"Kak, kopi yang masuk hari ini ada Arabica, Excelsa, sama Decaf," lapor Helmi.
"Robusta sama Liberica enggak masuk, Hel?" tanya Dita, yang kini sedang mencatat laporan dari Helmi."Enggak, Kak. Aku enggak pesan, karena stok kopi Robusta dan Liberica yang kita punya masih banyak," jawab Helmi.
"Oke kalau begitu. Laporan kamu udah aku catat. Terima kasih ya, Hel."
"Iya, Kak."
Setelah Helmi pergi, Dita sebenarnya ingin segera bergabung di meja yang ditempati oleh Riris dan Fandi. Namun karena dirinya mendengar suara pintu yang terbuka, maka ia segera mengurungkan niatnya sementara waktu.
"Selamat datang di Star Cafe, silakan memesan," sambut Dita, penuh semangat dan senyuman.
Vito dan Denis dengan kompak langsung menutup mulut mereka akibat merasa takjub dengan sambutan penuh semangat dari Dita. Sementara Seno menatap tenang ke arah wanita itu dan Kiki tengah menggeleng-gelengkan kepalanya karena melihat tingkah laku Vito dan Denis yang berlebihan.
"Ya ampun, Dit. Kita terharu loh, disambut begitu sama kamu," ungkap Vito dengan jujur.
"Enggak usah berlebihan, Vit. Bukan cuma kamu dan mereka bertiga yang aku sambut seperti tadi. Semua pelanggan di Cafe ini selalu aku sambut seperti tadi dan mereka sudah biasa mendengar sambutan yang aku berikan. Jadi ... sekarang kalian mau pesan apa?" tanya Dita.
"Sebentar ... menu di Cafemu ini banyak sekali, Dit. Kami harus memilih dulu makanan yang ingin kami makan siang ini," jawab Denis, seraya menatap ke arah papan berisi daftar menu bersama Vito dan Kiki.
Seno menatap ke arah Dita setelah perhatian yang lainnya teralihkan. Dita juga balas mengarahkan tatapannya kepada Seno, saat sadar kalau pria itu tidak membaca papan berisi daftar menu yang ada di dinding.
"Kamu enggak ikut baca daftar menunya?" tanya Dita.
Seno pun menggeleng dengan cepat.
"Kenapa?" Dita ingin tahu.
"Aku pengen dapat rekomendasi secara langsung dari pemilik Cafe ini. Kira-kira ada makanan dan minuman yang akan kamu rekomendasikan untukku?" tanya Seno.
"Kamu masih suka telur asin, 'kan? Seingatku, dulu kamu suka banget makan telur asin. Kalau kamu masih suka telur asin, cobain rice with shrimp salted eggs sauce aja. Untuk minumannya, aku saranin butterbeer frappuccino. Perpaduan kedua-duanya enggak akan bikin kamu menyesal makan siang di sini," jawab Dita.
Seno pun menganggukkan kepalanya dengan wajah sedikit memerah. Ia baru tahu kalau Dita ternyata hafal dengan makanan apa yang disukainya.
"Oke, aku akan memesan yang kamu sarankan," putus Seno.
Dita pun segera mengurus semua yang diperlukan dan membiarkan Seno membayar. Vito, Denis, dan Kiki mendekat kembali setelah Seno selesai melakukan pembayaran.
"Lah, kok kamu udah pesan duluan?" protes Denis.
"Mm ... aku udah lapar. Makanya aku pesan duluan. Aku gabung sama Riris dan Fandi, ya," pamit Seno.
Dita akhirnya benar-benar bergabung setelah mengurusi semua pesanan dari Vito, Seno, Kiki, dan Denis. Riris tengah sibuk merancang desain pakaian terbaru menggunakan i-Pad, ketika Dita muncul dan duduk tepat di antara Riris dan Seno. Seno sendiri kini sedang menikmati menu yang Dita sarankan untuknya, dan pria itu tampak benar-benar menikmati makan siangnya kali itu.
"Itu yang kamu pesan namanya apa, Sen? Kok kayanya enak banget. Aromanya lebih harum dari menu yang aku pesan," Vito tampak tergoda ingin mencicipi.
"Aku enggak tahu namanya apa. Dita yang pilihin makanan dan minuman buat aku, tadi. Ya 'kan, Dit?" lempar Seno dengan sengaja, agar Kiki bisa mendengarnya.
Dita pun berhenti meminum razzle dazzle frappuccino miliknya, ketika Seno mengalihkan pertanyaan dari Vito kepadanya. Kiki menatap ke arah Dita dan bisa melihat kalau wanita itu sedang merasa kaget akibat apa yang Seno katakan.
"Wah ... levelnya udah meningkat nih, kayanya. Sampai udah milihin menu makanan dan minuman," goda Vito.
Denis, Fandi, dan Riris menatap Dita seakan butuh penjelasan. Bahkan Dita kini sadar kalau Kiki juga sedang menatapnya dengan wajah datar.
"Yang dimakan sama Seno itu udang goreng pakai saus telur asin. Kalian enggak ada yang suka sama telur asin seperti Seno yang suka banget sama telur asin, 'kan?" tanya Dita, setengah sebal karena ditatap dengan tatapan curiga.
Setelah mendengar apa yang Dita katakan, semua tatapan kini kembali pada piring masing-masing. Vito menahan senyumannya sambil memberi kode pada Seno untuk terus mendekat pada Dita. Dita kini kembali meminum razzle dazzle frappuccino sebelum menikmati makanan yang ada di piringnya.
"Nama menu yang kamu makan apa, Dit?" tanya Seno.
"Rice with spicy shrimp and butter sauce," jawab Dita.
"Boleh aku coba?" pinta Seno.
"Enggak boleh!" jawab Dita dengan cepat, sebelum garpu milik Seno sampai ke piringnya.
Hal itu membuat Seno hampir memundurkan tangannya dan keadaan mendadak sangat kaku di antara mereka.
"Kamu enggak bisa makan makanan yang mengandung dairy product, Sen. Jangan suka mencoba sesuatu yang akan bikin kamu sakit. Makananku ini banyak kandungan butternya, jadi jangan kamu coba. Nih, kalau kamu mau coba, sebaiknya coba minuman aku aja. Jangan makanan yang saat ini akan aku makan," jelas Dita.
Seno jelas batal merasa kecewa, setelah tahu kalau Dita melarangnya mencicipi karena wanita itu tahu bahwa dirinya memiliki riwayat alergi terhadap makanan yang mengandung dairy product, seperti butter. Seno akhirnya mencoba minuman milik Dita, karena sudah mendapat izin. Vito jelas merasa lega sekali saat melihat bagaimana interaksi antara Dita dan Seno saat itu. Namun lain halnya dengan Kiki yang kini masih saja menatap Dita dan Seno dengan hati yang panas.
"Sejak kapan kamu tahu kalau Seno alergi sama makanan yang mengandung dairy product?" tanya Kiki pada Dita.
Riris dan Fandi pun langsung mengangkat wajah mereka dengan kompak.
"Ngapain nanya-nanya?" balas Riris, agar Kiki tidak mengganggu Dita. "Dita mau hafal makanan favoritnya siapa, kek ... mau hafal minuman favoritnya siapa, kek ... mau hafal riwayat alerginya siapa, kek ... itu bukan urusan kamu. Kamu urus aja urusanmu sendiri, enggak usah ikut campur urusannya Dita. Enggak usah berlagak menjadi sosok pria yang sedang mencemburui wanitanya. Kamu udah bukan siapa-siapa lagi bagi Dita. Perasaannya buat kamu udah lama terhapus. Paham, 'kan?"
Fandi pun segera menepuk-nepuk pundak Kiki dengan tegas.
"Udah, enggak usah cari-cari masalah. Makan aja makanan yang kamu pesan. Kalau kamu cari masalah, bukan Dita yang akan kamu hadapi, tapi Riris yang bermulut tajam," ujar Fandi, memberi peringatan.
Dita benar-benar tidak mengacuhkan Kiki sama sekali sejak mereka bertemu lagi semalam, setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Dan saat ini, Kiki justru harus melihat bagaimana hangatnya interaksi antara Dita dan Seno--sahabatnya sendiri.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)
Horror[COMPLETED] Memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan baru ternyata tidak berjalan lancar bagi kehidupan Dita. Rencana awalnya, ia ingin pindah agar pekerjaannya lancar karena rumah berdekatan dengan tempat kerja. Namun nyatanya rencana itu justru...