Punishment

5.3K 477 111
                                    

Apa tidak ada yang bertanya-tanya bagaimana hari-hari Freen menjadi Guru? Peduli atau tidak. Lihat atau tidak. Becky pada akhirnya akan mengetahui kelakuan si Calonnya ini.

Dia memang jago buat gaduh. Wanita itu tak bisa bekerja secara diam-diam. Lihat saja kelakuannya meneriaki salah satu murid yang tak ingin berolahraga. Siswa itu di suruh mengelilingi lapangan sambil di teriaki oleh Freen yang berlari di sampingnya.

Becky hanya gelengkan kepala memandangi dari lantai dua. Biarkan saja, dia masih pemula. Atau memang begitu caranya Freen mengajari seseorang.

Jika dua hari kemarin Freen masih cari aman dengan hanya memberi pelajaran pemanasan dan teori. Kali ini ia benar-benar terjun ke lapangan total dan mengeluarkan semua semangat juangnya mengajar. Bahkan ia loncat salto untuk membuktikan, saat para siswi yang punya badan muda tapi tak lentur seperti dirinya.

"Ayo, semangat, semangat!" seperti suporter bola, Freen meneriaki para siswa yang tengah bermain voli, tak lupa meniupkan peluit bising yang kini jadi mainan barunya.

Kalau menjadi guru olahraga bisa seasik ini, Freen sepertinya betah bukan hanya karena ada Sang Calon istri. Tapi juga anak-anak lemah yang butuh kekuatan energi ini. Ia suka. Sambil tersenyum memandangi siswa-siswi bergiliran melempar bola untuk nilai hari ini, ia menyebut nama untuk maju satu persatu.

"Rey Alvian!" Freen memanggil nama murid menurut alfabet, tapi yang dipanggil tak juga maju. Jadi ia kembali teriak, "Rey! Maju!" Freen mencari gerangan si anak bernama Rey ini. Mengitari setiap wajah siswa yang juga nampak kebingungan sebab Rey sepertinya tidak ada diantara mereka.

"Apa dia tidak masuk hari ini?" Harus bertanya pada siswi, sebab tanya pada siswa hanya akan menutupi kebenaran.

"Pelajaran pagi dia ada, Bu." Salah satu siswi menjawab.

Yang membuat Freen langsung menepukkan pulpen di atas buku nilainya. "Ambil ini, kalian maju satu-satu dan nilai sendiri." Ia berikan buku itu pada siswi yang telah menjawab agar ia bisa pergi mencari dimana si anak Rey ini.

Ia tahu selalu akan ada anak yang seperti ini, pagi ada, siang hilang, seperti siluman. Sebab dulu pun ia begitu, suka bolos hanya karena bosan di sekolah.

Tapi saat pelajarannya. Tidak ada yang boleh merasa bosan. Jadi Freen akan pergi menemukan dimana Bocah Calon Masalah ini.

Bagi Freen, sepertinya tak bakal susah ia mencari dimana anak-anak bandel berada. Sebab dulu saat sekolah disini, ia tahu semua tempat persembunyian bahkan ke lubang tikus sekalipun, ia akan tahu.

Jadi Freen akan ke lantai empat, berjalan sampai ujung lorong, naik tangga terakhir, lalu di lihatlah pintu ruangan itu dengan mata memicing.

"Nah! Ketahuan kalian!" Freen mendobrak pintu gudang yang berisi kursi dan meja rusak--dengan suara keras hingga kelima siswa yang tengah asik bermain kartu itu sontak terlonjak dari lesehannya.

"Bu!" Mereka panik. Mati. Ketahuan judi.


~~*~~


Becky menatap layar ponsel yang kelihatan sepi. Lantas melihat jam di dinding kelas yang sebentar lagi bunyi, tanda istirahat makan siang.

Tringgg!

Dan sampai bunyi itu akhirnya membubarkan para murid selesai pelajarannya. Ponsel itu masih sepi. Ia jadi heran. Becky tidak berharap di telepon terus menerus oleh Freen. Tapi aneh saja kalau wanita itu tidak menggaduhinya. Apalagi sebelum makan siang, dia pasti sudah meneleponnya untuk mengajak makan bersama.

Tapi karena tidak ada kabar, Becky mungkin akan pesan sendiri saja makanannya seperti kemarin. Beli saja dua, jaga-jaga kalau Freen belum makan.

Apakah dia sibuk? Tadi pagi dia memang kelihatan fokus mengajar. Mungkin wanita itu kini mulai mengerti bagaimana sibuknya mengajar, apalagi kalau sudah memeriksa tugas siswa. Lumayan membuat waktu.


Apa ia telepon duluan saja? Aneh rasanya jika Becky yang telepon duluan. Sebab selama ini wanita itu yang selalu mendulukan sesuatunya.

Ah, nanti juga Freen cari dirinya jika memang ingin makan bersama. Jadi biarkan saja. Ia hanya perlu membereskan barangnya untuk kemudian keluar kelas menuju ruang BK. Ia tak ingin berada di kantor para Guru, sebab tak ingin melihat para semut itu memandangi sementara Freen sangatlah protektif. Keuntungan sekali ia jadi guru BK sementara. Jadi Becky bisa menggunakan ruangannya dengan leluasa.

"Miss."

Becky hampir terlonjak kaget karena lamunan, saat ia hendak buka pintu ruangan oleh suara seorang siswi yang memanggil.

"Iya, kenapa?" Becky berbalik untuk meghadap dua siswi yang masih memakai pakaian olahraga itu.

"Ini buku nilai Bu Freen. Kita cari dia di kantor tapi tak ada. Jadi kita kesini menemui Miss, untuk mengembalikannya." Dia bicara sambil memberikan buku tebal itu pada sang Guru Bahasa Inggris yang sekarang satu sekolahan sudah tahu bahwa dia akan menikahi Guru Olahraga mereka.

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang