I'm Being Serious

4.3K 443 60
                                    

“Tunggu.” Freen menahan Becky yang hendak keluar mobilnya. Ia tidak suka waktu cepat berakhir, padahal di perjalanan, mereka sudah mengobrol kecil, Freen telah menerima kembali dompet bahkan bertukar nomor telepon dengannya.
Tetapi pada akhirnya mereka sampai juga di depan rumah mungil sang Gadis cantik. Yang artinya tidak akan ada lagi suara manis itu menghiasi hening mobilnya.

“Kenapa?” Becky menarik alis memandang wajahnya yang tampak terlalu ramai dengan kata-kata tapi tak bisa diungkapkan. “Kamu mau bukakan pintu lagi biar romantis?”

Freen tersenyum geli, dirinya ini kenapa jadi budak cinta begini. “Aku cuman mau bilang, besok pagi aku jemput ya?”

“O-oke,” melihat senyum Freen diantara kegelapan malam dan remang dalam mobil, menampilkan bagaimana wanita itu sebenarnya tampak lelah. Wajahnya sedikit kusam, apalagi plester luka di jidatnya yang menambahkan kesan prihatin. “Tapi jangan telat, ya? Aku tidak suka kesiangan. Kalau kamu datang lebih dari jam setengah tujuh, aku mungkin sudah tidak ada disini dan berangkat sendirian.”

“Siap, boss. Aku akan datang pagi.” Freen memberi salut lalu membelai masuk ke dalam rambut panjangnya dengan tatapan panjang. Tak lupa memberi senyum gusinya serta berucap, “Selamat malam, ya. Selamat tidur nyenyak.”

“Iya, hati-hati di jalan, ya.” Becky memberi senyum tipis setelah Freen berhenti mengelus rambut untuk membiarkannya keluar mobil. Menatapi senyum wanita itu dari jendela yang sengaja terbuka, sampai kendaraannya berjalan pelan untuk kemudian menjauh pergi dari hadapannya.

Dia, sedikit aneh. Becky mengangkat bahu, membiarkan pikiran itu pergi. Pikiran dimana ia menebak bahwa Freen akan kembali memaksa meminta cium dan selalu berusaha menyentuhnya barang secuil saja. Tapi wanita itu hanya mengelus rambut, menatap dengan tatapan halus, juga senyum yang ... Terlalu bersinar. Ah, sudahlah. Dia memang aneh.

Becky berbalik badan untuk membuka kunci gerbang rumah. Sudah sekitar jam sembilan malam mungkin sekarang. Tidak lagi banyak tetangga yang keluar, jalanan telah menyepi, serta suara anak-anak dari dalam rumah sebelah terasa hening. Artinya memang sudah jam malam. Rumahnya pun kelihatan gelap sebab ia juga baru saja pulang.

Hanya ada suara serangga dan jangkrik yang memanggil sebuah panggilan perkawinan. Ia memasuki halaman kecil rumah untuk kemudian sampai di teras depan untuk buka pintu, suasana gelap ini memang agak menyusahkan. Ia kadangkala kesulitan membuka pintu kunci karena keremangan cahaya. Tapi baru saja ia berhasil membuka kunci pintu rumah, pandangannya menyebar ke arah dua kursi duduk teras rumah yang ternyata ada penunggunya.

“Setan!” Becky sontak kaget melihat sosok tegap duduk menatapi dirinya dengan seram, ia sampai reflek melempar kunci pintunya ke arah tersebut untuk mengusir ketakutannya.

“Hei! Bocah! Ini aku! Irene!” Irene juga sempat kaget kenapa Becky berteriak seperti itu padahal sejak tadi ia sudah ada disini, bahkan menatapi begitu lama tapi si mata-sedikit-minus ini tak menyadarinya juga.

“Hoh!” Astaga, Becky memegangi dadanya yang berdetak sangat keras, dirinya sungguh kaget dan ketakutan. Berpikir bahwa ia telah melihat sosok hantu penunggu rumah. “Irene!” Ia tentu saja langsung hampiri gadis yang lebih tua itu dengan pukulan kecil di lengan.

“Sejak kapan kamu disini?”

“Sejak tadi, sejak melihat sahabatku diantar entah siapa itu? Siapa tadi?” Irene bersidekap tangan menatap Becky dengan tatapan menyudutkan. Sebab entah, berapa kali Becky bicara tentang cinta? Tidak, sepertinya tidak pernah sekalipun. Gadis itu, sungguh menjaga privasinya begitu erat. Tapi kalaupun memang ada orang yang dicintai, Becky pasti cerita meskipun mungkin tak banyak. Termasuk soal pernikahan mendadak dia dan Damar, atau sahabat Damar yang juga memperebutkan perasaan Becky sama besarnya. Duh, masa-masa itu sangat dramatis.

Call it What You Want (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang