You What?

4.6K 477 68
                                    

Becky sudah dengar bisik-bisik para guru membicarakan bahwa akan ada Guru Olahraga baru. Banyak sekali yang dikatakan tentang Guru baru ini seolah sejarahnya begitu panjang. Dan darimana awalnya obrolan itu berasal? Yaitu dari Guru sepuh yang sudah puluhan tahun bekerja disini.

Meskipun Becky tak ikut obrolan karena sibuk mengejar pekerjaan yang terbengkalai dari kemarin. Ia masih mendengar jelas bagaimana mereka menjabarkan obrolan;

Dia dulu siswa disini.

Anaknya sebenarnya pintar, tapi nakal.

Ayahnya yang punya sekolahan ini.

Ini adalah inti dari bahasan mereka tentang guru baru. Tidak ikut percakapan saja Becky sudah tahu dan dengar semua. Tapi masa bodohlah semua itu, sebab ia masih sangat sibuk bahkan tidak mengingat sarapan sama sekali—iya, kalau bukan gara-gara pagi hari kemarin telat datang dan masalah lain tentang kehilangan keperawanannya ia takkan sesibuk ini.

Bahkan saking sibuknya. Ia jadi melupakan rasa frustasi dan fokus pada pekerjaan. Ia juga tak jadi menghubungi Irene—padahal sang sahabat berusaha menelpon. Becky tak punya waktu untuk mengurusi hal lain, apalagi ia telah mendapatkan dompet si Wanita, ia akan mencarinya nanti. Yaaa, mungkin saat ia sudah hamil.

Sial.

Becky hampir saja menggebrak meja saat ingat lagi bagaimana ia hampir stress memikirkan hal itu sepanjang malam kemarin. Tidak boleh begini, Becky masih punya pekerjaan untuk dilakukan. Janji, janji akan mencari wanita itu habis ini lalu menghabisinya dengan tanganku sendiri.

“Oh, dia datang.” Salah satu guru—yang sudah hampir tiga puluh tahun bekerja—menunjuk  pandang ke arah jendela kaca kantor, dimana seorang wanita dengan anggun berjalan hendak memasuki ruangan. Ia mungkin guru yang paling mengenal si mantan murid lama hingga masih ingat sampai sekarang.

“Halo, selamat pagi.” Suara Guru baru itu menyapa. Yang sontak semua orang menyadari kedatangannya termasuk Becky yang tadinya begitu sibuk.

“Perkenalkan saya Freen, guru olahraga baru.”

Becky sontak berdiri, reflek yang begitu cepat hingga para guru sempat menatap. Apalagi matanya yang langsung memelotot pada si Guru yang baru saja datang bekerja. Tapi si empu malah balas tersenyum tanpa dosa, bahkan menebar kerlingan mata dengan terang-terangan padanya.

 Tapi si empu malah balas tersenyum tanpa dosa, bahkan menebar kerlingan mata dengan terang-terangan padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setan.

~~*~~

Becky menyeret kemeja Freen hingga mungkin hampir saja robek karena saking kencangnya gadis itu menarik.

“Aduh, aduh, kamu jangan kasar begini. Apa tidak kasihan dengan kemejaku.” Freen menangkap tangan Becky untuk menahan gerakan gadis itu melangkah. Memang mau berapa jauh mereka ini akan menyembunyikan diri dari semua orang?

Awalnya ia kira Becky meminta waktu untuk bicara adalah dengan cara baik-baik. Bukan saat mereka akhirnya bertemu siang istirahat ini, malah menyeretnya naik tangga hingga atap gedung sekolah. Jangan-jangan dirinya mau dibunuh lagi. Lihatlah tatapan mata cantiknya yang kini bagai penjahat antagonis yang siap membelaimu dengan kematian.

“Kamu!” Becky dengan sangar segera menarik kedua kerah kemeja Freen hingga tinggi keduanya sama. “Kamu sudah memperkosaku! Kamu harus dipolisikan!” Akhirnya Becky meluap, tak lupa menimpuki badan Freen dengan tangan kecilnya habis-habisan.

“Aw, aw, kamu tidak perlu mempolisikan aku. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan menikahimu.” Freen menjawab yang akhirnya menghentikan sang Gadis hentikan pukulan. Matanya masih memelotot marah, tapi setidaknya dia tak lagi memukul.

“Kau pikir menikah itu mudah?!”

“Ya, sangat mudah! Aku tinggal membawamu ke KUA!”

“Aku tidak mau menikah dengan orang asing sepertimu! Aku tidak cinta denganmu!”

“Cinta bisa menyusul! Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku! Apa kau mau mempolisikan aku lalu semua orang jadi membicarakan kau sebagai guru yang telah hamil tanpa pendamping?!”

Keduanya jelas tak mau kalah saing bicara, namun kalimat terakhir Freen membuat Becky terdiam berpikir. Ia sadar bahwa citranya sebagai Guru jangan sampai dihancurkan. Cukup dahulu, tidak sekarang, tidak masa depan. Ia telah keluar dari masa-masa itu.

“Tapi aku tidak hamil sekarang!” Becky mencoba kembali menyanggah, mereka hanya melakukannya sekali. Apakah langsung jadi? Ta...tapi, bagaimana kalau dua bulan kemudian ia betulan hamil?

“Kalau nanti betulan hamil bagaimana? Aku memasukkannya di dalam!”

Plak!

Bibir Freen tentu saja kena tampar tangan kecil Becky karena mulut blak-blakkannya. Bahkan kalau bisa, Becky ingin sekali mendorong tubuh itu keluar jatuh ke bawah. Tapi nanti dirinya yang akan dipolisikan lagi. Sial. Ini terlalu rumit.

“Sakit juga.” Freen memegang bibirnya yang mungkin telah merah. Menatap si Gadis cantik yang kini berpaling sambil memunggungi, akhirnya tampak berpikir.

Mungkin dia pada akhirnya akan menerimaku. Memikirkannya saja langsung buat ia cengengesan.

“Kau tidak ingin menikah denganku.” Becky berbalik lagi, kali ini suaranya normal. Tidak menggebu dengan tingginya emosi. Kewarasannya sadar dan ia harus katakan hal yang lebih bijak; “Menikah bukan kamu membeli telur di warung, dan saat ada yang busuk kamu bisa meminta yang baru. Pernikahan bukan seperti itu. Kau tidak mengenal keluargaku, begitupun sebaliknya. Kita mungkin akan banyak berselisih, bertengkar atau mungkin salah satu dari kita selingkuh karena dari awal pernikahan memang tak ada cinta.”

“Cobalah. Cobalah denganku.” Apakah Freen harus menundukkan lutut untuk memohon. Ya ampun, ia ingin sekali menikahi gadis ini. Bahkan ketika sedang marahpun, ia kelihatan menggemaskan seperti malam itu.

“Aku akan mengatakan hal sama jika kau pikir semuanya tidak akan sempurna. Aku hampir dipenjara karena pernah jadi mafia, aku hampir membakar rumah tetangga dengan petasan, aku pernah bergabung geng motor, aku pernah berjudi, aku pernah banyak melakukan hal buruk lainnya yang nanti kamu bakalan tahu. Tapi yang aku bilang saat ini adalah, aku pernah melakukannya, bukan berarti aku akan terus seperti itu.”

Freen telah mengungkap beberap aib sebagai bekal agar si Gadis tahu. Biarkan saja ia bicara buruk soal dirinya sendiri. Mending bicara di awal dari mulutnya sendiri ketimbang ketahuan di belakang. Toh, ia memang punya sejarah buruk soal kehidupan.

“Kau...” Becky ingin sekali membalas argumen itu. Kenapa wanita ini sangat memaksa? Apalagi mengatakan segala keburukannya sendiri dengan mudah. Sementara ia tak bisa langsung bicara terang-terangan soal kehidupan pribadinya. “Pokoknya kau takkan mau menikah denganku, jangan menikah denganku. Keburukanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan yang kupunya.” Becky sudah pusing, ia tak bisa lanjutkan diskusi ini. Tapi jika tak dibicarakan, dan kalau ternyata ia nanti hamil. Semuanya akan berabe.

“Katakan, katakan apapun keburukanmu. Aku akan menerimanya.” Freen menahan tangan Sang Gadis yang sejak tadi gelisah. Bahasa tubuhnya tak bisa diam, ada rasa bingung, mata berkaca, serta rambut panjang yang kini berantakan karena dia terus mengusapnya dengan kasar—tanda stress datang.

“Aku berasal dari keluarga tanpa Ayah, ibuku pernah bekerja sebagai prostitusi, dan statusku adalah ... janda.”






Internetku kayak aduh ngeselin banget deh. Harusnya tadi di update pas jam sebelas, karna gak bisa uplod foto jadi aku hapus berkali2 dan nulis ulang. Ya ampun sabar banget sih aku ini.

Kalo gak ada halangan ntar malem gue update lagi, tapi kalo ternyata gak ada kabar brarti besok yaa.
Jangan bosen2 komenannya.🥰🥰🥰

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang