The Feel that Might Grow

4.8K 439 101
                                    

Met pagi guys! Yg nulis dateng lagi neh! Bawa crita yg mayan bakal temani para jomblo yang kesepiann.

Happy reading!

Love y'all! Always!🥰🥰




Gadis cantiknya masih cemberut. Sesaat mereka kembali ke hotel. Becky sama sekali tak ingin berdekatan dengannya. Dia melangkah lebih dulu, tanpa ingin menoleh ke belakang dimana ia tengah mengikuti.

“Sayang—“ Freen memanggil saat Becky tidak masuk lift untuk naik ke kamar mereka. Dia justru jalan memutar dan memilih duduk di sofa lobby hotel paling ujung.

“Sayang.” Freen panggil lagi, tapi Becky masih ingin buang muka. Kenapa kesalnya jadi panjang begini? Apa dia malu karena ketahuan cemburu?

“Aku ingin sendiri dulu, Freen. Tinggalkan aku disini.” Becky meminta dengan nada tenang, tapi kelihatan serius seolah apa yang dia katakan tidak bisa dibantah.
Jadi yang bisa dilakukan Freen adalah menuruti permintaannya. Mungkin seorang introvert selalu seperti ini, meminta waktu berdiam diri. Lagipula dari awal Becky sempat bertanya apakah dia bisa memberinya waktu sendirian saat lelah bertemu banyak orang, tapi Freen menolak permintaan sebab ia tak bisa jauh barang sedetik dari Sang Istri. Mungkin saat ini Becky merasa cukup dan tidak kuat harus berhadapan lagi dengan orang-orang, barangkali termasuk dirinya.

Untuk menghargai gadisnya, Freen hanya bilang, “Oke.” Lalu pergi ke sofa belakang yang tak jauh dari tempat sang Istri duduk. Yang penting kan, ia tak ganggu Becky yang sedang ingin sendirian. Bukan berarti ia akan benar tinggalkan begitu saja. Lagipula yang pegang kunci adalah dia.

Freen hanya perlu menunggu. Sambil perhatikan rambut belakang Becky yang bahkan terlihat cantik dari belakang. Spontan buat ia jadi tersenyum. Berpikir betapa beruntung punya Istri seperti dia. Cantik, pintar, ah, terlalu pas sebagai pasangannya. Bahkan kelebihan beban. Becky terlalu sempurna buat siapapun.
Beruntunglah Freen.

Dia berpikir demikian sampai tiga puluh menit terlewati, dan terus memandang belakang kepala Istri sampai satu jam kemudian.

“Dia sama sekali tidak bergerak?” Freen menggumam, menatap heran. Becky memang sependiam itu. Ia kini makin mengenal sisi Istri lebih dalam. Meskipun ia punya kecurigaan lain, apakah jangan-jangan dia malah tidur sambil duduk? Becky sama sekali tak bergerak di tempatnya.

Apakah Freen harus sudahi ini dan hampiri saja? Ini sudah satu jam lebih. Cukup belum buat Becky? Ia gatal ingin dekati sang Istri. Tapi juga harus sabar.

Sabar, Freen. Dia bilang ingin waktu sendiri. Jadi hargailah istrimu.

Tapi sampai dua jam. Becky tak juga ingin beranjak sementara ia sudah kelewat tak sabar. Mau berapa lama lagi? Freen kini menggerakkan kaki dengan gelisah. Seperti sedang di hukum saja, ia pun jadi tak mau bergerak kemana-mana karena takut sang Istri mungkin kabur untuk
menyembunyikan diri demi waktu sendiri.

“Becky?!”

Freen tergelak sama seperti Becky yang terpanggil disana. Siapa yang panggil Istrinya?

“Becky?” seorang pria muda hampiri Becky dengan senyum di wajah. Seolah sedang tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

“Daniel.” Becky kini bergerak, bahkan bangun saat Daniel, sahabat ia dan Damar yang sempat menghilang beberapa tahun lalu. Betapa terkejutnya bisa bertemu disini.

Yang ia dengar hanyalah, Daniel melanjutkan kuliah keluar negeri tanpa memberi tahu mereka. Entah apa alasannya. Padahal dulu, ketiganya sangatlah dekat. Ia sampai berpikir mungkin Daniel membenci dirinya atau bertengkar dengan Damar sebelum pergi dan menghilang.

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang