23 | Teringat Banyak Hal

1K 109 1
                                    

"Mereka terlalu cepat pergi," komentar Denis.


"Iya. Padahal tadinya aku mau ajak mereka makan siang sekalian, sama-sama kita di sini," tanggap Vito, yang tidak benar-benar ingin menanggapi demikian.

Yang lainnya tertawa, saat tanggapan Vito membuat Denis tersadar bahwa keberadaan Jaka, Intan, Marwan, Yatna, dan Amir hanya akan membuat nafsu makan mereka menghilang.

"Den, kamu tuh harusnya bersyukur karena mereka cepat-cepat pergi. Kalau mereka justru berlama-lama duduk di situ, entah apa yang akan terjadi sama telinga kita. Kamu enggak mau mendengar perkara yang dewasa-dewasa di tempat terbuka kaya begini, 'kan?" tanya Dita.

"Kalau dia jawab 'mau', mukanya bakalan langsung aku tampol pakai mangkuk zuppa soup ini," ujar Kiki, seraya bersiap-siap.

"Hush! Jangan sembarangan kamu, Ki! Masa kamu mau tampol mukanya Denis pakai mangkuk zuppa soup!" tegur Riris, seraya menukar mangkuk yang dipegang Kiki dengan mangkuk sup ayam. "Kekecilan, tahu! Tuh ... pakai mangkuk sup ayam. Biar tampolannya makin mantap!"

Seno, Vito, dan Kiki jelas langsung tertawa usai mendengar apa yang Riris katakan.

"Astaghfirullah, Riris! Kamu itu terkadang sebelas dua belas ya, sama Dita! Suka banget mendukung hal-hal yang bisa membuat wajah tampan seseorang menjadi pas-pasan!" omel Fandi.

"Udah ... jangan terlalu dipikirin, Fan. Si Denis memang kadang-kadang harus menerima tampolan dari seseorang, biar sadar dengan keadaan di sekitarnya. Udah jelas-jelas kita muak lihat mukanya orang-orang itu, eh, dia malah berharap mereka duduk lama-lama di dekat kita," ujar Vito.

Seno kini menatap ke arah Dita dan hendak menyampaikan sesuatu yang tadi belum sempat disampaikan.

"Dit, kita berenam mau ngomong serius sama kamu. Kamu harus ngomong yang jujur dan jangan ada yang ditutup-tutupi dari kami. Kami tidak akan menghakimi ataupun menilai kamu penakut. Karena ini demi kebaikan kamu juga," ujar Seno.

Dita pun segera meletakkan sendok dan garpu ke atas piringnya yang sudah kosong. Wanita itu meminum winter punch miliknya, lalu segera menyeka mulutnya menggunakan tisu agar tidak terlihat kotor.

"Oke. Insya Allah aku akan mendengarkan dan menceritakan hal yang kalian ingin tahu dengan sangat jujur. Aku enggak akan menutup-nutupi apa pun dari kalian," janji Dita.

Seno pun mempersilakan pada yang lainnya, yang memang ingin sekali bertanya kepada Dita sejak tadi pagi.

"Jadi begini, Dit. Sebenarnya kita berencana sejak tadi, bahwa hari ini juga kita mau mempertemukan kamu dengan pemilik rumah kontrakan yang saat ini kamu tempati," ujar Vito. "Alasannya enggak jauh-jauh, kok. Kita cuma pengen kamu hidup tenang dan tidak mendapat gangguan apa pun dari hal-hal yang berada di luar nalar kita sebagai manusia biasa. Melihat apa yang terjadi tadi pagi di rumah kamu, serta kejadian-kejadian kemarin yang kita lewati sama-sama, rasanya kita semua enggak rela kalau kamu harus tinggal di rumah itu lagi. Demi Allah, Dit, bagi kita tadi pagi adalah kejadian yang terparah. Coba bayangin, gimana kalau posisinya kamu di rumah itu sendirian dan lagi mandi, terus air dari shower mendadak keluar darah seperti tadi? Apa kira-kira yang akan terjadi sama kamu? Kamu bisa aja kena serangan jantung, Dit, akibat rasa takut bercampur panik yang sudah tidak bisa kamu atasi. Jadi sekarang tolong cerita sama kami berenam, termasuk sama calon Suami kamu sendiri. Kenapa kamu memilih rumah itu? Terus ... dari awal kamu pindah, apakah ada kejadian-kejadian yang janggal di rumah itu tapi kamu abaikan dan kamu anggap bukan apa-apa?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Dita pun kembali mengingat saat-saat ketika dirinya baru akan mengontrak rumah di Desa Sukamanah beberapa hari yang lalu.

"Awalnya tuh semua biasa aja, kok. Yang punya kontrakan nyuruh aku untuk lihat-lihat dulu rumah yang tersedia di jajaran blok D. Waktu itu aku sebenarnya kepengen kontrak rumah di blok A atau B, karena cukup dekat ke jalan Desa Sukamanah. Tapi ternyata rumah di kedua blok itu udah penuh semua, bahkan saat aku tanya bagian blok C ternyata juga sama. Ya udah, akhirnya aku lihat-lihat deh rumah-rumah kosong yang ada di blok D itu. Nah ... kenapa akhirnya aku memilih untuk mengontrak di rumah nomor tiga belas, itu karena fasilitas rumah dan juga keadaan di dalam rumah itu adalah satu-satunya yang paling bagus daripada fasilitas dan juga keadaan rumah kosong yang lain. Mulai dari tempat tidur udah ada, sofa udah ada, meja makan udah ada, terus plafon rumah itu aman dan tidak ada kebocoran sama sekali. Jadi aku pikir, ya udah kontrak di sini aja. Di blok D nomor tiga belas," tutur Dita.

Yang lainnya benar-benar mendengarkan tanpa menyela sama sekali sejak tadi. Mereka jelas sangat penasaran dengan kelanjutan penuturan Dita.

"Nah, setelah itu deal deh antara aku dan yang punya kontrakan. Aku pindahan dua hari kemudian dan semuanya lancar-lancar aja. Termasuk saat aku datang ke rumah itu, saat aku bersih-bersih, dan saat aku menata barang-barangku. Semua lancar. Tapi iya ... ada memang hal-hal janggal sejak awal yang aku abaikan dan aku lupakan karena kuanggap enggak penting."

"Nah, 'kan! Apa aku bilang. Pasti ada yang janggal di rumah itu sejak awal, tapi kamu abaikan karena kamu anggap tidak penting," sahut Vito.

"Terus kejadian anehnya apa aja, Dit? Bisa kamu sebutkan?" tanya Seno.

"Pertama tuh dihari aku baru pindah. Setelah aku bersih-bersih, aku terima telepon dari Herman yang meminta aku segera ke Cafe. Aku mau ambil handuk karena mau mandi dulu, tapi pas aku berbalik, di lantai tuh ada jejak kaki berlumpur yang jelas banget. Kakiku saat itu bersih, lantai udah aku pel juga. Aku sempat mikir, kok bisa ada jejak kaki lagi, padahal aku udah ngepel dan tadi semua udah bersih? Tapi ya udah, aku abaikan dan aku pel lagi lantainya karena buru-buru mau pergi kerja. Nah, setelah itu pintu kamar utama. Aku yakin banget sebelum ke kamar mandi, aku udah tutup itu pintu rapat-rapat. Eh, pas aku keluar dari kamar mandi, pintu kamar utama itu udah terbuka lebar banget. Aku mikirnya, apa aku yang nutupnya enggak terlalu rapat, gitu. So, kejadian itu lagi-lagi aku abaikan. Oh ya ... di kamar mandi, pertama kalinya aku mandi dihari pindahan itu. Aku juga sempat dengar suara lirih yang aku pikir, oh mungkin itu cuma suara air yang keluar dari shower. Tapi aku juga yakin banget kalau itu suara orang berbisik. Dia bilang, 'matikan', gitu."

Riris langsung merasa merinding pada saat itu juga, karena dirinya sudah tahu siapa yang pastinya berbisik kepada Dita saat sedang mandi.

"Dan setelah itu ada lagi kejadian-kejadian lainnya yang juga kamu abaikan?" tanya Denis.

"Ada, Den. Mulai dari pintu dapur terbanting sendiri, yang kalian juga saksikan. Batu asahan yang mengganjal pintu mendadak pindah sendiri padahal enggak ada yang mindahin. Ada bayangan hitam sekelebat mata yang melintas di depan kamar mandi pas aku mau tidur malam. Itu, semua itu adalah hal-hal aneh yang memang terjadi tapi aku abaikan selama beberapa hari ini," jawab Dita, mengakhiri ceritanya.

"Oke, fix! Kita sebaiknya lapor dulu sama Pak RT mengenai hal itu, agar pertemuan antara Dita dan pemilik kontrakan bisa berjalan dengan kondusif. Tahu sendiri 'kan, biasanya pemilik kontrakan selalu aja ngeyel dan enggak mau mengakui kalau memang rumah kontrakan yang dia punya ada apa-apanya," ujar Kiki, seraya mencetuskan saran.

* * *

KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang