The Person, You are

4.4K 446 59
                                    

Freen dari tadi mencari Becky untuk segera makan siang. Ia mondar-mandir seperti babi mencari uang tapi seolah semua orang telah jatuh miskin dan pencariannya jadi sia-sia. Ia tak bisa menemukan dimana gerangan.

Harus berapa kelas lagi ia periksa? Freen mulai lelah, masih ada pelajaran olahraga di lapangan habis istirahat, jadi ia tak boleh sampai kelelahan atau ia tak bakal bisa kerja maksimal.

Tadi pagi ia masih melihat Sang Calon Istri memasuki kelas yang diajarnya. Tapi karena ia juga sibuk, jadi tak bisa selalu memantau.

Bukan cuman mencari keliling, Freen juga telah beberapa kali menelpon untuk mencari keberadaannya.

Jadi panik lama-lama. Apa ada yang culik dia selain dirinya? Apa dia kabur dari sekolah bersama orang lain selain Freen? Haduh, tidak, tidak mungkin.

Freen mengembus napas putus asa, tapi detik kemudian ponsel yang sejak tadi dipegangnya berbunyi tanda nama ‘Becky Sayang’ muncul di layar.

“Sayang? Kamu ada dimana?” Freen menaikkan nada dengan tak sadar. Ia hampir menelepon polisi jika tak juga menemukan calon Istri.

“Aku ada di ruangan BK, kamu kenapa menelepon terus?” Becky bertanya di sambungan sana. Gadis itu sejak tadi berada di ruang BK tapi Freen malah keliling mencari ke seluruh sekolah.

“Ruang BK?” Lah, dekat ruang guru, dong. Freen segera putar langkah cepat untuk hampiri Becky. “Aku akan kesitu. Ayo, kita makan siang.” Freen tidak bertanya tapi lebih pada pernyataan.

“Aku sudah beli makanan, jadi tak usah keluar.”

“Hei! Kenapa kamu makan sendirian saja? Kamu tidak mau temenin aku makan?” jahatnya. Padahal ia sangat ingin makan bersama.

“Jangan bicara terlalu keras. Kamu cepat kesini saja. Aku juga sudah sekalian belikan untukmu.”

“Oh,” ternyata, tak diduga.

“Jadi aku akan tutup teleponnya, ya?” Becky menutup sambungan teleponnya sementara ia masih sibuk menata sendok dan piring di atas meja.

Freen yang tadinya hampir marah, kini menebar senyum lalu makin cepatkan langkah bahkan hampir berlari. Tak pedulikan lirikan siswa yang sempat menatap heran.

Yey, Becky-ku sudah belikan makanan. Mendengarnya saja sudah buat Freen kesenangan. Meskipun hal kecil, tapi itu tandanya satu perhatian yang kini muncul. Asek. Ia melangkah bahagia saat akhirnya melihat ruangan telah dekat.

Freen dengan semangat buka pintu ruang BK dengan suara lantang seolah dunia hanya kepunyaan mulutnya. “Sayang!”

“Hush!” Becky sontak kaget dengan suara Freen hingga ia isyaratkan untuk tidak berisik. “Jangan bicara keras-keras.” Ia melirik pada salah satu siswa yang duduk di sampingnya kini tampak buang muka seolah dia yang malu bukan si Becky-nya sendiri.

“Oh,” Freen menepuk mulutnya dengan tangan kanan sebagai peringatan, sementara tangan yang lain menutup pintu rapat. “Maaf, aku kira tidak ada orang lain.” Ia cengengesan untuk kemudian mengambil duduk di satu sisi Becky yang kosong.

“Kamu mau lauk apa?” Becky menunjuk kotak makan yang di belinya dari pesanan online. Di meja sudah ada tiga kotak berisi; nasi+sayur+ayam, juga ada nasi+sayur+udang, sementara satu kotak lain ia berikan pada siswa di sebelahnya.

“Apa aja sayang, kamu mau yang mana?” Freen bisa makan apa saja asalkan makanan manusia. Jadi ia lebih memilih bertanya balik untuk Becky pilih yang lebih dia sukai.

“Aku akan makan yang udang kalau begitu.” Becky memberikan kotak nasi berisi Ayam pada Freen sementara ia mengambil yang Udang. Tak lupa memberikan sendok untuknya.

“Kamu mau makan disini atau di kelas?” Becky bertanya pada siswa yang sejak tadi, mungkin merasa canggung dengan keberadaan dirinya sendiri di tengah pasangan baru ini. Jadi ia akan bertanya apakah dia masih ingin disini atau pergi membawa makanannya. Barangkali siswanya masih ingin curhat setelah makan.

“Aku akan makan di kelas saja, Miss. Terima kasih banyak makanannya.” Siswa berkacamata itu menunduk permisi sambil membawa kotak makan yang diberikan, langkahnya terburu bahkan hampir tersandung saat keluar dari ruangan BK itu.

“Kamu membuat dia malu.” Becky masih menatap pintu yang kini telah tertutup kembali. “Lain kali kalau panggil aku begitu, jangan keras-keras, ya?” Becky meminta dengan nada lembut. Yang membuat hati Freen seolah meleleh seperti Gulali kapas kena air.

“Iya, sayangku. Maaf ya, aku akan berusaha menempatkan diri.” Banyak sekali perbaikan yang harus di benah Freen. Sebab ia selalu hidup tanpa aturan, kini ia sudah punya tameng Jalan Kebenaran Pribadi. Jadi menurut saja, toh, tidak ada salahnya. Justru bermanfaat bagi karakternya.

“Kamu tidak bertanya kenapa aku di ruang BK dan tidak langsung menjawab teleponmu?”

Freen yang hampir suapkan makanan ke dalam mulut, langsung berhenti dan sadar. “Eh, iya. Kamu kenapa aku cari-cari ke seluruh sekolah malah ada disini?”

“Guru BK sedang cuti lahiran, jadi sementara aku akan gantikan dia. Dan anak itu, dia adalah yang tinggal di panti asuhan punya Daddy.”

“Oh, iyakah? Dia habis curhat sesuatu?” biasanya anak yang keluar dari ruang BK, jika bukan anak bermasalah, berarti anak yang butuh di dengar. Melihat dari cara siswa itu berpakain rapi dan bersih, tandanya dia bukan anak nakal seperti dirinya dahulu.

“Ya, dia cuman menanyakan pendapat tentang bagaimana hidupnya setelah lulus sekolah. Aku bilang padanya untuk tidak terlalu khawatir, jika dia ingin bekerja, aku akan membantunya mencari pekerjaan, kalau dia ingin lanjut kuliah, aku juga bisa membantunya mencarikan beasiswa.” Becky mendudukkan kotak makannya pada pangkuan, lalu menyendok nasi itu untuk dilahap ke dalam mulut sampai pipi mungilnya mengembung lucu.

“Ah, begitu ya.” harus berapa kali lagi Freen akan jatuh cinta pada gadis ini. Bukan mengeluh, tapi Becky ... terlalu menjadi sempurna hingga ia kewalahan dengan semua rasa kagum ini. “Kamu bisa minta bantuanku jika dia butuh bantuan yang lain.”

“Aku akan bilang jika aku tidak mampu.” Becky mengangguk sambil terus melahap.

“Kamu dekat dengan anak-anak Panti Asuhan yang Ayah kelola?” memang ada beberapa anak panti asuhan yang sekolah disini. Jika nilainya bagus, mereka akan di masukkan kesini. Jika tidak bagus pun, bisa di sekolahkan ke Sekolah Negeri.

“Kamu pikir kenapa aku tidak tinggal dengan Daddy dan kamu tidak tahu tentang keberadaanku selama ini?”

“Loh, iya juga. Kenapa?” kenapa Freen tidak bertanya tentang hal ini sejak awal? Bukankah Ibu Becky meninggal ketika gadis ini masih kecil? Mungkin umurnya sekitar sepuluh tahun saat itu.

“Aku memilih tinggal di panti asuhan karena aku tidak bisa tinggal dengan orang tua baru. Lagipula disana aku jadi punya teman bermain.”

“Begitu,” wah, seharusnya Freen mengunjungi Panti Asuhan milik Ayahnya. Sebab ia tak pernah mau di ajak kesana dan kini jadi menyesal telah menolak ajakan yang mungkin akan mengenalkan dia dan Becky lebih cepat. “Aku seharusnya jadi anak baik dari dulu.” Ia menyesal sambil menyuapkan makanan.

Becky tersenyum melihat pipi berisi itu bergerak-gerak mengunyah makanan. “Tidak harus di sesali, artinya kamu sudah merasakan semua kesenangan di masa muda. Daripada di masa tua nafsu bersenang-senang meninggi sementara ada anak-istri, semuanya jadi tidak adil.”

“Kau—“ Freen tak bisa berkata, ia tidak sangka, Becky membelanya. Ia kira Gadisnya bakal menyeramahi seperti yang Ayahnya lakukan. Tapi dia, bersikap seperti Guru betulan.

“Kenapa?” Becky menarik satu alis, apakah dia bicara salah?

“Kamu tidak menghakimi.” Seperti yang biasa orang lain lakukan.

“Aku bukan Tuhan. Untuk apa aku menghakimimu?”

“Apa kau biasa seperti ini pada orang lain? terlalu baik dan menjadi sangat perhatian?” Kalau iya, Freen tidak terima. Sebab ia menginginkan kepedulian Becky hanya untuknya saja.

“Tidak ke semua orang. Aku juga pilih-pilih, biasanya memilih diam kalau aku tidak suka. Tapi untuk siswa tadi, Irene, Damar, dan kamu.” Becky menunjuk pada Freen yang membuat Wanita itu mendelik bingung.

Ada apa dengannya?

“Aku tidak mau menyakiti orang yang masa kecilnya sudah terluka.” Sebab luka masa kecil akan membuat beban berat di memori ingatan. Bahkan bisa membuat kehidupan dewasamu menjadi berantakan. Seperti Freen, yang selalu diperlakukan keras oleh sang Ayah, serta tekanan yang di terima sebagai anak tunggal. Becky menimbang berat saat ia ingin menolak pernikahan ini. Tapi melihat keteguhan Freen dan tangisan kecil saat wanita itu di lempar pot bunga kemarin. Ia tahu bahwa, Becky harus menerima dia. Dia juga terluka, seperti dirinya yang selama ini memendam banyak duka.

“Sayang.” Freen kenapa jadi terharu ini. Belum pernah ada orang yang berkata semurni ini di hadapannya. Sekali dalam hidup, ia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar ia cari selama ini. Becky, yang luar biasa tak bakal kau bisa temukan di kebanyakan orang. “Aku jadi makin ingin cepat menikahimu.”

Becky terbahak sejenak untuk kemudian di senyumi. “Kamu hanya perlu menunggu minggu depan untuk itu. Aku tidak akan kemana-mana.”

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang