🌰14

11.8K 1.2K 157
                                    

Cahaya matahari nampak kian merengsek masuk hingga melalui celah tirai.

Kalivia melenguh lalu berbalik memunggungi jendela. Di sela kesadarannya yang nyaris tenggelam, Kalivia bisa merasakan adanya rabaan ringan di punggungnya.

Sentuhannya terasa nyata, Kalivia merasakan bagaimana jari-jari itu menari hingga menjalar di tengkuknya.

Kalivia lalu berbalik hingga posisinya seperti awal tadi. Dia masih mengantuk dan kepalanya pun seperti pusing.

Tangannya beralih memeluk guling yang entah mengapa berbeda dari biasanya. Tak memedulikan itu, Kalivia menyembunyikan wajahnya lalu kembali tertidur pulas.

Zean yang menjadi penganggu terkekeh geli. Matanya melirik jam, sudah setengah sembilan. Melirik kembali Kalivia, Zean lalu memperbaiki posisi Kalivia menjadikan wanita itu kian mengeratkan lilitan tangannya pada pinggangnya.

Sambil menunggu Kalivia bangun, Zean memainkan jemarinya di wajah damai itu. Mungkin karena terganggu, Kalivia menahan jarinya lalu tanpa disangka memasukan jari telunjuk Zean kedalam mulut wanita itu dan mengemutnya layaknya permen.

Zena tertawa kecil, entah bagaimana reaksi Kalivia nanti. Bahkan jari tangannya saja tak luput. Jari yang turut merasakan bagaimana tubuh Kalivia.

Dalam tidurnya Kalivia menyerngit, permennya tidak ada rasa. Dan entah mengapa tubuhnya seperti bersentuhan langsung dengan selimut. Seakan Kalivia telanjang.

Membuka matanya dengan enggan, hal pertama yang Kalivia lakukan ialah menyesuaikan penglihatannya.

Dada bidang adalah hal pertama yang Kalivia lihat. Matanya mengerjap dan saat kesadaran pulih, Kalivia beringsut menjauh begitu menyadari sepasang lengan melingkari pinggangnya.

"Z-Zean!" pekiknya tertahan. Kalivia bangun dan tak lama merasakan ada yang aneh. Ia membuka selimut dan matanya melotot horor mendapati tubuhnya tanpa sehelai benang pun begitu juga Zean.

"Ap-Apa yang terjadi?" gumamnya patah-patah lalu mengeratkan pegangannya pada selimut guna melindungi tubuh polosnya.

"Lo gak ingat kejadian semalam?" Zean bertanya sambil bangkit mengabaikan pelototan Kalivia yang menyaksikan sendiri tubuh telanjangnya.

Kepalanya yang terasa pening dipaksa mengingat kejadian terakhir sebelum berakhir dengan Zean. Lalu setelah puzzle demi puzzle tersusun Kalivia tak bisa tidak untuk mengumpati kebodohannya.

Segera dia bangkit memungut pakaiannya, sedikit meringis ketika melakukan pergerakan. Sepertinya dia benar-benar dihajar habis-habisan semalam.

Usai membenahi pakaiannya, Kalivia mencari tasnya yang entah kemana.

"Mau kemana?"

Suara Zean sedikit menyentak Kalivia. Tanpa menoleh ke asal suara, Kalivia menjawab. "Mau ke apotek."

Ungkapan itu tak menyadarkan Kalivia bahwa kalimatnya baru saja membuat seseorang yang mendengarnya tersenyum rumit.

"Zean, tas aku mana?" Kalivia bertanya setelah tak menemukan tasnya di mana-mana.

"Tas? Ooh, tadi malam lo gak bawa."

Mata Kalivia melebar, kepalanya bertambah pening.

"Keknya ketinggalan." katanya berjalan cepat untuk keluar. Namun belum sampai pada pintu, Zean menahannya.

Kalivia yang sedari awal merasa tidak nyaman semakin bertambah rasa itu.

"Pernikahan kita bakal diselenggarakan sebulan lagi. Gue harap lo gak macam-macam." tutur Zean memiringkan kepalanya ke kanan.

Behind The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang