Dita segera menempatkan semua makanan ke dalam piring saji setelah selesai memasak. Ia meletakkan semua makanan itu di atas meja makan, lalu segera mengabari Seno agar datang ke rumahnya untuk mengambil makanan yang sudah jadi. Dita menyiapkan satu rantang susun dari dalam lemari piring. Wanita itu kemudian membawanya ke meja makan, agar memudahkan dirinya ketika Seno memilih ingin membawa makanan yang mana.
Pintu depan terdengar diketuk oleh seseorang tak lama kemudian. Dita pun bergegas berjalan ke depan untuk membukakan pintu."Assalamu'alaikum," ujar Seno seraya tersenyum.
"Wa'alaikumsalam. Ayo masuk, Sen. Aku baru aja mengambil rantang susun dari lemari agar kamu bisa memilih ingin membawa makanan yang mana. Kalau aku yang pilihkan, takutnya kamu enggak suka sama pilihan makanan dari aku," jelas Dita.
Seno menatap meja makan dan bisa melihat semua makanan yang tersaji saat itu. Aroma yang begitu harum menguar hampir ke seluruh rumah, membuat Seno langsung merasakan lapar pada perutnya. Dita tampak mencari-cari sesuatu di meja makan itu dan Seno pun mendadak merasa heran dengan tingkah Dita saat itu.
"Ada apa, Dit? Kamu cari apa?" tanya Seno.
"Aku cari rantang susun yang tadi aku keluarkan dari lemari piring, Sen. Tadi aku simpan di sini sebelum membukakan kamu pintu. Tapi kok sekarang malah enggak ada," jawab Dita.
"Mungkin masih di dalam lemari piring. Coba cek dulu," saran Seno.
"Enggak mungkin masih di dalam lemari piirng, Sen. Ini loh aku masih pegang tutupnya. Tadi waktu kamu ketuk pintu, aku memang sedang membuka rantang itu karena ingin memastikan kalau di bagian dalamnya tidak berdebu. Makanya aku sudah membuka tutupnya. Tapi kegiatan itu aku hentikan saat mendengar ketukan pintu. Lah kok sekarang rantangnya malah hilang dari meja makan," Dita benar-benar terlihat kebingungan.
Seno pun dengan cepat mengusap-usap puncak kepala Dita dengan lembut. Ia berusaha membuat Dita kembali tenang dan tidak merisaukan rantang susun yang mendadak hilang tersebut.
"Udah ya, jangan terlalu khawatir. Kamu 'kan bisa memakai wadah yang lain agar aku tetap bisa membawa pulang makanan yang kamu masak," ujar Seno.
"Itu dia masalahnya Seno Abimanyu. Aku cuma punya satu rantang susun. Aku tuh jarang beli perabotan. Kalau udah beli, udah merasa punya di rumah, ya barang itu enggak akan aku tambah lagi," jelas Dita, terlihat benar-benar putus asa.
Seno pun kembali tersenyum dan kembali mengusap-usap puncak kepala Dita.
"Ya udah, kalau begitu aku makan di sini aja. Biar kamu enggak sedih dan enggak stress mikirin rantang yang hilang. Gimana? Boleh 'kan, aku makan di sini?" tanya Seno.
Dita pun mengangguk pelan, seraya meletakkan tutup rantang susun ke atas meja makan.
"Ya udah, kamu tunggu di sini ya. Aku ambil piring dan sendok dulu ke dapur," ujar Dita.
"Iya, aku akan tunggu di sini."
Dita pun segera mengambil piring, sendok, dan juga gelas dari dalam lemari piring. Ia kembali ke meja makan dan segera memberikan piring, sendok, dan gelas ke hadapan Seno yang sudah duduk pada salah satu kursi di meja makan tersebut. Dita kembali ke dapur untuk mengambil jus mangga yang tadi sudah dibuat olehnya dan sedang didinginkan di kulkas. Ia membawa jus mangga itu untuk dituangkan pada gelas milik Seno dan juga miliknya.
"Jadi ... apa nama masing-masing menu yang kamu masak malam ini, Dit?" tanya Seno. "Aromanya bikin aku lapar sejak baru masuk tadi."
Dita pun kembali tersenyum seperti tadi, ketika mendengar pengakuan dari mulut Seno. Seno merasa lega karena bisa melihat lagi senyuman di wajah Dita. Melihat Dita yang tampak begitu memikirkan soal rantang susun yang hilang, membuatnya sedikit merasa tidak tega pada wanita itu. Dita adalah orang yang selalu menjaga barang-barangnya, karena dia selalu menabung dulu sebelum membeli sesuatu. Sehingga ketika ada yang hilang, tentu saja dia akan langsung kepikiran.
"Aku masak Ikan tenggiri asam pedas, sup oyong udang, dan juga tofu saus tiram. Tema masakan aku malam ini adalah lautan," jawab Dita.
Seno pun langsung tertawa geli saat mendengar ujung kalimat yang Dita cetuskan.
"Oh ... pantas saja piring sajinya berwarna biru laut. Ternyata tema masakan kamu lautan," tanggap Seno, kembali merasa takjub dengan isi pikiran Dita yang tidak mudah ditebak. "Berarti piring saji warna hijau yang semalam kita pakai itu melambangkan tema alam, dong?"
"Salah. Semalam aku masak sambal goreng terong, sayur lodeh, dan kamu membantuku menggoreng tahu serta tempe. Jadi tema masakan yang semalam itu adalah pegunungan. Semua yang kita masak semalam itu biasa ditanam di dataran hijau pegunungan, Sen," jelas Dita.
"Oh ... oke. Kamu benar juga soal itu. Wah, masakan pun bisa ada temanya ternyata, jika yang masak adalah kamu," tanggap Seno.
Mereka berdua mulai makan malam setelah berdoa. Seno benar-benar menikmati semua makanan yang Dita sajikan. Dita bahkan membiarkannya menambah nasi, saat Seno merasa masih lapar.
"Enak banget ikan tenggiri asam pedasnya, Dit. Aku suka," ungkap Seno dengan jujur.
"Alhamdulillah kalau kamu suka. Makan yang banyak, Sen. Biar kedua pipimu kembali berisi lagi seperti dulu. Dulu waktu masih SMP kedua pipimu itu sangat berisi dan sering membuatku gemas karena kepingin cubit tapi enggak bisa," ujar Dita.
Seno hampir saja tersedak saat mendengar pengakuan Dita. Ia segera meminum jus mangga di gelasnya agar Dita tidak curiga kalau dirinya sedang salah tingkah.
"Kamu dulu sering memperhatikan aku, gitu?" tanya Seno, mendadak merasa penasaran.
"Iyalah, sering. Kamu duduk tepat di barisan sebelah kananku dan kursi kita satu jajar. Masa iya aku enggak pernah perhatikan kamu, sedangkan kamu sedekat itu dari tempat duduk aku," jawab Dita.
"Terus ... kalau kamu memang segemas itu karena sering lihat pipiku yang berisi, kenapa kamu enggak nekat aja dan mencoba cubit meski hanya satu kali?"
Seno menahan tawa sekuat tenaga usai mendengar pertanyaan sendiri yang ia ajukan kepada Dita. Ekspresi Dita kini tampak sedikit meringis di hadapan Seno.
"No, Seno! Big, no!" tegas Dita. "Kalau aku nekat mencubit pipi tembam kamu saat itu, bisa-bisa aku akan langsung dimusuhi oleh semua gadis yang mengidolakan kamu di sekolah kita. Mereka akan langsung memasang tanduk di kepalanya, dan aku akan menjadi bulan-bulanan oleh mereka sampai lulus."
Seno pun terdiam saat mendengar jawaban itu dari mulut Dita. Di dalam dadanya terasa ada sesuatu yang begitu bergejolak tanpa alasan.
"Padahal kalau kamu nekat satu kali saja, mungkin aku tidak akan membiarkan Kiki menjalankan rencana kejamnya terhadap kamu, Dit. Dan mungkin saat ini kita bukan hanya sekedar dua insan yang hanya berteman, tapi dua insan yang saling menyayangi tanpa bisa dipisahkan," batin Seno.
Pintu depan yang terbuka lebar pun terdengar diketuk.
"Assalamu'alaikum!!!"
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...