The First Night being Together

5.6K 424 101
                                    

Becky ingin menangis dan bersembunyi. Bukan, bukan karena ia benci karena pernikahannya, atau karena Freen membuat ulah.

Tapi karena ia lelah!

Lelah berdiri menyalami para tamu, matanya lebih lelah lagi karena harus melihat kebanyakan orang yang ia bahkan tidak kenal. Yang jelas pasti, bukan tamu undangannya tapi milik Freen dan kedua orang tuanya.

Ia menutup mata untuk memberi jeda pada dirinya sendiri. Ya ampun. Ia tidak ingin merasakan pernikahan lagi. Sumpah, lelahnya seperti naik gunung sekaligus turun dalam satu waktu. Punggung sakit, pinggang sakit, kepala sakit. Ia ingin menangis saja. Tapi tidak bisa. Jadi yang bisa dia lakukan hanyalah pejamkan mata.

"Lelah?" Freen melepas jas yang dipakai, meletakkannya di bibir kasur dimana Becky tengah rebahan saat ini.

"Sangat." Becky membuka mata dengan lemas. Ya ampun, seandainya ia punya dua tubuh, ia akan menggantikan tubuh yang sudah terpakai ini dengan tubuh yang masih bugar. Agar ia bisa ke kamar mandi, menghapus make up dan segala macam. Becky belum membersihkan diri setelah seharian bekerja keras di hari pernikahan. "Rasanya tubuhku rontok semua." Segini masih ada untungnya, Becky masih bisa langsung rebahan sesaat mereka selesai acara. Sebab gedung pernikahan hanyalah di bawah kamar mereka yang di pesan untuk malam ini.

"Butuh pijat?" Tawaran Freen tulus, sungguh, tapi reaksi Becky yang langsung bangun dan menggeleng keras membuatnya heran.

"Aku masih kuat." Ia tidak boleh lemah. Atau Freen akan menawarkan pijat-yang pastinya bukan hanya sekedar memijat.

"Masih kuat?" Freen menaikkah alis dengan ekspresi menggoda.

"Maksudku aku tidak apa-apa, terima kasih ya." Becky betulan harus bangun. Membawa tubuh lelah ini dengan paksa masuk ke dalam kamar mandi untuk bersihkan diri.

"Butuh teman mandi?!" Freen berteriak saat Becky hendak menutup pintu, tapi gadisnya tentu menjawab dengan balik berteriak, "Tidak!" Padanya.

Freen menahan tawa, dia masih saja malu padahal baru kemarin malam Becky punya aura seksi dengan kepercayaan diri. Tapi hari ini gadis itu kembali normal, dan mungkin tetap jual mahal.

Daripada memikirkan Calon Istri--eh, sudah menjadi Istrinya ya. Freen jadi senyum-senyum sendiri. Ia menatap pojok kamar yang telah penuh dengan hadiah dari para tamu undangan.

Ini adalah bagian yang paling asik, membuka kado!

Daripada diam saja menunggu Becky di depan pintu kamar mandi, lebih baik ia membuka semua amplop, serta bingkisan yang menumpuk tinggi ini. Mantap. Dengan semangat ia berlari mendekat.

Freen duduk manis. Membuka satu-persatu dengan telaten amplop uang yang ternyata jika di totalkan, bisa untuk modal usaha. Ya ampun, padahal ini belum dengan semua kado ini. Masih senang dengan apa yang dilakukan, ia meraih satu bingkisan paling bawah, satu-persatu. Persis ketika ia membuka amplop dengan tidak sabar, sampai suara pintu kamar mandi terbuka. Ia tergelak sontak menatap.

Sambil berpikir sudah berapa lama ia sibuk membuka amplop dan kado ini sampai Becky kini telah selesai mandi.

"Sayang?" Freen memandang Becky yang sekarang memakai bathrobe putih yang di sediakan hotel untuk mereka. Gadis itu kelihatan berdiri canggung namun ekspresinya menyimpan hal aneh. Jadi ia penasaran, "Kenapa? Kamu jatuh dari kamar mandi?" barangkali dugaannya benar, jadi Freen segera beranjak untuk hampiri Becky yang masih diam di tempat.

"Aku datang bulan." Becky akhirnya berkata.

"Oh," dan hanya itu yang bisa Freen katakan. Sampai hening melingkupi keduanya selama beberapa detik. Dan membuatnya menambahkan sedikit kata, "ya sudah." Ia hanya mengangguk dengan senyum sambil pegangi bahu mungil Becky.

"Ya sudah?" Becky menaikkan kedua alis. "Berarti aku tidak hamil?"

"Ya, bagus kan? Nanti kita bisa buat lagi." Freen mencoba bercanda, dengan menaik-turunkan alisnya.

"Kalau aku ternyata tidak hamil lalu untuk apa menikah seolah besok aku akan lahiran?!" Becky mencubit lengan Freen dengan gemas.

"Ya, tidak ada yang salah dengan kita menikah, sayangku." Freen beringsut kesakitan, cubitan gadis ini lumayan sakit, loh.

"Bisa tidak sih, kita batalkan nikahannya?"

"Sayang!" Freen jelas berteriak menolak, lalu mencengkeram bahu Becky sambil menggeleng. "Kamu tidak bisa batalkan! Kita sudah menikah!" kemudian goyangkan tubuh mungil itu sampai seluruh tubuhnya seperti terkena gempa.

"Freen! Aku pusing! Iya, iya!" Setelah bilang iya, Freen baru lepaskan tubuhnya dari cengkeraman. Memang ya, dia ini pemaksa. Tapi memang mereka tidak bisa batalkan pernikahan sih, apa coba alasannya?

"Daripada kamu berantakin kamar dengan semua kado itu," Becky melirik amplop dan kertas bingkisan telah berserakan kemana-mana. "Kamu lebih baik belikan aku pembalut di minimarket bawah, ya? Tolong." Karena ia juga akan memakai baju jadi ia mesti keluarkan Freen dari kamar untuk sementara.

"Oke, sayang." Freen memberi salut, lalu buru-buru mengambil dompetnya dari dalam jas yang ia letakkan di kasur, untuk kemudian keluar kamar dengan tergesa. Tak ingin pergi terlalu lama sebab baru naik lift ke bawah saja. Freen sudah mulai kerinduan.

Minimarket bawah, ternyata letaknya benar-benar bertetanggaan saja dengan gedung hotel. Untunglah betulan dekat, jadi sesaat ketika ia masuk. Freen membeli segala macam pembalut dari berbagai macam merk. Terserah yang penting ia belikan, toh, Becky juga tak sebutkan jenis pembalut yang bagaimana. Jadi ia asal ambil saja, tak lupa membeli makanan kecil barangkali gadisnya lapar. Melihat Becky yang makan sedikit hari ini. Ia tahu mungkin dia lapar. Orang dia juga merasa begitu.

"Say-" Freen baru saja buka pintu untuk kemudian menutup dengan cepat. Takut kalau ada orang lewat lalu melihat Becky yang tengah ganti baju di depan matanya.

Becky menghela napas, padahal belum selesai ganti baju. Beruntunglah ia ada di posisi memunggungi-dengan bathrobe setengah badan turun-sehingga Freen tak langsung lihat apa yang di depan tubuh.

Dia lama ganti baju karena ternyata mereka tidak bawa pakaian ganti. Ya ampun bodohnya memang. Jadi yang ia lakukan sejak Freen pergi adalah mencari sesuatu untuk di pakai. Lalu mendapati bingkisan dari Irene yang isinya ternyata adalah segala jenis macam night gown serta beberapa set pakaian dalam. Pantas bingkisan Irene sangatlah besar seperti berisi seorang bocah hidup di dalamnya.

Damn.

Awalnya ia ragu sambil mengeluh terhadap diri sendiri. Becky tidak biasa pakai pakaian begini. Biasanya, paling nyaman ia pakai daster tidur. Tapi daripada ia telanjang, lebih baik pakai apapun yang ada. Apalagi ia datang bulan, aduh, repot.

"Sayang, kenapa kamu tidak mengunci pintu?" Freen meletakkan dua plastik penuh makanan dan pembalut ke lantai. Ia ingin sekali menutupi punggung telanjang Becky dengan tubuhnya yang masih kebanyakan baju ini.

"Freen, kamu yang buka sendiri pintunya." Kok, salahin aku? Cepat-cepat Becky memakai Bra baru-terima kasih Irene, kau sangat pengertian membeli barang-barang seperti ini-ia berkata dalam hati dengan sedikit sarkas dan rasa syukur. Lalu menutupi lagi punggungnya dengan menaikkan bathrobe itu secara asal untuk menghadapi Freen dan mengambil pembalut yang dia beli di bawah.

"Kenapa kau beli pembalut banyak sekali? Ini seperti stok untuk setahun." Becky sampai sempat bingung mencari dimana pembalut yang sering ia pakai, sebab tumpukan pembalut segala merek ini menyusahkannya. Aduh, ini kenapa ada popok bayi lagi?

"Kau juga tidak tahu apa? Mana pembalut mana popok?" Ia akhirnya menemukan yang dicari, menyobek bungkus untuk mengeluarkan salah satu, kemudian melipir ke kamar mandi tanpa perlu mendengar jawaban Freen yang masih menatap dirinya. Atau mungkin menatap belahan dadanya yang terekspos begitu saja. Biarin, gratis. Dia pasti suka.

"Sayang, aku boleh ikut masuk?" Freen nenatapi pintu kamar mandi terkunci, bibir mangap ingin mencapai bahu seksi itu dengan mulutnya. Ya ampun, Freen ingin menjilati seluruh kulit halus itu.

Tapi ia harus menepuk pipi, sadarkan diri-agar menahan perasaan dahaga hasrat yang datang karena ingat Becky tengah datang bulan. Sial.

Sabar Freen, sabar. Kenapa? Ya, karena harus! Dia sedang datang bulan! Jadi pusinglah ini. Ia mengusap rambutnya kasar lalu melepas seluruh pakaian, giliran ia yang butuh mandi-mungkin dengan air dingin.

Jadi Freen menunggu Becky keluar dari kamar mandi dengan setengah telanjang-menyisakan celana dalamnya yang menonjol. Mungkin bisa menakuti seekor kucing jika melihat apa yang di tengah selangkangan.

"Freen!" Becky sontak balik badan, antara kaget lihat Freen depan wajah saat ia buka pintu, juga saat ia melihat Freen dengan celana dalam saja.

Ternyata kucingnya memang histeris. Lihat reaksi Becky yang menjerit dan menyembunyikan wajah merah itu.

Becky harus terbiasa. Biasa ... biasa saja. Jadi ia balik badan-hadapi, "Kamu mau mandi?" mungkin itu kenapa dia telanjang begini. Untunh yang tengah belum di buka, kalau iya, Becky mungkin pingsan.

"Mau temenin aku?" Freen tersenyum menggelikan, antara bercanda dan serius.


"No," Becky tersenyum cepat untuk basa-basi, "silakan nikmati mandimu. Aku akan bereskan yang kamu berantakin disana." Lalu menudingkan jari pada semua setumpuk uang, amplop, serta kertas bingkisan yang berserakan.

"O ... ke." Freen garuk kepala ketika Becky pergi melewati dirinya untuk meraih kertas-kertas itu-dimasukkan ke dalam tong sampah. Gadis itu benar-benar membereskan yang ia berantakin sebelumnya.

Oke.

Ia akan mandi sendiri.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Punggung mommy Becky emang semulus dan seseksihh ituuu😌😌😌 gimana Daddy Freen gak ampe melongo liatnya😌😌👈

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang