Disebuah ruangan bernuansa putih. Terdapat seorang gadis terbaring lemah, Hanya terdengar bunyi mesin elektrokardiogram (EKG). Di sebelahnya terdapat seorang pemuda gagah berbaring memeluknya. Virga tau hal ini di larang namun ia tidak mau ketinggalan barang sedetikpun untuk menatap wajah cantik sang kakak dari jarak dekat seperti sekarang.
Sudah satu minggu pasca operasi, namun mata cantik itu belum juga terbuka. Entah hal indah apa yang ada di dalam mimpinya, hingga ia tak berkenan untuk meninggalkan mimpi itu.
Perlahan air mata menetes dari satu matanya yang masih tertutup rapat. Tidak ada isakan apapun yang keluar. Namun sepertinya seisi ruangan ikut sendu terbawa kesedihan gadis itu.
Tangan besar Virga menyeka air mata itu, namun malah matanya yang ikut berair. Sesakit apa saudara kembarnya saat ini, hingga meneteskan air mata kala raganya itu masih terbaring tak sadarkan diri. Entah raganya atau jiwanya yang kesakitan, atau justru keduanya. Virga tidak mampun membayangkan itu. Yang pasti saat ini suasana hatinya pun ikut memburuk, apalagi jika bukan ikatan batinnya dengan sang kembaran.
"Virga tau kamu bisa dangar Virga, Star. Maafin Virga ya sudah jahat sama Star kemarin. Semua itu bukan mau Virga. Virga di ancam sama mommy." ucap Virga tidak mengalihkan tatapannya dari Starla.
"Ayo kita menua bersama, sampai ajal menjemput. Seperti janji kita dulu." ucapnya membawa salah satu tangan lemah Starla yang tidak di infus kedada bidangnya.
"Cepat sembuh, nanti Virga izinin makan ice cream, makan gulali, main basket, main bowling, semuanya deh boleh. Yang penting Starla harus cepat sembuh." ucap Virga mengizinkan semua larangan yang selalu ia terapkan pada Starla.
Virga takut jika jantung Starla di ganti pun perasaannya pada Virga ikut berubah. Konyol memang ia memikirkan itu namun sungguh Virga takut dengan reaksi Starla saat sadar nanti.
Virga mengecup dahi Starla.
"Cepat sadar sayang." ucapnya dengan bibir masih di dahi Starla.
-----
Aster terduduk di depan ruangan Starla dengan wajah lelahnya. Lelaki tua itu lega Jericho segera mendapatkan pendonor untuk Starla. Memang dokter bilang banyak kendala yang terjadi namun semua itu akhirnya dapat di tangani.
Seorang anak buahnya datang, membungkuk hormat di dapannya. Aster berdiri. Lalu anak buah itu membisikan sesuatu ke telinga Aster membuat wajahnya memerah dengan amarah memuncak.
Lelaki tua itu berjalan cepat di ikuti sang anak buah meninggalkan tempat itu, tidak berpamitan pada Mars dan Leo yang terduduk tidak jauh darinya.
Aster mengeluarkan handphonenya, mendial nomor seseorang. Tidak lama kemudian telepon di angkat sang penerima.
"KAMU SUDAH GILA JERICHO. CEPAT PERGI DARI SANA!" teriak Aster benar-benar marah.
Bisa-bisanya Jericho mendatangi kantor polisi menyerahkan diri sebagai tersangka penembakan.
"Aku terus di hantui rasa bersalah pah." ucap Jericho nelangsa.
"KAMU HARUSNYA DAPAT MENJAGA STARLA SETELAH INI. BUKAN MALAH JADI BODOH DAN MENDEKAM DI PENJARA!" ucapnya lagi murka.
"PULANG KAMU JERICHO!"
Belum juga ada balasan di sebrang sana.
"Papah yang akan urus semuanya. Kamu tidak akan masuk penjara." ucap Aster.