1 | Yang Mencari Tahu

2.7K 176 3
                                    

Dita tiba di Cafe dan langsung memarkirkan motornya di tempat biasa. Ia bergegas masuk dan mengambil alih tugas menerima pesanan serta mengurus kasir dari tangan Herman, agar Herman bisa segera membantu Helmi untuk mengantarkan pesanan kepada para pelanggan yang sudah menunggu. Dita membuka jaketnya dan memakai celemek berwarna ungu yang menjadi ciri khas dari Cafe miliknya tersebut.


"Selamat datang di Star Cafe, silakan memesan," sambut Dita kepada pelanggan yang baru saja datang.

Pelanggan tersebut tersenyum ke arah Dita, sehingga pesona kecantikannya tampak memancar dan terlihat begitu cerah. Dia adalah pelanggan yang sudah sangat sering datang ke Star Cafe sejak pertama kali dibuka. Dita jelas mengenalinya dan selalu menyambutnya dengan baik.

"Hai, Kak," sapa wanita itu.

"Hai juga, Kak. Mau makan di sini atau take away?" tanya Dita.

"Makan di sini, Kak."

"Oke makan di sini, ya, Kak. Pesanannya apa saja Kak?"

"Aku pesan ice caramel latte satu yang ukuran besar, sama nasi goreng tom yum satu porsi."

"Satu ice caramel latte ukuran besar dan satu porsi nasi goreng tom yum, ya, Kak?" Dita mengulangi pesanan yang tadi disebutkan untuk mengonfirmasi.

"Iya, Kak. Sudah benar."

"Oke, Kak. Totalnya jadi tujuh puluh delapan ribu rupiah," lanjut Dita sambil menekan layar pada komputer.

Wanita itu menyodorkan uang seratus ribuan kepada Dita dan Dita menerimanya dengan sangat sopan.

"Uangnya seratus ribu rupiah ya, Kak. Ini struk pembayaran dan kembaliannya sebesar dua puluh dua ribu rupiah. Pesanannya mohon ditunggu, ya, Kak," ujar Dita seraya menyerahkan nomor meja, struk pembayaran, serta uang kembalian.

"Terima kasih, Kak."

"Sama-sama."

Dita pun langsung mengirimkan daftar pesanan ke komputer milik Helmi, setelah wanita tadi berlalu. Suara pintu Cafe yang kembali terbuka terdengar oleh Dita dan membuatnya dengan cepat mengalihkan pandangan ke arah pintu.

"Selamat datang di Star Cafe, silakan memesan," sambutnya, seperti tadi.

Senyum lebar nan konyol dari kedua sahabatnya yang datang siang itu untuk makan siang di sana, membuat Dita mencoba menahan-nahan tawa sebisa mungkin.

"Terima kasih atas sambutannya, Dita Sayang. Aku merasa terharu banget loh, karena kamu menyambut dengan penuh semangat begitu," ujar Fandi, dengan wajah terharu.

"Itu benar, Dit. Aku juga ikutan merasa terharu saat mendengar bibir mungil nan tipis yang kamu miliki itu mengeluarkan kata sambutan untuk kita berdua," tambah Riris, dengan ekspresi yang sama dengan Fandi namun lebih terlihat menyebalkan.

Dita pun berkacak pinggang sambil memanyunkan bibirnya selama beberapa saat.

"Andai aku tahu kalau kalian adalah orang-orang yang membuka pintu itu barusan, maka aku bukan akan memberi sambutan untuk kalian, melainkan sambitan cangkir, gelas, piring, dan lain sebagainya yang bisa kupakai menyambit dari sini," balas Dita, dengan penuh ketulusan.

Ekspresi wajah Riris dan Fandi pun seketika berubah menjadi julid terhadap Dita.

"Ish ... galak amat sih, Dit. Udah kaya Emak-emak belum dikasih jatah bulanan," cibir Riris.

"Betul itu. Aku setuju. Kamu memang tampak seperti Emak-emak yang belum menerima jatah bulanan kalau sedang mengomel," Fandi mendukung cibiran Riris.

"Memang aku enggak pernah menerima jatah bulanan. 'Kan aku belum menikah. Aku masih menafkahi diri sendiri sampai detik ini," balas Dita, telak.

Riris dan Fandi pun meringis dengan kompak, usai dibalas telak oleh Dita.

"Udah, jangan banyak ngomong. Cepat bilang, mau pesan apa?" perintah Dita.

"Buru-buru banget, sih? Ya udah, kita pesan dua porsi nasi udang bumbu rica-rica sama dua gelas ferrero rocher frappuccino," ujar Riris.

Dita menguruskan pembayarannya dengan cepat, agar Riris dan Fandi bisa segera duduk di meja yang mereka inginkan. Setelah kembali mengoper urusan pesanan dan kasir kepada Herman, Dita pun mendatangi meja yang ditempati oleh Riris dan Fandi sambil mengantarkan pesanan mereka.

"Gimana pindahan ke rumah barunya, Dit? Lancar, 'kan?" tanya Riris, ketika Dita sudah duduk di hadapannya.

"Alhamdulillah, pindahan rumahnya udah beres dan lancar. Aku sekarang enggak perlu keluar banyak uang untuk beli bensin. Jarak dari rumah ke sini cukup dekat, begitu pula sebaliknya," jawab Dita, seraya tersenyum berseri-seri.

"Alhamdulillah. Aku ikut senang mendengarnya, Dit. Aku juga merasa senang karena sekarang akan ada tempat berkumpul yang baru, setelah kamu pindah ke daerah sini," tambah Fandi.

"Aduh ... pikiranmu itu isinya hanya ada rencana untuk bikin aku susah terus, ya? Enggak ada yang lain?" sindir Dita.

"Anandita Starla ... dengarkan baik-baik, ya. Membuat kamu susah adalah bagian dari kebahagiaan hidupku. Tanpa membuatmu susah, tentu saja hidupku tidak akan terasa lengkap. Jadi, terima saja kalau aku akan membuat kamu susah seumur hidup," Fandi membuat deklarasi secara langsung di hadapan Dita.

Riris tertawa terbahak-bahak, sementara Dita kini hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil meminum razzle dazzle frappuccino yang tadi dibuatkan oleh Helmi untuknya.

Di lain tempat, Dita saat ini menjadi topik pembicaraan paling panas di antara empat orang pria yang sedang bertemu di sebuah restoran. Kiki dan Denis dengan sengaja memberi tahu kepada Seno dan Vito tentang kemungkinan bahwa Dita sekarang tinggal di Desa Sukamanah.

"Kalian yakin, kalau wanita yang kalian lihat tadi itu benar-benar Dita?" tanya Vito.

"Iya, Vit. Kita berdua yakin banget kalau itu memang Dita," jawab Kiki, terdengar sangat bersemangat.

Denis pun menyeringai.

"Jangan ragukan penglihatan Kiki, Vit. Kiki itu paling tajam matanya kalau udah lihat mantan pacar," ujar Denis.

Kiki pun langsung melirik sebal ke arah Denis.

"Apaan sih, Den? Maksud kamu apa ngomong begitu?"

"Enggak usah mengelak, Ki. Apa yang Denis bilang itu jelas benar adanya. Penglihatan kamu itu akan menajam, kalau yang kamu lihat adalah Dita. Dari dulu juga sudah begitu adanya, kok," bela Seno, pria paling pendiam di antara mereka.

Kiki pun langsung terdiam dan kini hanya menatap ke arah piring miliknya. Semua mata menatap ke arah Kiki dengan kompak, lalu menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalau pada akhirnya kamu merasa menyesal, kenapa dulu kamu enggak memilih untuk mempertahankan Dita dan malah memilih meninggalkan dia? Dita dulu sayang banget loh sama kamu, Ki. Aku yakin kamu sadar betul akan hal itu," ujar Vito.

"Namanya juga bodoh. Kalau manusia sudah terhasut oleh sesuatu yang buruk, maka jangan heran kalau dirinya akan meninggalkan hal yang baik. Ujungnya, ya hanya penyesalan yang akan menyertai langkahnya," sahut Seno sekali lagi.

Kiki sama sekali tidak mengelak dan tidak juga mengeluarkan suara ketika semua fakta dibeberkan oleh para sahabatnya. Ponsel milik Denis berdering dan pria itu segera membukanya tanpa menunggu lama. Senyuman mendadak terbit di wajahnya ketika membaca sesuatu dalam pesan yang ia terima.

"Fix! Anandita Starla memang wanita yang tadi aku lihat bersama Kiki. Dia pindah ke Desa Sukamanah dan mengontrak rumah di kontrakan Permata Cemerlang, blok D, nomor tiga belas," Denis menyampaikan semuanya dengan lengkap.

* * *

KONTRAKAN D-13 (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang