Rintik ke-Lima

38.3K 3.9K 2K
                                    

Sebelum mulai membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum mulai membaca. Vote dulu  gessss.. jangan pelit.
Vote... vote... vote...

⚠️WARNING⚠️

Jangan lupa ramaikan kolom komentar di setiap paragraf. Terserah mau komen apa aja bebas. Mau curhat juga bisa😅

Ramaikan seperti rintik ke-empat kemarin.  Komen dan vote cas-cus kek emak-emak tanah abang🤣

Awas aja ya kalo rintik ke-Lima ini kek kuburan.
Gue libur 1 bulan😂

Terakhir...
Jadilah smart people dengan tidak membawa cerita atau nama tokoh ke dalam ceritaku.


Ar u rediiiii...???

*
*
*
*
*

Aku takkan menyalahkan takdir atas perpisahan yang menyakitkan. Karna mungkin ini salahku yang terlalu memaksa kehendak langit.

 Karna mungkin ini salahku yang terlalu memaksa kehendak langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌧🌧🌧

Tok... tok... tok...

Pintu setinggi hampir dua meter itu berbunyi nyaring saat seseorang mengetuknya dari luar. Terdengar suara berat menyapa tak lama setelahnya, "Boleh saya masuk nyonya." Ucap suara di luar pintu dengan nada hormat.

"Masuk saja."

Pria berpostur tinggi kekar lengkap dengan setelah hitam masuk memberi salam. "Selamat siang Nyonya. Saya sudah membuat janji dengan pedepokan sesuai perintah Nyonya." Lapornya.

"Terima kasih. Pak subrata boleh pergi."

"Baik Nyonya."

"Pak Subrata..." panggilan lirih itu membuat sang ajudan menghentikan langkah dan berbalik.

"Saya, Nyonya."

"Apa saya jahat?" tanya Nyonya Prasmoyo tanpa melihat ajudannya yang berdiri di depan meja kerja. Sedangkan wanita sepuh itu masih tegas memandang nanar kearah gedung-gedung pencakar langit yang bersebelahan dengan gedung pencakar langit miliknya lewat jendela.

Rintik Terakhir [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang