The Sleepover

3.8K 409 118
                                    

Met pagi gayss. How's your day?

Lately I've been exhausted from working. Jadi kayak, lemes dan buat mikir pun gak ada waktu karna waktunya dihabisin buat istirahat. Jadi maaf ya nanti kalo agak selow update-nya.

The next chapter will be the love scene.
Aku masih bingung apakah harus dimunculin ato kagak.

Hehm, 200vote for this chapter maybe? Maybe I will update it tonight or tomorrow night.
Thank you, happy reading y'all🥰

Bapak kita guys, ganteng beut asli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bapak kita guys, ganteng beut asli

HEH! SAPE BILANG GUE NISTAIN DADAY TERUS?! SINI GUE MASUKIN KE LUBANG BUAYA!

Ternyata eh, ternyata. Si Buah kelapa yang Becky minta betulan diambilkan dari pohon tetangga.

Setelah heboh oleh kesenangan akhibat pemberitahuan bahwa Becky yang tengah hamil, kedua orang tua langsung meminta izin tetangga untuk ambil satu buah kelapa dari pohonnya, dan betulan dapat.
Padahal ini hanya bercanda, kenapa ia jadi minum beneran.

Becky menyeruput air kelapa muda dengan sedotan secara pelan. Meskipun rasanya enak dan segar, tapi tatapan ketiga manusia yang lebih tua itu membuatnya jadi tak nyaman menikmati.

“Enak?” Freen tanya, jadi pengin minta sedikit. Ia menelan ludah saat Becky anggukkan kepala.

“Mau lagi?” Sang Ayah bertanya, yang dijawab Becky dengan gelengkan kepala. Kibaskan rambut panjang yang buat pesona cantik di wajah mungil itu begitu bersinar.
Mereka bertiga duduk dalam satu sofa panjang di ruang tamu sementara Becky duduk sendirian menghadap mereka, yang membuat situasi terasa begitu canggung bagi perempuan muda itu.

“Ayah sama Ibu lihatin Freen saja, coba periksa matanya itu. Apakah tumbuh jakun.” Becky menunjuk Freen yang langsung bengong sementara kedua orang tua sontak segera periksa wajah anaknya.
Ini kesempatan bagi Becky untuk beranjak dari situ demi menghindari tatapan mereka yang membuatnya jadi sedikit merasa malu.

“Becky hanya bercanda Ayah!” Freen hampir membentak saat pria paruh baya itu menarik ujung kelopak mata Freen, betulan memeriksa apakah benar ada. Sebab Becky mana mungkin berbohong.

“Kalian berdua membuatnya canggung makanya sekarang dia pergi!” Kini sudah hapal dengan sifat Becky, Freen menunjuk hilangnya Istri dari sofa di depan mata mereka.

“Eh, kemana dia?”

“Dapur!”

Pletak!

“Ayah!”

“Tidak usah ngegas!”

“Ayah yang mulai duluan!” Freen ingin sekali balas menjitak, tapi sang Ibu segera halangi. Nanti daripada makin emosi, lebih baik ia menyusul Istri yang bersembunyi di dalam dapur sana.

“Sayang, ayo kita pulang saja.” Freen menemukan Becky yang malah asik membantu Mbak Nina memotong sayuran. Air kelapanya malah dilanjut minum oleh yang harusnya punya pekerjaan.

“Enak kelapanya Mbak?”

“Enak, Non Freen, mau?” Nina nyengir sambil menawarkan kelapa muda utuh yang sudah di seruput hampir habis itu.
Freen hanya geleng kepala, lalu hadapi Istri lagi yang kelihatan sibuk benar. “Sayang, ayo pulang.”

“Kamu tidak mau makan malam disini?” biasanya juga begitu, kalau berkunjung ya pasti sekalian makan di tempat.

“Aku ingin pulang terus peluk kamu saja, boleh tidak?” Freen tampakkan muka sok lucu, yang disaksikan Nina malah kelihatan menyebalkan. Hampir saja kelapa itu melayang di wajah anak tuannya kalau saja tidak ada Istrinya yang cantik dan kalem, kontras sekali dengan sikap Freen.

“Ya sudah,” Becky langsung cuci tangan sambil tahan senyum, akhirnya ia bakal dikelon juga. Padahal dari siang tadi dirinya ingin memeluk Freen.

“Eh, mau kemana?” Sang Ayah langsung halangi keduanya.

“Ayah, kita ijin pulang boleh?” Becky yang harus bicara jangan Freen, yang ada nanti malah jadi ribut.

“Kenapa sekarang Daddy dipanggil Ayah?” sebetulnya Frans sadar dari awal mereka datang, kata Daddy-Mommy sudah hilang dalam sebutan. Dan jadi kerasa aneh jika Becky tiba-tiba mengubah panggilan mereka.

“Karena Becky yang akan menyebutku Daddy saat dia melahirkan, Ayah tidak usah banyak bertanya.” Jangan terlalu banyak informasi kenapa Becky harus sebut Daddy menjadi Ayah, nanti Istrinya malu. “Ayo, sayang kita pulang.”

“Eh,” Frans menahan Freen yang sudah gandeng tangan Becky, hendak ingin pergi. “Makan malam dulu lah, disini.” Ia masih rindu dengan Becky putri kalemnya, termasuk Freen yang sangat menyebalkan itu.

“Lihat, Mbak Nina sudah mau masak banyak. Masa kalian mau langsung pulang. Nanti makanannya kebuang, loh.” Lirikan mata Frans pada makanan di meja dapur, diikuti oleh ke empat mata mereka yang hendak ingin pergi.

“Saya siap bawa pulang kok, Pak. Kalau tidak habis.” Nina nyengir senang, yang malah disuruh ‘diam’ oleh si Tuan Rumah.
Becky bolak-balik menatap Sang Ayah dan dapur penuh dengan masakan yang hampir jadi itu. Merasa tidak enak, jadi ia mengubah keinginan. Menunda sedikit demi Orang Tua.

“Makan disini dulu, ya kak? Terus kita pulang.”

“Tidak perlu pulang pun, tak apa. Sekalian saja menginap disini.” Sang Ibu hampiri Becky untuk mengelus rambut halusnya. Mencoba menahan mereka lebih lama, sama seperti yang suaminya lakukan.

“Kita tak bawa baju ganti.”

“Freen masih ada pakaian di kamar lamanya, kalau Becky mau pakai daster untuk tidur. Ibu masih punya yang belum dipakai. Nanti Ibu kasih ke kamu, ya?”
Ia menggigit bibir, memandang Freen yang tampak santai. Kini tidak punya alasan lagi, Becky menghela napas. Mengiyakan saja, yang padahal jika meminta pada Freen untuk pulang. Mereka bisa langsung pulang. Namun ketidakenakan itu lebih besar.
Jadi akhirnya terpaksa mereka makan malam dan menginap disini.

“Oh, kamu sudah ganti baju?” Sang Ibu baru saja mengetuk pintu kamar Freen, bawakan daster baru untuk dipakai Becky, tapi gadis itu keluar kamar dengan memakai pakaian Freen jaman kuliah dulu.

“Iya, Bu. Masih banyak baju kakak yang bisa dipakai.” Becky tersenyum tidak enak, tapi Untungnya sang Ibu senyum balik langsung memahami.

“Sayang, kenapa keluar? Ayo, tidur.” Freen buka pintu dan dapati Istri serta Ibu yang tengah mengobrol. Dari tadi ia ingin sekali menciumi Istri karena gemas setelah mandi bersama.

“Tahan dirimu, Freen. Becky hamil anak kembar. Kamu harus kurangi rasa itu.” Ia sudah paham bagaimana mesum Freen terhadap Istrinya. Dari awal mereka datang, Freen selalu berusaha memasukkan tangan ke dalam baju yang dipakai Becky. Tidak punya malu memang anaknya ini, untung sudah menikah.

“Becky anakku, nanti kamu harus hati-hati dalam melakukan apapun. Hamil kembar sangat rentan keguguran. Kalau Freen main kasar, kamu bisa adukan pada Ibu. Nanti dia Ibu kebiri saja.”

“Ibu!!!”

Dibully lagi! Memang tidak ada yang sayang padanya!

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang