🌰21

10K 1.1K 181
                                    

Hari-hari Kalivia dihabiskan belajar. Tidak hanya satu orang bahkan tetapi satu kelasnya menyadari perubahan Kalivia.

Irena yang pada awalnya biasa-biasa saja, kini tidak bisa lagi usai melihat wajah kuyu serta lesu Kalivia. Agaknya sang sahabat belakangan ini kurang tidur.

"Gue tau lo mau berubah, tapi sewajarnya aja. Jangan maksain diri, yang ada tubuh lo sakit." nasehat Irena yang dibalas jempol oleh Kalivia.

"Gue gak mau anak-anak gue punya ibu yang bodoh, Na."

"Yakin? Bukan karena hal lain kan?" tanya Irena sangsi yang dibalas gelengan oleh Kalivia.

Duduk di bangkunya, Kalivia merogoh tasnya lalu mengeluarkan buku paket kimia. Melihatnya Irena jadi gemas dan berakhir merebut buku paket itu dari Kalivia. Tindakannya tentu mendapat tatapan protes.

"Pliss Kali, lo baru datang dan kimia masuk besok jam terakhir. Ngapain lo bawa bukunya hari ini." seloroh Irena. Tak lama Irena memicing, segera dia meraih tas Kalivia yang berada di atas meja dan mengintip isinya. Kalivia belum sempat menahannya dan tau-tau saja Irena menggeram kecil.

"Kaliviaaa~ lo gila apa gimana hah? Buku sebanyak ini ngapain dibawa semua? Cukup mata pelajaran hari ini lo bawa bukunya, tapi lo malah buku yang sampai dua hari ke depan ada di tas lo. Anak ambisi di sekolah kita aja gak gini amat."

Kalivia segera menyambar buku paket beserta tasnya dari Irena. "Irena, plis jangan ikut campur. Lo bilang gitu karena lo gak ngerti."

"Ya gimana gue mau ngerti, lo-nya aja udah jarang jalan bareng gue. Udah jarang juga ajak gue curhat. Entah kenapa gue merasa lo makin menjauh. Lo bukan Kalivia sahabat yang gue kenal dari kecil, lo bukan Kalivia gue." usai mengatakan itu, Irena berjalan keluar meninggalkan Kalivia yang tidak sempat menahan.

Bukan itu maksud Kalivia.

Sedangkan teman-teman kelasnya yang memperhatikan sedari tadi, cukup mengerti untuk tidak ikut campur.

Kalivia bersandar lesu pada bangkunya, dia tidak bisa lagi seperti dulu. Semuanya berubah setelah hidupnya di bawah kendali Zean. Bukan hanya hidupnya, melainkan hidup orang-orang sekitarnya.

Tak lama ponselnya bergetar, Kalivia yang belakangan ini rajin menyalakan paket data seluler segera merogohnya dalam tas.

Belakang sekolah. Sekarang.

Kalivia menghela napas panjang dan segera menghampiri Zean yang berada di halaman belakang.

Tiba di sana, sosok Zean menyambutnya yang mana posisinya sedang duduk pada bangku panjang. Dihampirinya lelaki itu kemudian memgambil duduk di sampingnya.

"Makan."

Satu kotak bekal makanan berada di pangkuan Kalivia.

"Makasih." Kalivia tersenyum dan mulai menyantap sarapan yang tiap pagi Zean berikan. Pagi tadi Zean tidak datang menjemputnya, karena pria itu bangun kesiangan.

Awalnya Kalivia bahagia sebab hari ini akan melewati sarapan berat yang dilakukan tiap paginya, namun semuanya sirna usai mendapat chat dari Zean.

Terasa elusan pada rambutnya, siapa lagi jika bukan Zean yang melakukannya.

"Emm, Zean. Aku boleh minta sesuatu gak?" tanyanya saat makanannya sisa setengah. Sebagai respon, Zean mengangkat satu alisnya.

"Hari ini aku mau keluar bareng Irena. Udah lama gak jalan sama dia, boleh kan?"

Kalivia meremas kuat sendoknya ketika elusan di kepalanya berhenti. Dia tak berani menatap Zean, atau lebih tepatnya takut melihat wajah itu.

Behind The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang