27 | Membeberkan Pada Dita

1.1K 104 4
                                    

"Alhamdulillah, sah!" putus penghulu di KUA.


"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin," sahut semua saksi yang menyaksikan pernikahan tersebut.

Pak RT menjadi salah satu saksi pernikahan Seno dan Dita, yang dilaksanakan langsung di KUA Kecamatan Malangbong. Seno benar-benar melaksanakan keputusannya pada hari itu juga, padahal sebenarnya Dita sendiri belum ada persiapan sama sekali terkait dengan rencana pernikahan yang baru tadi siang diumumkan oleh Seno. Namun akibat kejadian siang tadi benar-benar membuat Seno merasa stress karena dirinya hampir saja kehilangan Dita setelah mengalami kesurupan, pria itu akhirnya tidak mau lagi menunda-nunda apa pun. Ia tidak mau Dita berada jauh darinya, serta tidak mau wanita itu kembali menghadapi kesulitan perkara tidak memiliki tempat bernaung.

Kini mereka sudah kembali duduk di teras rumah Vito, setelah kembali dari KUA. Mereka sengaja singgah di sana, karena Denis harus menjemput Aninda--Adik bungsunya yang tadi membantu merawat Dita pasca kesurupan.

"Barang-barang kamu dari rumah kontrakan itu udah kami minta untuk dibawa ke rumah Seno. Herman dan Helmi terpaksa menutup Cafe lebih awal hari ini, setelah mendengar apa yang terjadi sama kamu serta setelah mereka tahu kalau kamu butuh bantuan untuk pindahan lagi," ujar Fandi.

"Intinya sekarang kita udah boleh merasa lega, selega-leganya!" tegas Riris, sambil menahan sakit pada lehernya. "Dita sekarang udah enggak lagi ditempat penuh setan itu dan dia juga udah nikah sama Seno. But ... jangan coba-coba ada yang menyarankan sama mereka berdua untuk melaksanakan resepsi pernikahan, pada saat aku masih dalam kondisi begini! Catat itu baik-baik!"

Fandi, Kiki, Vito, dan Denis langsung mengangkat kedua tangan mereka masing-masing, pertanda bahwa mereka sama sekali tidak akan melanggar perintah dari Riris. Seno berusaha menahan tawanya, sementara Dita tampak masih sangat bersalah terhadap Riris.

"Hei ... kenapa muka kamu malah kelihatan mendung begitu, Dit? Ini hari bahagia kamu dan Seno. Ayo dong ... ceria lagi seperti biasanya," bujuk Riris.

"Mana bisa aku ceria seperti biasanya, Ris? Lihat sendiri kondisi kamu sekarang seperti apa akibat perbuatan aku," balas Dita, kembali menangis lagi.

"Perbuatan yang sama sekali kamu tidak sadari, Dit," ralat Riris. "Kamu enggak sadar saat mencekik aku tadi. Bahkan kalau aku boleh jujur, cekikan yang aku terima adalah cekikan dari si setan biadab itu. Aku lihat wajahnya, Dit, saat dia sedang mencekik aku melalui tubuh kamu yang dia rasuki. Itu benar-benar bukan wajah kamu yang berhadapan denganku."

Dita pun segera menyeka airmatanya asal-asalan, lalu menatap serius ke arah Riris.

"Cerita sama aku, Ris. Gimana kejadian sebenarnya tadi? Aku benar-benar enggak bisa mengingat apa-apa sampai detik ini. Padahal aku udah menyakiti kamu tanpa aku sadari," mohon Dita.

Riris menatap ke arah Denis, Vito, dan Fandi selama beberapa saat. Wanita itu tampak seakan ingin ada persetujuan dari ketiga pria yang menjadi saksi awal kejadian yang menimpa Dita tadi.

"Udah cerita aja, Ris. Kamu kenal Dita, 'kan? Dia enggak akan berhenti bertanya sampai mendapatkan jawaban yang dia inginkan," ujar Fandi.

Aninda keluar membawa satu teko teh manis dingin beserta tujuh gelas bening berukuran sedang. Gadis itu menyajikannya di meja teras rumah Vito, lalu memilih duduk tepat di samping Kakaknya.

"Begini loh, Dit," Vito memilih bicara lebih dulu. "Kamu terakhir kali itu ada di belakangku, saat Fandi dan Denis berupaya ingin memeriksa ke dapur akibat terdengarnya suara bantingan piring-piring ke lantai hingga pecah. Kita baru aja keluar tuh, dari kamar kedua. Riris masuk ke kamar utama karena enggak mau ikut ke dapur. Dia masih takut setelah melihat kamu ada dua dan di dua tempat berbeda. Nah ... belum berapa langkah aku dan kamu mengikuti Fandi dan Denis, kamu mendadak teriak kencang sekali dengan posisi tubuh kamu menengadah ke arah plafon rumah. Kedua mata kamu melotot dan memerah, lalu setelah itu kamu mendorong aku yang berusaha ingin menenangkan kamu sampai aku terbanting ke lantai."

Vito pun membuka kaos yang dipakainya untuk memperlihatkan bekas memar di bagian dada kanan, akibat dari dorongan yang Dita lakukan ketika sedang kesurupan.

"Ini buktinya, Dit. Kamu udah kesurupan saat itu, sehingga tenagamu menjadi sangat kuat berkali-kali lipat dari yang biasanya. Fandi dan Denis berupaya membangunkan aku dari lantai, lalu kamu mendadak berlari ke kamar utama dan langsung menerjang Riris ke atas tempat tidur dan mencekiknya kuat-kuat. Kami bertiga berupaya untuk menghentikan kamu, tapi kami gagal. Denis akhirnya menelepon Seno untuk memberi tahu apa yang terjadi sama kamu. Setelah itu Seno, Kiki, dan Pak RT datang sekitar sepuluh menit kemudian, disusul oleh Bu RT, para warga, dan juga Pak Ustadz yang akhirnya membantu agar setan yang merasuki kamu keluar dari tubuhmu."

"Demi Allah, Dit, kamu hampir mati tadi karena setan itu menolak keluar dari tubuhmu hampir satu jam lamanya. Dia bilang kamu harus ikut dengannya, karena kamu penghuni yang bersikap sangat baik meski sedikit sering menggerutu terhadap hal yang membuatmu sebal. Setan itu ingin kamu menjadi bagian dari keluarganya, makanya dia marah saat kamu akan pergi dan dia langsung berupaya menahanmu di rumah itu," tambah Fandi.

Denis pun langsung memukul bahu Dita dengan gemas. Hal itu jelas membuat Dita meringis kesakitan, dan Seno tampak terkejut ketika istrinya mendapat pukulan mendadak dari Denis.

"Apa kubilang, hah? Dari dulu penyakitmu itu hanya satu, Dit. Kamu terlalu baik sama siapa aja, dan bahkan sampai setan pun merasa senang karena kebaikan yang ada di dalam dirimu. Lain kali berusahalah menjadi orang yang sedikit menyebalkan, biar kamu enggak perlu diincar oleh setan-setan lainnya!" saran Denis, usai mengomel.

Aninda kini menatap bingung ke arah Kakaknya sendiri, lalu membalaskan pukulan yang Dita dapatkan secara langsung pada bahu Denis.

"Kak Denis gimana, sih? Orang bersifat baik, kok malah disuruh jadi menyebalkan? Mana bisa Kak Dita bersifat menyebalkan seperti Kakak? Sifat itu 'kan bawaan lahir dan Kak Dita tidak dilahirkan dengan sifat menyebalkan seperti yang Kakak punya," omelnya.

"Marahin aja, Dek. Kita mendukung, kok. Kakak kamu memang kadang suka bikin orang naik darah. Cuma Dita aja yang kebangetan sabar kalau udah menghadapi dia. Kalau kita sih, uh ... no way! Ogah aku menyabarkan diri untuk menghadapi orang kaya Kakakmu itu," Riris langsung mengompori Aninda tanpa ragu.

"Ya maka dari itu juga jodohmu enggak ketemu-ketemu! Mana ada pria yang mau berjodoh dengan orang bermulut nyinyir seperti kamu!" sengit Denis.

"Hei ... kenapa kalian jadi malah pada ribut, sih? Pengen banget dinikahin hari ini juga?" tegur Dita, agar keributan itu berhenti.

* * *

KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang