Seno mengetuk pintu rumah Pak RT. Kiki terus menemani Seno, karena jelas Kiki tidak mau kalau Seno sampai kalah debat nantinya dengan pemilik kontrakan Permata Cemerlang yang akan mereka temui. Pak RT membukakan pintu rumahnya tak lama kemudian. Seno dan Kiki pun dipersilakan masuk agar bisa duduk serta berbicara dengan tenang di ruang tamu rumah itu. Bu RT datang membawakan teh untuk mereka tak lama kemudian, lalu menyajikannya ke atas meja.
"Silakan diminum, Nak Seno ... Nak Kiki ... maaf kalau saya hanya bisa menyajikan teh hari ini tanpa ada cemilan. Kebetulan saya belum sempat ke pasar," ujar Bu RT."Terima kasih, Bu RT. Tidak perlu repot-repot. Karena kedatangan kami ke sini sebenarnya tidak lama," balas Kiki, sopan.
"Ada perlu apa? Apakah ada hal yang bisa kami bantu?" tanya Pak RT.
Bu RT tampak duduk di samping Pak RT setelah menyajikan teh ke atas meja. Pak RT maupun Bu RT tampak tertarik untuk mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh Seno dan Kiki.
"Begini, Pak RT ... Bu RT ... yang ingin kami sampaikan ini menyangkut salah satu pengontrak rumah, di kontrakan Permata Cemerlang," ujar Seno, memulai.
Pak RT dan Bu RT kini tampak saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, usai mendengar apa yang Seno sampaikan.
"Ada apa dengan salah satu pengontrak di kontrakan Permata Cemerlang? Kalian kenal?" tanya Bu RT.
"Kenal, Bu RT. Dia salah satu sahabat kami, yang sudah kami kenal sejak SMP. Namanya Dita. Dia tinggal di kontrakan itu baru empat hari, terhitung sampai hari ini," jawab Kiki.
"Iya, Bu RT. Itu benar. Baru empat hari dia tinggal di sana dan dia sudah mendapat gangguan-gangguan aneh selama empat hari tersebut. Demi Allah, kami sendiri bahkan ikut menyaksikan bagaimana gangguan-gangguan aneh itu terjadi. Mulai adanya pintu yang terbanting sendiri, rantang makanan hilang sendiri, ada pocong yang mengetuk-ngetuk pintu rumah kontrakan itu, dan terakhir terjadi tadi pagi ... shower di rumah itu mendadak mengeluarkan darah dan salah satu sahabat kami melihat adanya sosok menyeramkan di bawah shower tersebut," jelas Seno.
"Astaghfirullah hal 'adzhim!" ucap Pak RT dan Bu RT dengan kompak.
"Ya Allah, Pak, kajadian deui geuningan*," ujar Bu RT, seakan tengah mengingatkan Pak RT mengenai sesuatu.
Seno dan Kiki pun kini saling menatap satu sama lain usai mendengar hal tersebut.
"Maaf, Bu RT. Kalau boleh tahu, apakah sebelumnya sudah pernah ada kejadian yang sama seperti yang dialami oleh sahabat kami?" tanya Kiki.
"Sebentar, Nak Kiki. Sebelum pertanyaan Nak Kiki kami jawab, boleh kami tahu sahabat kalian itu mengontrak di blok apa dan nomor berapa?" tanya Pak RT, mencoba untuk mengendalikan situasi agar tetap tenang.
"Sahabat kami itu tinggal di rumah kontrakan blok D nomor tiga belas, Pak RT," jawab Seno dengan cepat.
"Aduh, Ya Allah! Di rumah itu lagi kejadiannya, Pak!" Bu RT tampak sangat resah. "Atuh kenapa sahabat kalian juga enggak laporan dulu kalau mau ngontrak di situ. Padahal kalau lapor dulu ke sini mah kita bakalan kasih tahu biar enggak ngontrak di rumah blok D nomor tiga belas itu, Nak Seno."
"Saya juga udah tanya, Bu RT. Tapi kata sahabat kami, yang punya kontrakan bilang padanya bahwa dia yang akan melapor pada Pak RT dan Bu RT. Jadi ceritanya sahabat saya itu tinggal di sana udah tahu beres soal pendataan sebagai penduduk baru di Desa Sukamanah ini," jelas Seno.
"Wah ... itu mah namanya dia teh berniat menipu pengontrak. Dia sama sekali enggak laporan apa-apa kepada kami. Bahkan, kami baru tahu sekarang kalau rumah blok D nomor tiga belas itu sudah kembali terisi oleh pengontrak baru," ujar Pak RT, tampak sangat menyesali tindakan si pemilik kontrakan.
"Pak RT ... tolong jujur aja sama kami. Sebenarnya ada apa dengan rumah di blok D nomor tiga belas itu?" pinta Kiki yang sejak tadi sudah merasa penasaran.
Lagi-lagi Pak RT dan Bu RT saling menatap satu sama lain sebelum menjawab pertanyaan yang Kiki ajukan.
"Jadi awalnya mah semua baik-baik aja, Nak Kiki. Rumah itu sama kok, seperti rumah kontrakan yang lainnya di blok A, B, dan C. Hanya ternyata, pemilik kontrakan itu enggak jujur sama pengontrak ataupun sama kami, bahwa rumah itu adalah satu-satunya yang dia bangun tepat di atas tiga buah makam. Dia membangun rumah itu tanpa memindahkan makamnya terlebih dulu ke pemakaman Pasir Kunci. Kita teh 'kan enggak tahu itu makam siapa awalnya dan dimakamkan oleh siapa. Nah terus, yang punya kontrakan baru bicara jujur sama kami, setelah ada kejadian dua kali di rumah itu," jelas Bu RT.
"Iya, itu benar. Dan kejadiannya terjadi pada dua orang pengontrak yang berbeda. Pengontrak pertama mengontrak di bulan Mei. Dia bisa keluar dari sana dengan selamat, setelah terjebak di dalam kamar bagian tengah selama dua hari. Empat bulan kemudian ada pengontrak baru lagi. Dia pengontrak kedua yang tidak bisa diselamatkan. Dia teh meninggal di kamar mandi rumah itu, tepat di bawah shower yang menyala dengan kondisi leher terlilit selang showernya," tambah Pak RT.
Seketika Seno dan Kiki pun teringat dengan sosok yang dilihat oleh Riris di kamar mandi tadi pagi. Mereka merasakan perasaan merinding yang hebat, hingga membuat pikiran mereka tak bisa bekerja seperti biasanya. Ponsel milik Seno berbunyi tepat pada saat ketakutan itu sedang menghantui mereka. Kedua tangan Seno gemetaran saat mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.
"Halo ... assalamu'alaikum, Den. Ada apa?" tanya Seno, sedikit kaku dari biasanya.
"Seno!!! Ke sini cepat sama Kiki!!! Dita kesurupan, Sen!!! Dia sekarang lagi mencekik Riris dan kita enggak bisa menarik tubuhnya sama sekali!!!" teriak Denis, benar-benar panik.
Seno menatap panik ke arah Pak RT, Bu RT, dan Kiki.
"Dita kesurupan, Ki! Dita kesurupan dan sekarang lagi mencekik Riris!" seru Seno.
"Astaghfirullah hal 'adzhim! Ayo cepat, kita ke sana sekarang juga!" ajak Pak RT, ikut panik.
"Ibu mau panggil warga dulu, Pak. Nanti Ibu nyusul ke sana!" sahut Bu RT.
Mereka benar-benar bergegas menuju ke kontrakan Permata Cemerlang. Mereka berlari-lari tanpa peduli dengan beberapa pasang mata yang tak sengaja bertemu mereka di tengah jalan.
"Aya naon eta teh? Naha Pak RT lulumpatan kitu sareng dua bujang? Siga aya nu gawat**."
"Duka atuh, Kang. Mereun aya kajadian deui dina kontrakan Permata Cemerlang. Eta geuning, dina bumi nu aya di blok D nomor tiga belas***."
"Eh? Didinya aya jalmi anu nempatan deui, kitu?****"
* * *
TRANSLATE :
*kejadian lagi ternyata
**Ada apa itu? Kenapa Pak RT lari-lari begitu sama dua anak muda? Seperti ada yang gawat.
***Enggak tahu, Kang. Mungkin ada kejadian lagi di kontrakan Permata Cemerlang. Itu loh, di rumah yang terletak di blok D nomor tiga belas.
***Eh? Di situ ada orang yang menempati lagi, gitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...