The Start

2.9K 371 39
                                    

Can't sleep can't sleep😬😬
Jadi update ajalah
Berbagi rasa stress crita ini sama kalian ya😂😂😂

Can't sleep can't sleep😬😬Jadi update ajalahBerbagi rasa stress crita ini sama kalian ya😂😂😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Becky berbalik untuk menatap bagaimana sosok tunangan Daniel, yang ternyata cantik. Seleranya bagus juga. Tapi saat ia memandang ke arah wanita lebih tua serta gadis di hadapannya yang tampak terkejut dengan pandangan sama—horor bercampur panik. Ia tahu bahwa si Michelle, pasti punya sesuatu dengan Freen. Namun ia mesti menahan diri dan sembunyikan perasaan dengan haha-hihi.

“Hei, Becky.” Becky menyalami Michelle yang juga tersenyum canggung. “This is Freen, my spouse.” Lalu melihat keduanya bersalaman dengan tensi penuh kegugupan—seolah membenarkan apa yang ia pikirkan bahwa mereka mungkin punya cerita.

“Freen.”

“Michelle.”

Keduanya tak ingin bersentuhan terlalu lama, menjabat hanya untuk basa-basi. Sementara Michelle segera dekati Daniel untuk bersembunyi dari perasaan memukul Freen dalam hati. Kenapa dia ini selalu dapat perempuan yang cantik-cantik?

“Kalian harus datang ke pernikahan kita. Aku akan memberikan undangannya pada kalian.” Daniel ingin mengundang keduanya. Dengan senyum dan tangan yang melingkar ke pinggang Michelle, ia tak ingin kalah. Bahwa dirinya juga punya pasangan untuk dipamerkan.

“Bagaimana kalau kita makan malam habis ini? Kakak perempuanku baru saja buka Cafe minggu lalu.” Lanjutnya yang tak ingin kepameran ini segera selesai. Ia masih ingin mengobrol dengan Becky, namun status dan Freen yang cemburuan. Membuat hubungan teman-lama itu jadi kerasa berbeda dan canggung.

“Boleh.” Becky tersenyum setuju.
Sementara Michelle dan Freen tampak diam, tak tahu harus berkata apa.

“Tapi kita belum selesai belanja, sayang. Mungkin bakalan masih lama. Kalian pasti tak akan mau menunggu.” Freen harus cepat beri alasan untuk menolak ataupun menunda, yang jelas jangan sekarang, juga nanti pun jangan.

“Tak masalah, kita juga belum selesai belanja.” Daniel tersenyum ke arah Michelle yang keluarkan ekspresi tidak terbaca. Mata gadis itu terus menatapi Freen dan Becky yang tampak serasi dan mesra.

~~*~~

“Kenapa dengan tatapan mata itu?” Becky menahan diri untuk bisa keluarkan pertanyaan ini. Sejak berpisah belanja dengan pasangan Daniel-Michelle hingga selesainya mereka. Ia akhirnya dapat kesempatan bicara saat keduanya masuk ke dalam mobil.

“Tatapan apa sayang?” Freen baru saja akan nyalakan mesin mobil ketika Istrinya yang sejak tadi diam, tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang membingungkan.

“Tatapan kamu sama Michelle, tunangannya Daniel.” Nadanya agak naik, nanti bisa lebih tinggi lagi kalau ternyata instingnya sebagai perempuan memanglah benar. “Kalian berdua tampak terkejut lalu berpura-pura tidak kenal, padahal mata tidak bisa bohong saat Michelle terus melihat ke arah kamu. Apa kau pikir aku bodoh?”

“Sayang—“ dia yang bodoh bukan Istrinya yang pintar menebak begini.

“Siapa Michelle? Mantan pacarmu dulu?” Becky tak ingin dengar apapun sebelum semua pertanyaan dalam hatinya keluar semua.

“Bukan. Kita tidak pernah berpacaran, kita memang sempat dekat dan tidur bersama—“

The hell! You slept with her?!” langsung tinggi ke awan suaranya. Bagaimana tidak, kejujuran dari mulut Freen jelas buat siapapun merasa tak habis pikir.

“Iya, itu dua tahun yang lalu kalau tidak salah.”

And you two never dated?! Are you kidding?!” saking kesalnya Becky, bukan hanya menaikkan nada bicara, tapi juga menukul bahu Freen dengan keras. Bukan karena ia cemburu, tapi karena marah, “bagaimana kamu meniduri perempuan tapi kamu tidak berkencan dengan mereka? Apa kau menganggap perempuan sebagai pelacur? Yang kau tiduri lalu kamu bisa pergi menghilang?”

“Maafkan aku sayang, dulu aku memang sangatlah nakal.” Freen menutupi badannya dengan tangan takut-takut sang Istri kembali memukul tubuhnya lagi.

“Itu namanya bukan nakal, Freen! Tapi kurang ajar!” Waduh, panggilan Freen telah keluar dari mulut Becky, yang mematenkan bahwa perempuan lebih muda itu benar-benar marah besar.

“Karena aku tidak bisa mencintai mereka, sayang. Sebelum bertemu denganmu, aku memang dekat dengan beberapa wanita, aku meniduri mereka karena kupikir dengan begitu aku bisa membuka hati. Tapi nyatanya aku salah, itu kenapa aku selalu pergi setelah meniduri mereka.”

Becky sampai melongo dengan pernyataan Freen yang sungguh diluar nalar. Ingin sekali ia mencabik-menampar wajah itu sebagai pembalasan siapapun yang pernah ditiduri Freen lalu ditinggalkan begitu saja. “Kamu sangat jahat, bukan hanya seperti penjahat kelamin. Kamu membuat perempuan terluka dimana-mana Freen! Kamu tidak seharusnya bersikap seperti itu!”

“Maafkan aku, sayang.”

You don’t need to apologize with me! But with them! You owe them!” tidak bisa ini, Becky jelas tidak bisa menahan marah dan nada keras keluar. Ini terlalu membuatnya emosi. Mungkin ini yang dirasakan oleh Ayah Frans selama ini terhadap Freen yang sikapnya kelewatan.

And how could you be so honest like this?!” Freen bahkan tak menampik apapun, jika orang lain mungkin akan menyembunyikan segala cara kejahatannya. Dia malah dengan senang hati terbuka.

“Aku tidak pernah ingin menyembunyikan apapun darimu, kalaupun nanti bakal ketahuan hal lainnya. Aku akan jawab apa adanya tanpa sembunyikan apapun. Lagipula aku merasa bangga bisa jujur denganmu, karena aku merasa senang melakukannya. Aku ingin kamu mengenalku tanpa harus menutupi siapa aku sebenarnya.” Tidak ada alasan untuk Freen berbohong, ia ingin secara menyeluruh menyerahkan semua kejujuran hidupnya pada Becky seorang. Dengan begitu, kehidupannya tidaklah perlu berpura-pura karena menutupi sesuatu.

Becky meremas rambutnya dengan frustasi, entah hati ini akan meledak bagaimana lagi. Ya Tuhan, rasanya ia akan hancurkan samsak tinju dengan semua emosi ini. “Kalau begini, bagaimana bisa aku hadapi mereka berdua?” ia mengembus napas bingung, menatapi parkiran dengan lampu mobil menyala—entah akan jadi jalan atau tidak.

“Padahal aku sudah kasih kode untuk menolak, tapi karena Istriku setuju, jadi aku hanya ikut saja.” Freen mengangkat bahu, tak punya ide apapun, sebab mungkin kedua pasangan itu tengah di perjalanan menuju Cafe yang telah di tetapkan untuk makan malam.

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang