Chaos

4.1K 450 56
                                    

Becky mendekatkan minyak aroma terapi ke hidung Freen. Wanita itu tak sadarkan diri selama dua puluh menit, dan kedua orang tuanya seolah biasa saja. Bahkan mereka sempat tertawa habis-habisan lima belas menit lalu.

“Nanti dia sadar.” Sang Ayah melipat tangan memperhatikan Freen yang dibaringkan ke atas sofa dengan Becky duduk memangku kepalanya.

I never know you have daughter.” Becky akhirnya bicara, dengan aksen inggris sempurna. Pesonanya jadi kian bersinar.

You never ask.” Sang Ayah tersenyum. “Lagipula punya anak atau tidak, yang penting Daddy tulus padamu.”

Becky kira sang Daddy—yang menyokong segala kebutuhan sekolah hingga kuliah, bahkan rumah mungilnya saat ini—tak pernah punya anak. Ia berpikir demikian karena sebegitu banyaknya pria itu memberi kehidupan lebih baik untuknya, bertingkah seolah-olah ia benar-benar putri angkatnya meskipun tidak pernah tinggal bersama. Mereka hanya bertemu setahun sekali, atau bahkan dua tahun sekali seperti saat ini.

“Tadinya Daddy mau mengenalkan Freen padamu. Anak ini,” Sang Ayah menudingkan jari pada Freen yang masih menutup mata. “tadinya Daddy usir dari rumah. Dia sangat nakal, tapi dua hari lalu. Dia membawa proposal profilmu dan meminta restu Daddy untuk menikahimu. Dia tidak pulang ke rumah selama tujuh tahun tapi pulang hanya karena ingin memamerkan calon mantu. Kamu.” Sang Ayah tersenyum penuh bangga. Hebat juga Freen seleranya. Ia kira sang Anak tak punya tipe ideal dan hanya akan melanjutkan hidupnya dengan melajang sampai tua demi terus bersenang-senang.

“Begitu, ya?” Meskipun orangnya vulgar, tetapi dia bertingkah manis juga. Becky memandangi wajah Freen yang seperti tidur bukan sedang pingsan dalam pangkuannya.

“Daddy sama sekali tidak berpikir kalau kalian bisa bertemu tanpa dipertemukan. Apalagi kamu sempat menikah dengan Damar. Daddy sempat putus asa. Takut kalau ternyata Damar berumur panjang, kamu jadi tidak bisa menjadi putri Daddy lagi.” Untung saja lelaki itu meninggal dua jam setelah mengucapkan janji pernikahan. Meskipun kelihatan kejam, tapi Sang Ayah ingin egois agar memiliki Becky untuk anaknya bukan untuk orang lain. Dengan begitu ia bisa mati tenang nanti. Tanpa khawatir dan takut jika anaknya bakal menjadi derita ibunya karena selalu bertingkah berandalan.

Dad, come on.” Entah bercanda atau tidak, mendengar Daddy merasa bersyukur atas kematian Damar tetaplah tidak baik. Tapi ia hanya mensenyuminya saja, toh semuanya sudah berlalu di tahun kemarin.

“Iya, maaf ya.” Sang Ayah tersenyum malu. Ia seperti anak-anak yang tak mau berbagi mainan. “Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kalian bertemu?” iya juga, kok bisa?

Becky bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan itu. Jujur atau tidak, ia tak tahu. Sebab semuanya berawal dari ketidaksengajaan--yang mungkin sengaja, sebab Freen malam itu sedikit mabuk ketika melakukan sementara dirinya mabuk total. “Kita—“

“Ah,” Freen merengek kecil sebelum membuka mata dan bangunkan tubuhnya.

Sementara Becky merasa bersyukur bahwa dia akhirnya bangun dan akan menyerahkan pertanyaan itu pada Freen.
“Tanya saja padanya, Dad.” Ia menudingkan jari, padahal Freen saja masih bingung apakah ia telah mati suri atau bagaimana.

“Kenapa?” Freen masih linglung, tapi detik selanjutnya sadar hingga berteriak histeris. “Kamu adikku?!” suaranya mengglegar seluruh rumah, sampai Becky terlonjak dari duduknya.

“Aku bukan adikmu.” Becky hampir saja menampar mulutnya karena berisik. Tapi ia menahan diri sebab ada orang tuanya disini.

“Jangan bohong!” Freen lebih baik mati saja, bagaimana ini?! Ia telah tidur dengan adiknya sendiri?! Huaaa...

“Freen, jangan berteriak seperti itu.” Sang Ayah memegang bahu Freen untuk menenangkan, tapi sang anak marah dan menudingkan jari padanya.

“Apa Ayah menghamili wanita lain dan menghasilkan dia?!” Kini Freen menudingkan jari pada Becky yang tentu saja langsung ditimpuk oleh Becky.

“Kamu jangan bicara sembarangan!” Ia jadi marah. Apakah lebih baik ayahnya mengusir anak kurang ajar ini lagi?

“Kalian, kenapa nadanya begitu keras. Apa tidak bisa bicara baik-baik?” Sang ibu menengahi. “Freen, apa kau ingat dulu, kalau Ayahmu pernah menabrak seorang wanita sampai meninggal?”

“Heuh?” Freen menaikkan alis, berpikir sejenak. Sepertinya ia ingat. Tapi itu sudah sangat lama, ia bahkan takkan ingat jika tak ada yang bicara lagi. Sebab waktu itu, Freen masih kuliah dan jarang di rumah. Tapi ia tahu saat kejadian, sang Ayah bolak-balik kesana-kemari untuk memproses entah apa. Saat itu ia tidak begitu peduli karena kenakalannya yang menjadi. “Iya, Freen ingat.”

“Wanita itu punya anak, Becky, anaknya.” Sang Ayah akhirnya bicara pelan. “Ayah merasa bersalah dan berdosa. Jadi dengan tanggung jawab penuh, Ayah membiayai kebutuhan hidup sampai sekolahnya. Itu kenapa Ayah menganggap Becky sebagai putri Ayah yang lain.”

“Tapi kenapa aku tidak tahu?!” jika tahu begini, Freen sudah menikahi gadis ini dari dulu dan membuat banyak anak dengannya!

“Apakah kau bahkan mau bertanya?” saat umur segitu, Freen tidak peduli dengan apapun. “Kau tidak pernah bicara apapun dengan Ayah, lalu bagaimana bisa Ayah bisa mengobrol tentang hal ini denganmu dulu?”

“Tapi Ayah harusnya cerita saja tanpa ditanya!”

“Kamu itu!” Karena Freen menaikkan nada bicara, ia jadi ingin marah dan menyalahkan kembali tingkah sang Anak. “Dasar anak durhaka!” tak lupa menjitaki kepala Freen dengan gemas.

“Ayah, sudah.” Sang Ibu mencoba melerai, tapi suaminya ini seperti harus melampiaskan atau dia akan terus marah.

“Dad, stop.” Kenapa jadi ribut begini? Becky sampai harus meraih kepala Freen untuk disembunyikan di bawah perut demi menghentikan sang Ayah.

“Iya, sayang. Tolong aku.” Kesempatan Freen untuk memeluk manja, yang justru dibalas Becky dengan melempar tubuhnya sampai jatuh ke lantai.

“Daddy bertanya bagaimana kita bisa bertemu?”

“Oh, itu—“

“Dia melecehkan aku dan memaksa untuk menikahinya, Dad.” Becky menudingkan jari pada Freen yang sontak melotot ketakutan.

“Kamu apa?!”

Mampus dia.

“Aku ... “ belum Freen bicara, sang Ayah langsung terkam dengan kedua tangan. Memukuli kepalanya habis-habisan seperti singa jantan.

“Kurang ajar kau, Freen! Daddy sudah menebak kau mendekati Becky dengan cara tidak wajar!” Pukul di kanan kepala. “Dasar anak durhaka!” Pukul di sebelah kiri. “Lagipula siapa yang mau menikah dengan anak nakal sepertimu!” pukul punggungnya.

“Tolonggg!!!”

“Ayah sudah!”

“Dad! Enough!”

“Mba! Tolong ambilkan pot bunga di depan!” Teriak sang Ayah yang dijawab dengan lantang dari arah halaman depan.

“Buat apa, Pak?”

“AMBILKAN SAJA, Nina!”

“Ayah! Jangan!” kalau sampe anak semata wayangnya penuh luka, ibunya juga bakal merasa kesakitan, mana bisa ia tega. Freen memang nakal, tapi ia masih mau mendengar ibunya bicara.

“Dad, no!” Ya Tuhan, dikira Daddy hanya akan memukul sekali tapi kalau begini, Freen bisa jadi adonan mochi. Becky panik tak bisa melerai keduanya bahkan ketika Sang Ibu berusaha memisahkan.

“Tolong panggilkan polisi!” Freen berteriak ketakutan. Aduh, kalau ia betulan di bunuh Ayahnya sendiri bagaimana?!

“Ini, Pak.” Mba Nina dengan langkah tergopoh, asal mengambil pot bunga untuk diberikan pada tuan rumah.

“HABIS KAU FREEN!”

“Ayah, tidak!”

“Dad!”

“TOLONG!!!”

Prang!

“HABIS KAU FREEN!” “Ayah, tidak!”“Dad!”“TOLONG!!!” Prang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nyawa Freen udah melayang ya geys😂😂😂👈👈

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang