"Bentar gue gak bisa anter. Gak apakan pulang sendiri?"
Zean berujar seraya mengambil tempat di samping Kalivia. Saat ini sedang masuk jam istirahat, ketika melihat eksistensi Kalivia di kantin Zean menghampirimya sekaligus ingin menyampaikan sesuatu.
"Kenapa?" tanya Kalivia sedang Irena diam-diam mendengarkan percakapan dua manusia itu.
"Gue ada urusan. Urgent pokoknya." terangnya yang Kalivia balas dengan anggukan mengerti. Kalivia tau apa yang menjadi alasan Zean tidak bisa mengantarnya. Siapa lagi bila bukan gadis-gadis simpanannya.
Huh, di mana lagi bisa menemukan tunangan sesabar dan setabah macam dirinya ini.
"Gue kesana dulu." pamitnya tersenyum sekilas pada Irena sebelum bangkit meninggalkan meja Kalivia.
Memastikan Zean benar-benar jauh, Irena merepetkan tubuhnya pada Kalivia. Dengan mulut masih mengunyah, Irena berceletuk.
"Gue yakin pasti dia mau jalan ama cewe lain," celetuk Irena sambil menelan kunyahannya. Memang diantara teman-temannya hanya Irena yang tau perihal pertunangan Zean dan Kalivia. Bahkan Irena diundang langsung oleh keluarga Kalivia mengingat keduanya telah berteman sejak kecil.
"Kok lo betah banget yaa? Kalo gue di posisi lo, udah gue hempas jauh si Zean di puncak gunung himalaya." dumel Irena seraya menusuk kasar batagornya.
Kalivia yang melihatnya hanya meringis, andai Irena tau belakangan ini Kalivia galau memikirkan hubungan mereka.
"Umm, Na. Sebenarnya gue ada niat mutusin pertunangan ini."
Tak ayal Irena menyemburkan makanannya, tepat di wajah Kalivia.
Dengan sabar Kalivia membersihkan wajahnya, memang benar jangan mengajak Irena berbicara ketika makan. Akibatnya bakal seperti sekarang.
"Maaf, Kali. Tapi lo serius?" Irena bertanya dengan kepala maju beberapa senti.
"Ya gitu. Belakangan gue sadar."
"Nah kan. Harusnya tuh dari dulu lo sadar aja." celetuk Irena sedikit membuat Kalivia jengkel.
"Tapi gak semudah itu gue mutusin pertunangan. Terlebih adanya pertunangan ini bisa menunjang perusahaan orang tua gue." ungkap Kalivia sambil menunjukkan tampang lesu.
Pertunangan ini memang murni perjodohan antar kedua orang tua mereka. Kalivia memang menjatuhkan hati pada pria berstatus tunangannya itu, tapi sayangnya dia harus menjauhinya.
Selain perasaan yang bertepuk sebelah tangan, juga perihal mimpi-mimpi itu yang masih selalu mendatanginya.
"Jadi lo takut?"
Kalivia mengangguk. Sekarang Irena paham tentang situasi sahabatnya ini. Menaruh sendoknya pada mangkuk, Irena membuat raut berpikir.
"Berarti lo harus buat Zean yang mutusin pertunangan ini." timpal Irena menatap Kalivia yang sedang mendengus lirih.
Pertunangan putus dan saat itu juga nyawanya akan diputus Zean. Batin Kalivia diam-diam memegang lehernya. Semalam memang dia kembali bermimpi, tapi bukan ditembak ke jantung melainkan kepalanya ditebas.
Membayangkannya Kalivia gemetar sendiri. "Lo kasih masukan dong, Na. Gue udah kelewat frustasi ini. Bosan tau makan ati melulu." keluhnya menyeruput es tehnya tanpa semangat.
"Atau gini aja," Irena menatap sahabatnya itu semangat, dan Kalivia pun tak kalah semangat. Dia tidak akan meragukan otak brilian milik Irena. "Gimana kalo lo ubah image lo di mata doi." usulnya yang tentu saja tidak membuat Kalivia paham. Itu bsia dilihat dari garis-garis samar di keningnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Dream
FantasySPIN OFF BINAR REMBULAN~ "Yang gue denger nih ya, si doi lebih suka cewek anggun, kalem, dan yang paling penting harus pintar," "Trus?" Kalivia menatap sahabatnya itu tidak mengerti. "Nah, kalo mau pertunangan lo berakhir maka lo harus menjadi keba...