim. Ya Allah, Dit. Sabar ya, mungkin itu cuma ada yang iseng aja. Sabar ya, Sayang," Riris berupaya menenangkan Dita dan memeluknya meski masih dalam kondisi Dita berbaring di sofa.
Dita masih menangis, Seno beranjak ke dapur dan melihat kalau Dita bahkan belum benar-benar menyelesaikan masakannya. Pria itu membawa dua buah piring saji ke atas meja yang sudah berisi masakan. Setelah itu ia kembali ke dapur dan meneruskan masakan Dita yang belum jadi. Denis mengembalikan pisau ke dapur, sementara Kiki kini menutup pintu depan agar Dita tidak lagi merasa terganggu.
Sayangnya, tak berapa lama kemudian pintu depan itu kembali terdengar diketuk seperti yang Dita ceritakan. Bahkan Seno dan Denis pun bisa mendengar suara ketukan itu dari dapur, sehingga mereka berdua berhenti memasak dan segera mendekat pada yang lain.
"Siapa?" tanya Vito.
Tak ada jawaban sama sekali dan semuanya tampak sepi seperti tadi.
"Hei, coba intip dari jendela aja," saran Fandi pada Vito.
Vito pun segera mendekat ke jendela ditemani oleh Kiki. Mereka berdua sama-sama mengintip keluar melalui jendela itu, dan mendapati satu sosok yang tengah tersenyum meski wajahnya terlihat hangus.
"ARRGGHHHH!!! ITU POCONG!!!" teriak Vito dan Kiki seraya menjauh dari jendela.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...