🌰17

10.8K 1.1K 64
                                        

Kalivia terbangun saat merasakan goncangan pada tubuhnya.

Mengerjapkan matanya berkali-kali, Kalivia bangkit lalu setelahnya mendapati eksistensi mamanya yang menatapnya rumit.

"Mamah."

"Hush. Mandi dulu sana. Mulut kamu bau." katanya setelah itu berlalu meninggalkan Kalivia yang terbengong-bengong. Padahal dia sangat ingin menanyakan perihal pertemuan semalam. Apakah hasilnya memuaskan baginya?

Menuruti apa yang mamanya ucapkan, Kalivia bangkit. Sebentat kemudian dia terduduk kembali di pinggir kasur setelah merasakan ada yang tidak beres di area kewanitaannya.

Keningnya menyerngit lantaran tak mengingat apapun perihal kenapa dia bisa tertidur di kamarnya. Padahal seingatnya Kalivia sedang mengecek listrik rumahnya.

Memijit pelipisnya, Kalivia mencoba berdiri. Semoga hanya perasaanya saja. Barangkali semalam dia mimpi basah. Iya kan?

20 menit kemudian Kalivia turun guna menyusul kedua orangtuanya di meja makan. Dengan tampilan seperti biasanya, dia mengambil tempat tepat di hadapan Zintya.

"Gimana semalam? Lancar kan?" Kalivia bertanya setelah melihat Rei dan Zintya menandaskan air minum masing-masing.

"Heum, mereka setuju untuk mengakhiri pertunangan ini. Meski Zean langsung pergi tetapi itu tak mengubah keputusan dari orangtuanya." jawab Rei menyeruput kopinya sedangkan Zintya diam-diam menatap lamat putri sulungnya tersebut.

"Mereka gak memutuskan kontrak perusahaan kita. Dan Kalivia, apa semalam tidak terjadi sesuatu?" pertanyaan bernada khawatir sepintas mengambil atensi Kalivia berserta Rei yang kini menaruh cangkir putihnya.

Semalam mereka mengalami kendala saat dijalan. Ban mobil mereka kempes dan mau tak mau Rei harus mencari bengkel yang masih terbuka. Untungnya masih ada meski jaraknya tidak dekat dan saling berlawanan arah dengan rumahnya.

"Gak kok. Hanya semalam listrik rumah tiba-tiba padam. Kali, mau nge-cek tapi tau-tau Kali udah dalam kamar dibangunkan Mama." katanya mengambil selembar roti tawar dan mengolesinya dengan mentega. Setidaknya sarapannya kali ini masih tergolong aman untuk lambungnya yang berkualitas rendah.

Perempuan itu tak menyadari air muka Rei dan Zintya berubah pias. Keduanya saling berpandangan.

"Nak, sebaiknya kamu pindah sekolah. Mama sama papa gak tenang selama kamu masih satu sekolah dengan Zean." usulan Zintya menghentikan gerakan mulut Kalivia yang sedang mengunyah.

Bila di pikir-pikir, yang mamanya katakan tidaklah salah. Setelah insiden di hari sabtu kemarin, nyatanya Kalivia sudah tak memiliki keberanian untuk bertatapan muka dengan Zean. Takut bila sewaktu-waktu pria itu melakukan tindakan kriminal seperti yang dia lakukan terhadap seorang gadis di ladang kebun.

Bahkan sekarang, Kalivia musti mengumpulkan keberanian besar masuk sekolah guna memenuhi remedial usai ulangan minggu lalu dia tidak lulus.

"Iya. Kali juga takut. Setelah ulangan semester Kali mau pindah."

Sebulan lagi mereka akan menghadapi ulangan, sudah pasti sekolah lain tidak akan menerima murid baru untuk sementara waktu.

"Kali benar. Saran Papa, jauhin Zean sebisa mungkin. Jangan terlalu berinteraksi terlalu jauh dengannya. Jangan biarkan dia tersinggung, sebab ini bisa mempengaruhi keselamatan kamu." nasihat Rei, Kalivia masukkan dalam kepala dan akan terus mengingatnya.

Dia terus menggumamkan kalimat itu dalam hati bahkan sampai menginjakkan kakinya di Batik Biru. Menatap bangunan megah di hadapannya, Kalivia akhirnya memutuskan untuk melangkah jauh.

Tidak jauh dari tempatnya, netra birunya menangkap eksistensi Zean bersama seorang gadis yang kesekian. Kalivia berharap semoga gadis itu bisa selamat dari jeratan Zean.

Tiba-tiba Zean balas menatapnya. Hal yang membuat Kalivia melebarkan bola matanya dan dengan cepat berlari kecil menjauh dari perhatian Zean.

Sungguh perempuan yang malang.

Andai Kalivia tau bahwa dialah yang tidak akan bisa terlepas dari jeratan pria setan macam Zean. Sejauh apapun kaki kecil itu berlari, sejauh apapun tubuh mungil itu bersembunyi, tetap dia akan tertangkap juga di tangannya.

🌰🌰🌰

Zean merebahkan tubuhnya pada bangku panjang yang tersedia di rooftop.

Tatapannya jatuh pada langit biru, sepintas perempuan yang juga memiliki nama persis yang di pandangnnya melintas.

Kalivia Langita Arabiru.

Nama wanita yang belakangan ini Zean pikirkan. Senyumnya tersungging mengerikan lantas memejamkan mata.

Sepertinya dia mulai menemukan mainan menyenangkan.

"Di mana dia?"

Seorang lelaki bertanya pada pria yang duduk anteng pada sebuah kursi kayu dengan gaya arogan. Dagunya terangkat tinggi, lantas tersenyum tipis.

"Kenapa? Sepeduli itu lo pada mantan gue." pongahnya tetap tak mengubah ekspresi tak berarti dari sang lawan bicara.

Zean bangkit kemudian mengibas ringan kerah seragam sekolah pria itu.

"Kami habis bersenang-senang. Lo tau, dia lumayan nikmat." bisiknya kali ini mendapat tanggapan dari lawan rivalnya.

Selama ini Zean tak melihat pria itu meladeni segala pancingannya. Segalanya telah Zean lakukan termasuk menculik pacar yang ternyata adalah mantannya semasa SMP hingga awal SMA.

Tetapi hari ini Zean menyaksikan langsung bagaimana brutalnya pria itu membantai seluruh anggotanya hanya bermodalkan tangan kosong. Zean seperti melihat monster yang baru bangkit dari tidur panjangnya.

Bahkan Zean yang sudah memegang sabuk hitam taekwondo dan karate, nyatanya tak mampu menyeimbangi kekuatan sang rival. Hal yang membuatnya kehilangan satu ginjal dan memupuk dendam tak terkira pada pria yang suka tak suka mengakui kekuatannya berada satu tingkat di atas Zean.

"Sekali lo sentuh milik gue, maka lo bakal kehilangan seluruh anggota tubuh lo detik itu juga."

Zean membuka matanya saat percakapan terakhir bersama Ernest muncul dalam mimpi tidur singkatnya. Pria itu lalu bangkit, napasnya memburu.

"Ernest sialan!" makinya menyugar rambutnya kasar.

Kenapa masa lalu di kehidupannya dulu masih mengikutinya hingga kehidupan kedua ini?

Seakan Zean diberi cermin untuk melihat siapa yang lebih hebat darinya.

"Gue harap kita gak akan bertemu di kehidupan kedua ini." desisnya. Zean memang mengakui kehebatan pria gila itu, tetapi di kehidupan kedua ini Zean lah penguasanya.

Dia yang memegang semua kendali.

🌰🌰🌰

Bukti dari mimpi Zean udah ada ya.

Ngomongin soal kegilaan, Ernest emang suhunya sih. Setuju gak nih?

Kalo mereka ketemu, aku harap pria2 sinting udah baikan.

Masih ada yang nunggin gak nih. Terhitung 8 hari aku gak up BTD. mianhae, aku lagi fokus nyelesain part cerita di sebelah. Fokusku sepenuhnya aku berikan di sana.

Tangkyu yang udah selalu memberi BTD dukungan kasih sayang kalian.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

Behind The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang