Becoming What?

5.5K 461 49
                                    

Empat jam yang lalu...

Freen masih menatapi gadis itu tidur dengan pulas. Sembari duduk di kursi kecil di sampingnya. Ia tengah memeriksa data keluarga, KTP bahkan ijazah hingga lembaran piagam penghargaan.

Wah, dia sangat pintar, ya. Cocok. Freen tersenyum senang. Hehm. Tapi ada masalah. Selain penghargaan, pendidikan yang bagus, serta pekerjaan yang mumpuni. Gadis ini, tidak punya ayah-ibu.

Jika dilihat dari nama, gadis ini kemungkinan campuran keturunan orang luar. Lihat saja rambut-mata kecoklatan, kulit keputihan dan serta bibir pink ranumnya. Freen bahkan masih ingat bagaimana sang gadis bicara dengan aksen bahasa inggris yang bagus hingga ia pun dibuat bingung.

Rebecca Patricia Armstrong. Freen harus mengingat nama ini selamanya.

Masih sambil tersenyum-senyum, Freen kembalikan lagi semua dokumen penting pada tempatnya, kecuali KTP dan KK, juga apalagi? Sepertinya cukup. Lainnya ia hanya perlu memfoto sebagai bukti—tak lupa wajah sang gadis manis yang tengah tidur itu juga. Eh, satu lagi sebagai jimat, Freen melepas satu foto kecil yang terpasang di bingkai sebelah jam beker untuk ia simpan dalam saku kemeja.

Tak boleh rusak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak boleh rusak. Ia menepuk-nepuk saku biar ingat untuk menyimpan dengan segera setelah ia sampai rumah nanti.

Setelah puas dan merasa komplit. Ia memasukkan dokumen penting itu ke dalam satu amplop coklat yang ia sisihkan dari surat lain. Tak lupa, ia juga meninggalkan sesuatu untuk gadis itu lihat. Takut jika ketika bangun tidur si Dia berteriak ketakutan karena berpikir telah di perkosa. Jadi Freen mesti meninggalkan jejak yang sangat penting.

Dompet dan seluruh isinya. Kecuali KTP. Ia hanya perlu membawa satu KTP sementara SIM berkendara ia tinggalkan tetap disana.

“Carilah aku.” Freen tersenyum sambil mengecup kening si gadis yang masih memejam mata. Lelap sampai ia pergi keluar rumahpun, tak ada suara teriakan. Mewaspadai respon apa jika ia pergi begitu saja tanpa memberitahu.

Tapi ya, malah. Si Dia ini boro-boro tahu dompet yang ditinggalkan Freen dengan sengaja di meja dekat jam ia pegang beberapa waktu lalu.

Sebab sang Gadis ketika bangun, otomatis lompat dan melangkah tergopoh-gopoh ke kamar mandi sembari menahan nyeri di segala tubuhnya.

Aku tidak akan mabuk lagi, aku janji. Guru macam apa lagian aku ini.

Becky komat-kamit menggerutu marah pada dirinya sendiri. Lihatlah ia hanya bisa mandi asal-kena-air serta gosok gigi dan cuci muka saja yang benar-benar dibersihkan. Selainnya, ia biarkan seprai berantakan—yang jelas bukan kebiasaannya tidak membenarkan tempat tidur setelah dipakai.

Ah, bodo amat. Becky cepat-cepat berdandan rapi, mengambil tas serta ponsel yang baterainya hampir habis. Sial. Banyak sekali yang meneleponnya dari semalam hingga pagi.

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang