🌰06

14.3K 1.3K 31
                                    

"Dia yang bakal jadi istri gue. Kalivia, sedari awal gue menaruh rasa sama kakak lo."

Kalivia menggeleng tak percaya setelah apa yang dia dengar. Tak lama napasnya tercekak saat dengan santainya Zean mencium kakaknya tepat di depan matanya sendiri.

"Oliv, lo keluar dulu. Gue bakal selesaiin ini."

Tak lama setelah Oliv keluar, terdengar suara erangan kesakitan dari seorang gadis. Pertanda kehidupan Kalivia berakhir detik itu juga.

Kalivia terbangun dengan keadaan yang bisa dibilang tidak baik. Mimpi yang sama tetapi bedanya sesak Kalivia rasa jauh lebih dari sebelumnya.

Inikah salah satu alasan Zean membunuhnya?

Karena mencintai kakaknya?

Kringg!!!

Kalivia berjenggit saat alarm-nya berbunyi nyaring, cepat saja dia mematikannya sebelum kena tegur oleh ibunya.

Menghembuskan napas panjang, Kalivia bangkit meski kedua kakinya terasa seperti jeli.

20 menit kemudian, Kalivia keluar dengan wajah jauh lebih segar. Menuruni satu persatu tangga, Kalivia sudah mendapati Zintya dengan rutinitasnya setiap pagi. Lama Kalivia pandangi sang ibu sebelum memutuskan menghampirinya.

"Pagi banget. Zean belum dateng padahal." celetuk Zintya ketika menyadari kehadiran si bungsu.

Rei yang baru saja muncul, langsung mengambil tempat. Zintya dengan sigap menyiapkan makanan untuk sang suami. Dan semua itu tak luput dari perhatian Kalivia.

"Kali, sini kamu sarapan dulu. Sekali-kali kamu isi perut." ujar Rei mengaduk sup buatan istrinya.

Dengan patuh Kalivia mengambil tempat seperti biasanya. Meski dirinya tipe yang tidak suka makan pagi, tapi ketika Rei berbicara demikian maka Kalivia akan penuhi.

Berbeda dengan kedua orangtuanya yang sarapan menggunakan makanan berat, maka Kalivia lebih memilih sarapan roti.

"Kedua kakakmu bakal pulang besok. Mama gak sabar nunggu mereka. Rasanya sudah sangat lama keluarga kita tidak lengkap."

Kalivia yang tengah mengolesi rotinya menggunakan slei coklat seketika terhenti.

"Anak-anak itu. Kalo sudah kerja mereka akan lupa rumah." Rei menimpali setelah menyeruput kuah sup sayurnya.

Mendadak selera makan Kalivia menurun. Sambil mencubit-cubit rotinya Kalivia menghela napas kecil.

Kedua kakaknya. Yaitu Olivia Senjara dan Galaxy Angkasa. Galaxy adalah yang tertua disusul Olivia lalu Kalivia si bungsu. Rata-rata selisih usia mereka tidak beda jauh. Galaxy yang saat ini berumur 23 sementara Olivia berumur 21. Dan Kalivia sendiri baru memasuki 17.

"Kali, kok gak semangat gitu? Biasanya kamu yang paling seneng kalo kakak-kakakmu pulang."

Kalivia tersentak, nyaris saja dia tersedak lantaran kini sudah menjadi pusat perhatian kedua orangtuanya.

"Gak kok, Ma." ucap Kalivia seadanya lalu kembali melanjutkan kunyahannya.

Tidak. Kalivia tidak bahagia setiap kakak-kakaknya pulang. Ada cerita tersendiri yang orang lain tidak tau termasuk kedua orangtuanya.

Mengenyahkan kebingungan mereka, baik Rei maupun Zintya kembali melanjutkan agenda sarapan mereka.

🌰🌰🌰

Lama berdiri di bawah terik matahari menyebabkan segerombolan siswa menyerbu kantin demi membasahi tenggorokan yang terasa kering. Begitupun yang Kalivia lakukan bersama Irena tentunya.

"Hush, ntu kepsek kagak sakit tenggorokan apa." gerutu Irena setelah menandaskan sebotol air mineral dingin.

Upacara pagi ini berjalan seperti biasa. Berbeda sedikit saat kepala sekolah mengambil alih jadi pembina upacara. Ketika memberi ceramahnya mengenai ketertiban siswa yang memakan waktu lebih dari setengah jam.

"Tambah gosong gue." Kalivia berujar seraya mengamati kulitnya yang sedikit belang pada bagian yang tidak tertutupi baju mengingat seragam sekolahnya hanya sebatas lengan pendek. Kulitnya tak seputih Irena. Kalivia tergolong putih langsat.

"Kali Kali, tuh tuh liat ke arah jam 8." seru Irena menepuk bahu Kalivia berkali-kali. Dengan lugunya Kalivia menengok jam tangannya.

"Jam 8 lewat 15 men—"

"Bukan itu bego! Tapi sonoh." Irena dengan paksa memutar kepala Kalivia hingga Kalivia melihat apa yang Irena maksud.

"Woooh, sejak kapan Rio gondrong? Bukannya dilarang, ya? Kalo didapat guru pasti digunting model jalan kotek."

Irena menepuk jidatnya keras, memang tidak salah sebenarnya, tapi bukan itu yang Irena maksud.

"Zean tunangan lo." tekan Irena yang kali ini berhasil membuat atensi Kalivia beralih pada sang tunangan.

Jadi itu yang membuat Irena kesal padanya. Terlihat di sana Zean dengan santainya membiarkan waketos menglap keringatnya. Zean hanya tersenyum lalu secara tiba-tiba pandangannya saling bertubrukan dengan Kalivia.

Lagi-lagi Zean hanya melempar senyum ramahnya kemudian teralih ketika Viana menyodorkan sebotol jus.

"Gimana rasanya?" tanya Irena yang sedari tadi mengamati air muka Kalivia yang terlihat rumit.

"Kayak ada perih-perihnya terus pahit-pahitnya. Pokoknya gak enak, Na." balas Kalivia sembari meminum kasar air mineralnya.

"Misi lo masih lo jalanin kan?"

Diingatkan misi, Kalivia meringis. Beberapa hari belakangan Kalivia mulai lelah menjalani misi yang agaknya tidak ada perubahan. Mau se-cerewet apapun, mau se-berisik apapun, nyatanya Zean tetap tak terusik.

"Usulan lo gagal, Na. Si Zean kagak ada niat mau gagalin pertunangan ini."

"Hah? Lo-nya aja kali kagak becus. Kan lo kudu buat si Zean kagak nyaman."

"Tapi Zean gak keliatan begitu. Pokoknya biasa aja, kek hari-hari biasa gitu." sahut Kalivia jengkel.

"Humm, berarti lo harus inisiatif buat pertunangan lo berakhir. Kenapa gak lo kasih tau Zean aja? Barangkali dia sebenarnya mau mengakhiri pertunangan kalian, tapi si doi kagak enak." usul Irena yang langsung dihadiahi tepuk tangan meriah dari Kalivia.

"Na, lo kok tumben pinter?"

"Lah emang gue kayak lo. Setidaknya otak gue masih basih di manfaatin."

"Wah lo lagi-lagi bawa otak. Otak sebiji keledai aja bangga." balas Kalivia yang tentu tidak diterima oleh Irena. Buktinya gadis itu sedang melotot garang padanya.

"Lo ngajak gelud?"

"Iya. Sini hayu kita gelud." Kalivia menggulung lengan bajunya tak lupa memasang ala kuda-kuda mengabaikan keduanya yang sudah menjadi tontonan gratis penguni kantin.

"Sepupu lo lucu, ya. Kalo gue jadi sodaranya, bakal ngakak gue tiap hari." Viana bersuara sambil tak lepas mengamati pertengkaran dua sahabat yang masih adu bacot.

Zean hanya tersenyum dia pun ikut-ikutan mengamati tingkah Kalivia yang mana sedari tadi mengajak gelud Irena tapi pada akhirnya tidak jadi-jadi.

Kepalanya menggeleng tak habis pikir, pantas saja dua gadis itu selalu bermasalah dengan nilai akademik. Otaknya kadang tidak bisa ditempatkan pada hal seharusnya.

🌰🌰🌰

Misi menaklukan Zean berhasil kagak nih?

Ada yang nunggu notif cerita ini?

Udah masuk part 6, moga gak bosenin ya.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

Behind The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang