Keempat pria itu benar-benar duduk di tempat yang sudah disiapkan oleh pihak restoran sesuai dengan keinginan Riris. Riris juga mengarahkan pada pihak restoran di hotel itu agar jika Intan muncul, wanita itu harus diarahkan untuk menempati meja yang ada tepat di depan meja yang tadi sudah ia dapatkan. Pihak restoran itu setuju, karena Riris berdalih akan mempertemukan teman lama di sana.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Intan benar-benar muncul di restoran hotel bintang empat tersebut. Kiki yang awalnya ingin sekali menolak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Dita, Riris, dan Fandi soal keberadaan wanita itu pun langsung tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sekarang Kiki hanya ingin melihat keseluruhan cerita yang sesungguhnya, yang tak pernah ia ketahui.Intan tampak diarahkan oleh salah satu pelayan restoran tersebut untuk menempati meja yang sudah dipilihkan oleh Riris. Tak lama berselang--kira-kira lima menit kemudian--datanglah Jaka bersama dengan Yatna, Marwan, Amir, dan satu orang pria lagi yang sama sekali tidak dikenali oleh Kiki. Kelima pria itu pun duduk di meja yang sama dengan Intan, lalu pria yang tidak mereka kenal itu tampak berjabat tangan dengan Intan. Intan pun membalas jabat tangannya diiringi dengan gerakan tubuh yang sangat sensual.
"Kenalin, Tan. Ini temanku, namanya Tomi. Dia mau booking kamu hari ini sampai jam sembilan malam. Enggak ke mana-mana, kok. Cuma di kamar aja, senang-senang," ujar Marwan, to the poin.
Hal itu terdengar jelas oleh Kiki, Denis, Seno, dan Vito. Seno, Vito, dan Denis hampir saja ingin mengumpat dengan bahasa paling kotor yang bisa mereka pikirkan, andai saja mereka tidak memikirkan bahwa saat itu mereka hanya ingin membuat Kiki tahu tentang siapa orang-orang busuk yang ingin sekali membuatnya hancur di masa lalu.
"Soal berapa jam dan apa pun yang akan dilakukan oleh mereka berdua itu urusan gampang, Wan. Yang harus kamu bicarakan di sini adalah payment-nya. Mau cash atau transfer? Terus ... dia kira-kira setuju atau enggak sama nilai yang akan aku sebutkan? Kamu tahu 'kan, kalau mau main sama Intan itu harganya enggak sedikit," sahut Jaka, mewakili Intan yang hanya tersenyum-senyum saja sejak tadi sambil memainkan ujung rambutnya.
"Tenang aja. Tomi ini bisa mengeluarkan uang sebanyak apa pun yang kamu minta. Intinya ... dia mau dikasih servis sampai puas sama Intan," ujar Yatna.
"Oke. Sepuluh juta perjam. Hitung sendiri totalannya. Tergantung dari berapa jam mau diservis," Jaka mengatakan secara blak-blakan.
"Deal! Aku tunggu dia di kamar," balas Tomi dengan cepat.
Pria bernama Tomi itu segera pergi setelah menyerahkan sebuah amplop berwarna cokelat ke tangan Jaka. Jaka kini tampak menghitung uang di dalam amplop itu, lalu tersenyum ke arah Yatna, Marwan, Amir, dan Intan.
"Nanti malam kita bakal party!" seru Jaka.
"Oh, itu harus! Enggak boleh kita lewatkan yang namanya party!" sahut Amir, tampak bersemangat.
Dita, Riris, dan Fandi pun masuk melalui pintu utama restoran tak lama kemudian. Intan jelas mengenali mereka, wanita itu pun langsung memberi tanda pada Jaka, Yatna, Amir, dan Marwan untuk melihat ke arah mereka bertiga. Ketiga orang itu melambaikan tangan, seakan sedang menyapa ke arah meja yang Intan tempati.
"Idih! Ngapain mereka melambai ke arah kita?" sinis Intan.
"Hai, bestie! Sini buruan! Itu pesanan makan siang kita udah mau siap!" seru Vito dengan sengaja.
Intan, Marwan, Jaka, Yatna, dan Amir serempak menoleh ke arah meja yang ada di belakang mereka saat itu. Seketika mereka berlima tampak sangat kaget ketika melihat siapa keempat orang yang duduk di sana, setelah mereka semua membuka masker dari wajah masing-masing.
"Bestie-ku! Aku lapar!" adu Riris, sok imut.
"Iya, nih. Si Fandi nyetirnya persis banget sama siput. Makanya kita telat nyampe ke sini," tambah Dita yang langsung duduk di samping Seno.
"Yee! Bersyukur dong! Daripada aku nyuruh kalian berdua naik becak ke sini! Pilih mana?" omel Fandi.
Kiki sengaja merangkul Riris, agar dirinya tidak terlihat mengenaskan setelah tahu bahwa dirinya pernah berselingkuh dan berpacaran dengan perempuan sewaan seperti Intan. Wajah Intan sendiri saat itu sudah memucat tak karuan, sementara yang lainnya tampak salah tingkah dan berusaha menyembunyikan wajah masing-masing. Mereka jelas malu karena Kiki ada di antara ketujuh orang di meja belakang. Hal yang tak pernah mereka bayangkan akan terjadi di masa depan.
"Jadi gimana? Ada berita apa hari ini?" tanya Denis, dengan wajah begitu antusias.
"Kita melulu perasaan yang ditanya setiap ngumpul. Kalian berempat enggak ada yang mau diceritain gitu? Gantian dong. Kita 'kan juga butuh berita-berita yang hot," ujar Fandi sambil pura-pura bertarung tinju dengan Vito.
"Oh ... mau berita yang hot? Nanti deh, kita ceritain kalau reunian SMP jadi terlaksana. Pokoknya berita yang kita punya ini, lebih hot dari yang hot," tegas Kiki.
"Nah, benar tuh! Aku setuju sama Kiki. Kita akan ceritakan berita hot itu saat reuni SMP terlaksana. Jadi sekarang, dari kalian bertiga ada yang punya kabar baru, kabar baik, atau kabar-kabar lainnya?" Denis kembali bertanya soal kabar.
Seno pun mengangkat tangannya dengan cepat, sehingga semua orang kini menatap ke arahnya.
"Aku punya berita," ujar Seno.
"Oke. Kamu punya berita apa, Sen?" tanya Vito, mewakili yang lainnya.
Seno pun menoleh ke arah Dita dan tampak tersenyum selama beberapa saat.
"Aku dan Dita udah sepakat, bahwa dalam waktu dekat ini kami akan segera menikah," jawab Seno, benar-benar sesederhana yang selalu Dita harapkan sejak SMP.
Semua orang terpana selama beberapa saat usai mendengar hal itu. Kiki bahkan seharusnya merasa marah, jika saja ia tidak ingat bahwa Dita pernah ada untuknya, menyelamatkan nama baiknya, serta memberinya perlindungan meski ia tidak meminta. Jadi, pada saat itu Kiki benar-benar tidak bisa merasa marah atas berita mengejutkan yang baru saja Seno cetuskan dan ditanggapi dengan senyum bahagia oleh Dita.
"Jadi ... kita berdua berharap kalau kalian akan ...."
"Aku enggak mau kasih mereka hadiah tiket untuk pergi honeymoon!" potong Kiki dengan cepat. "Aku mau memberi hadiah yang lain pada mereka berdua! Jadi silakan bagi yang lainnya untuk menentukan siapa yang akan memberikan hadiah tiket pergi honeymoon untuk mereka."
"Aduh, Kiki! Wah! Keterlaluan kamu, Ki! Bisa-bisanya otak kamu udah duluan sampai pada proses honeymoon!" omel Riris, sambil menghadiahi pukulan penuh cinta untuk pria itu pada kedua bahunya.
Jaka memberikan tanda pada yang lainnya untuk segera pergi dari sana. Mereka tampaknya tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di restoran hotel bintang empat itu, karena takut akan terciduk lagi sedang bertransaksi oleh orang-orang yang mengenal mereka di SMP. Setelah orang-orang itu pergi, kini semua tatap kembali terarah pada Seno dan Dita.
"Jadi yang tadi itu pengumuman serius, atau cuma mau membuat heboh suasana aja?" tanya Fandi.
Dita kembali tersenyum, begitu pula dengan Seno.
"Insya Allah kami berdua serius, dan itu adalah keputusan yang sudah final," jawab Dita, mewakili Seno yang wajahnya sudah benar-benar memerah.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...