"Wa'alaikumsalam," jawab Dita dan Seno dengan kompak, seraya menoleh ke arah pintu.
"Wah ... ada acara makan-makan tapi enggak ngundang kita berdua. Keterlaluan kamu, Dit. Keterlaluan," sindir Fandi."Tahu nih, masa yang diajak makan-makan cuma Seno doang," rajuk Riris.
"Enggak usah ngomong yang macam-macam! Nanti aku sambit kalian pakai tutup rantang, baru tahu rasa!" omel Dita, sambil memeragakan niatan sambit-menyambit yang menjadi hobinya.
Seno dengan cepat menahan tangan Dita, agar tidak benar-benar menyambit Riris maupun Fandi menggunakan tutup rantang tersebut. Pria itu kembali mengusap-usap puncak kepala Dita agar wanita itu tidak perlu terlalu lama mengomel. Riris dan Fandi ingin mengomentari adegan yang mereka lihat saat itu, namun mereka lebih tertarik ada tutup rantang yang sedang dipegang oleh Dita.
"Ngomong-ngomong, kenapa tutup rantangnya kamu pegang-pegang di situ sementara rantangnya sendiri ada di meja teras?" tanya Riris, yang baru saja selesai membuka high heels.
Mendengar hal itu, Seno dan Dita pun langsung terlihat kaget serta tak bisa berkata-kata. Kedua orang tersebut langsung melesat dari meja makan ke arah teras, sehingga membuat Riris dan Fandi merasa kaget dengan tingkah laku mereka.
"Loh, kok rantangnya bisa ada di teras? Tadi 'kan aku simpan rantang itu di meja makan, Sen, sebelum dia hilang mendadak," ujar Dita, benar-benar kebingungan.
"Tadi pas aku datang juga enggak ada rantang di sini, Dit. Kalau ada udah pasti aku akan kasih tahu kamu dong, seperti Riris ngasih tahu kamu barusan," jelas Seno.
Riris dan Fandi kini saling menatap satu sama lain, usai mendengar apa yang dikatakan oleh Dita dan Seno.
"Maksudnya, itu rantang pindah sendiri dari meja makan ke meja di teras ini?" tanya Fandi, sedikit merasa aneh mendengar semua itu.
"Enggak tahu, Fan. Bisa aku bilang 'iya', bisa aku bilang 'entahlah'. Tadi aku rencananya mau isi rantang itu dengan masakan yang sudah aku masak, biar Seno bisa bawa pulang. Tapi setelah aku bukain Seno pintu dan kembali ke meja makan, rantang itu udah enggak ada di sana. Padahal aku masih pegang tutup rantangnya seperti yang kamu dan Riris lihat tadi. Karena aku enggak punya rantang yang lain setelah rantang itu hilang, akhirnya Seno makan malam di sini," jelas Dita.
"Kok bisa, sih? Masa iya rantangnya jalan sendiri dari meja makan ke meja teras? Kalau pun iya rantangnya jalan sendiri, ya masa juga kalian berdua enggak lihat dia lewat. Rantang yang beradu dengan lantai itu 'kan pasti berisik," ujar Riris.
KLONTRAAANNNGGGG!!!
"ASTAGHFIRULLAH HAL 'ADZHIM!!!" teriak Riris dan Dita.
Mereka berempat segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan cepat serta menguncinya. Debaran jantung mereka berpacu tak menentu saat rantang yang tengah mereka bicarakan terjatuh sendiri dari meja teras. Seno dan Fandi kini sama-sama mengintip keluar melalui jendela, setelah menyibak gorden perlahan-lahan.
"Itu rantang kenapa bisa jatuh ke lantai, sih? Tadi perasaan rantangnya ada di tengah-tengah meja, deh!" Riris kini sedang mendekap Dita erat-erat.
"Intinya itu rantang enggak mungkin tertiup angin. Itu rantang, bukan tisu yang bisa terbang begitu aja kalau ada angin," ujar Dita, sedikit gemetaran.
"Iya, juga. Kamu jelas benar Dit. Itu rantang, bukan tisu. Jadi sekarang pertanyaannya adalah, kenapa dia bisa jatuh ke lantai? Padahal tadi posisi rantangnya ada di tengah-tengah meja teras," cetus Fandi, yang tampak sedikit memucat.
"Ya mana Dita tahu, Fan. Rantangnya pindah sendiri dari meja makan ke meja teras aja Dita enggak tahu, apalagi alasan kenapa rantangnya bisa jatuh dari meja teras barusan," ujar Seno, mencoba membuat Fandi berpikir jernih.
Seno jelas benar. Fandi tidak bisa membantah hal itu. Dita memang tidak tahu apa-apa dan sekarang wanita itu tampak benar-benar ketakutan. Mereka berdua kembali mengintip ke teras dan menatap ke arah lantai yang menjadi tempat rantang tadi jatuh. Namun saat kedua pria itu menatap lebih jelas, lantai di teras itu sudah tidak terdapat apa-apa. Rantang yang tadi jatuh pun sudah tidak ada pada tempatnya.
"Eh? Rantangnya ke mana, Sen?" tanya Fandi.
"Enggak tahu, Fan. Ini juga lagi coba kulihat sampai ke lantai samping," jawab Seno.
Dita dan Riris yang masih saling berpelukan di sofa kini sama-sama mengerenyitkan kening mereka, ketika mendengar bahwa rantang yang tadi jatuh ke lantai mendadak hilang dari lantai teras.
"Serius, Sen! Rantangnya enggak ada di lantai!" seru Fandi.
"Iya, aku tahu Fan. Tapi ... mau hilang ke mana lagi itu rantang, setelah tadi hilang dari meja makan dan pindah ke meja teras?" Seno sendiri ikut merasa bingung.
Dita--entah mengapa--mendadak merasa merinding hingga bulu kuduknya berdiri. Perasaannya begitu tidak enak, namun kepalanya seakan memaksa untuk menoleh ke arah meja makan.
"I--itu ... itu ... ra--rantangnya kembali ke meja makan," ujar Dita, terbata-bata.
Sontak Riris, Fandi, dan Seno pun menoleh ke arah yang sama dengan arah pandang Dita saat itu. Mereka terpaku di tempat masing-masing dengan perasaan merinding yang tak bisa dijelaskan, setelah melihat sendiri rantang yang tadi ada di lantai teras benar-benar telah kembali ke meja makan.
KLONTRAAANNNGGGG!!!
"AAAARRRRRGGGGGHHHHH!!!"
Mereka berteriak dan segera membuka pintu yang tadi sudah ditutup dan dikunci. Rantang itu mendadak jatuh sendiri untuk yang kedua kalinya, dan kali ini mereka melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana saat rantang itu bergeser dari posisinya. Seakan ada yang mendorongnya dari atas meja makan.
Kiki, Denis, dan Vito tiba tak lama kemudian setelah Seno menghubungi mereka. Dita masih tampak gemetaran di pelataran depan kontrakan blok D tersebut. Keadaan benar-benar sangat sepi, karena penghuni-penghuni rumah di deretan blok D itu tampaknya belum ada yang pulang kerja.
"Kalian serius? Rantangnya benar-benar menghilang sendiri, pindah-pindah sendiri, dan bahkan jatuh sendiri ke lantai?" Denis ingin memastikan agar lebih jelas.
Dita pun mulai menangis.
"Demi Allah, Den. Untuk apa juga kita bohong? Aku enggak lihat hal itu sendirian. Ada Seno, Fandi, dan Riris di samping aku. Mereka juga lihat, Den," jawab Dita.
Denis pun langsung memeluk Dita untuk membuatnya tenang. Riris sendiri masih memeluk Fandi dan tidak berani membuka matanya sejak tadi. Seno, Kiki, dan Vito kini berusaha kembali masuk ke rumah itu. Rantang yang tadi jatuh dari meja makan masih berada di lantai dan sama sekali tidak berpindah. Vito berusaha meraih satu persatu rantang itu dan Kiki menyusunnya bersama Seno.
"Kami semua merinding tadi, waktu rantang ini benar-benar kembali ke meja makan setelah jatuh di lantai teras. Kami pikir hanya sampai di situ aja kejadiannya. Ternyata, rantangnya bergeser sendiri dari meja makan dan jatuh dengan cepat ke lantai," jelas Seno.
"Mungkin enggak sih, kalau rumah ini ... ada penghuninya?" tanya Kiki, sedikit berhati-hati saat berucap.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...