DITA
Kalian mau datang ke Cafe siang ini? Aku lagi mengadakan penerimaan give away untuk pelanggan yang terpilih?
Umpan benar-benar disebar oleh Dita melalui grup Whatsapp. Ia sudah melihat rekaman CCTV dan mendapatkan wajah dari perempuan yang dihubungi melalui video call oleh salah satu orang dalam circle-nya. Ia tahu persis siapa yang dituju oleh orang itu untuk dipermalukan. Maka dari itu kini Dita sedang bermain dengan keahlian photoshop yang dimilikinya, setelah mendapatkan wajah dari perempuan yang dihubungi melalui video call tersebut.
FANDI
Catat nama aku dibarisan paling pertama! Aku enggak mau tahu!RIRIS
Astaghfirullah, Fandi! Kamu itu kupingnya benar-benar sensitif sama kalimat give away, ya? Enggak bisa banget lihat ada kalimat give away, langsung aja gercep minta namamu ada di barisan pertama!Dita membaca kedua pesan itu sambil menahan tawa. Riris dan Fandi memang selalu saja saling menyindir dan mengomel satu sama lain. Namun mereka berdua adalah yang paling dekat dengan Dita dan tak pernah terpisahkan sejak masih SMP. Meskipun Denis dulu juga bersahabat dekat dengan Dita, keberadaan Denis masih kalah jika dibandingkan dengan keberadaan Riris dan Fandi di dalam hidup Dita.
VITO
Kalau Fandi mau ada dibarisan pertama, bolehlah aku dibarisan kedua ya, Dit. Oke, bestie?RIRIS
Sejak kapan kamu jadi bestie-nya Dita, Vit? Enggak usah mengkhayal mau geser posisi aku deh!DENIS
Aku dibarisan ketiga, Dit. Tulis namaku! Aku enggak mau tahu!KIKI
Tolong minggir, ya. Aku adalah orang yang akan selalu menempati posisi pertama jika itu menyangkut give away.RIRIS
PeDe amat si Kiki. Salah minum obat ya, Ki? Minum obat sana!SENO
Insya Allah aku pasti datang, Dit. Buat makan siang tapi, bukan buat ikut rebutan give away sama sekumpulan macan.DITA
Oke, Sen. Aku mendukung keputusan kamu. Sebaiknya kamu memang enggak berada di tengah kumpulan macan seperti mereka berlima.Dita kini sudah mencetak hasil pekerjaannya di photoshop. Wanita itu tersenyum saat melihat hasilnya, lalu bergegas keluar dari ruangan pribadinya yang terletak di lantai dua.
"Saat niatannya terlaksana, maka aku juga akan melaksanakan niatanku. Kita lihat aja, siapa yang akhirnya akan merasa dipermalukan hari ini," batin Dita.
Tepat pukul dua belas siang, akhirnya acara give away yang Dita laksanakan mulai berjalan. Pelanggan Star Cafe yang datang siang itu mendapatkan nomor undian yang nanti akan dipilih oleh Helmi dengan cara meraih bola berisi angka di dalam sebuah kotak. Hadiah dalam acara give away pun sudah dipajang oleh Dita dan Herman, sebagai kedok agar membuat keenam orang yang harapkan kedatangannya oleh Dita benar-benar bisa datang.
"Wah! Tumbler Corkcicle dong, hadiahnya!" seru Riris, tampak cukup kaget dengan hadiah dari acara give away yang Dita pajang saat itu.
"Dit ... kamu enggak salah, 'kan? Tumbler Corkcicle itu mahal, loh," heran Fandi.
"Mahal? Aku rasa enggak tuh. Harganya masih terbilang cukup murah, kok. Bagiku ... intinya adalah hasil dari acara give away hari ini, Fan. Aku enggak sabar ingin melihat hasilnya," ujar Dita, tanpa berhenti tersenyum.
Jawaban Dita terdengar biasa saja. Namun jika dicermati lebih jauh, kalimat yang Dita keluarkan saat itu sangatlah merujuk pada suatu hal yang lebih spesifik. Sayangnya, tidak ada yang menyadari maksud ucapan Dita saat itu termasuk Riris ataupun Fandi. Mereka hanya terpaku pada acara give away yang Dita adakan saat itu, sehingga mudah sekali terkecoh.
Vito, Denis, Kiki, dan Seno tiba di Cafe itu tak lama kemudian. Mereka duduk di meja yang Riris dan Fandi tempati, seperti yang terjadi kemarin siang. Dita kali itu tidak bisa bergabung dengan mereka karena sedang berpura-pura sangat sibuk. Padahal jika ingin, Dita bisa saja meminta Herman untuk menggantikan pekerjaannya.
"Kamu serius enggak mau ikutan berharap mendapat salah satu hadiah dari acara give away itu, Sen?" tanya Riris.
"Iya. Aku enggak mau berharap, Ris. Tapi tetap aja 'kan, aku juga dapat nomor undiannya karena akan makan siang di sini. Jadi ... mau menang ataupun tidak, aku enggak akan ambil pusing," jawab Seno, apa adanya.
"Bagus. Berarti saingan kami sekarang sudah berkurang," sahut Fandi.
Helmi pun kini tampak akan membuka acara give away itu.
"Selamat siang semuanya, para pelanggan setia Star Cafe," sapa Helmi.
"Selamat siang!!!" jawab para pelanggan yang begitu antusias dengan cara give away hari itu.
"Seperti yang kalian semua ketahui, bahwa hari ini akan ada acara give away bagi tiga orang pelanggan yang beruntung. Untuk hadiahnya sendiri bisa kalian semua lihat di sini, yaitu ada tiga buah Tumbler Corkcicle yang berbeda-beda ukuran. Untuk pelanggan beruntung ketiga, akan mendapatkan Tumbler Corkcicle ukuran tiga ratus mililiter. Untuk pelanggan beruntung kedua, akan mendapatkan Tumbler Corkcicle ukuran empat ratus mililiter. Dan untuk pelanggan beruntung pertama, akan mendapatkan Tumbler Corkcicle ukuran lima ratus sepuluh mililiter berserta tanda tangan dari pemilik Star Cafe pada tumbler-nya," ujar Helmi, menyelipkan candaan pada akhir kalimat yang ia ucapkan.
Semua orang jelas tertawa saat mendengar hal itu, dan bahkan Dita pun terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berekspresi menahan tawa. Seno memperhatikannya dan--entah mengapa--kini ia juga jadi ikut menahan tawa seperti yang Dita lakukan. Ia yang awalnya tidak ingin berambisi ingin memenangkan sesuatu pada acara give away itu, mendadak menjadi ingin menempati posisi pertama setelah mendengar bahwa hadiahnya akan disertai tanda tangan dari Dita. Perasaannya mendadak tidak lagi bisa tenang dan di dalam dadanya ada gemuruh perlahan hanya karena mengingat Dita yang saat itu tidak ada di sampingnya.
"Oke. Mari kita mulai pengundiannya," ajak Helmi.
Helmi mulai mengaduk pelan sebuah kotak yang bisa terlihat dari segala sisi berisi bola-bola kaca dengan nomor di dalamnya. Dita sudah memberi tahu Helmi soal siapa yang harus menjadi pemenang hadiah utama hari itu, karena hal itu akan memancing kemarahan seseorang.
"Oke, pelanggan beruntung yang ada di urutan ketiga adalah ..." Helmi membuka bola-bola kaca yang diambilnya, "... selamat untuk pelanggan nomor tiga puluh empat!"
Tepuk tangan bergema di seluruh sudut Star Cafe hari itu. Pelanggan dengan nomor undian pun maju untuk menerima hadiahnya yang diserahkan langsung oleh Dita sebagai pemilik Cafe.
"Oke, mari kita lanjutkan acara pengundiannya."
Helmi kembali mengaduk-aduk kotak kaca dan kembali mengambil satu bola-bola kaca berisi nomor undian.
"Pelanggan beruntung yang ada di urutan kedua adalah ..." Herman membantu Helmi membuka bola-bola kacanya, "... selamat untuk pelanggan nomor delapan belas!"
Acara itu semakin memanas, karena telah tiba saatnya untuk mencari tahu pelanggan paling beruntung yang akan ada di urutan nomor satu. Seno menatap Dita diam-diam sambil menikmati makan siangnya yang hampir habis. Ia masih berharap, namun tidak ingin terlihat berharap ingin memenangkan hadiah utama hari itu.
"Ini dia puncaknya!" seru Helmi yang sedang membuka bola-bola kaca. "Pelanggan beruntung yang ada di urutan pertama hari ini, adalah ...."
Kiki juga tampak berharap akan memenangkan posisi itu dan Dita bisa melihat ambisinya dengan jelas meski hanya sekilas.
"... selamat untuk pelanggan nomor tujuh!!!"
Seluruh tubuh Seno pun mendadak menegang saat nomor undiannya disebut dengan lantang oleh Helmi. Ia segera berdiri dari kursinya, sehingga membuat Dita menoleh ke arahnya dan tersenyum seakan tak percaya. Kiki jelas merasa marah atas keberuntungan yang terjadi pada Seno saat itu. Namun kenyataan tersebut jelas tak bisa ia ubah sama sekali.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...