"Maaf saya mau mengobrol dengan kamu boleh"
Aku mulai duduk di dekat aqila, sepertinya dia belum menyadari kalau dirinya tidak memakai kerudung. Dan yang ku lihat dia masih memandangi saka di sana.
"Maaf saya telah lancang dan juga sudah membuat kamu harus terikat dengan saya, kamu boleh membenci saya atau pun tidak menyukai saya. Tetapi kemarin malam memang keadaan kamu sangat darurat dan saya memutuskan hal secara sepihak tanpa meminta pendapat atau izin dari kamu. Kemarin malam saya sudah menikahi kamu secara agama, saya sungguh tidak tau hal apa yang harus saya lakukan lagi kemarin malam kamu butuh wali untuk melakukan operasi di kaki mu, dan anak-anak kamu tidak bisa menjadi walinya. Saka masih terlalu kecil dan juga dewi sedang tidak ada jadi saya menikahi kamu kemarin malam, maaf maafkan saya" ku lihat wajah terkejut serta pemandangan kosong yang di alami oleh aqila.
"Aku yang seharusnya minta maaf, karena kemarin aku sudah membuat kalian semua kebingungan serta ustadz hafiz yang harus menikahi ku, maaf itu seharunya keluar dari mulutku. Aku tidak membenci atau pun menyalahkan kalian. Aku tau kondisi ku kemarin pasti sangat memprihatikan dan itu semua yang membuat ustadz hafiz menikahi ku. Sekarang aku kembalikan lagi kepada ustadz hafiz, ustadz mau menalak saya hari ini pun boleh saya bersedia" ku lihat mata teduh tersebut mulai mengarah kepada ku.
"Saya tidak merasa keberatan dengan semua itu, saya sungguh sangat bersyukur bisa membantu dirimu, tetapi saya melakukan semua itu saat kamu tidak sadar. Demi Allah saya tidak akan menalak atau pun menceraikan kamu, saya sudah menikahi kamu kemarin dan saya tidak mau ada kata cerai"
"Ustadz saya punya banyak kekurangan, dan juga saya tidak sebanding dengan ustadz hafiz, apakah ustad tidak malu? Saya sungguh tidak bisa sama dengan ustadz terlebih sekarang saya yakin tidak akan sembuh dalam waktu cepat. Saya tidak mau merepotkan Ustadz hafiz kembali dengan memiliki istri yang sedang sakit"
"Saya sudah bilang, standar yang kamu ciptakan itu tidak ada di diri saya, saya seorang manusia saya pun banyak kekurangan. Untuk apa saya malu? Istri saya perempuan yang baik dan rendah hatinya dia perempuan istimewa yang Allah berikan kepada saya. Kamu bisa sembuh dan sehat seperti semula yang kamu khawatir kan merepotkan itu apa? Kita sepasang suami-istri dan itu saling melengkapi dan saling membantu tidak ada kata egois di sana karena kita sedang membangun rumah tangga"
"Akan saya pikirkan kembali, ustadz siapa yang menjadi wali saya" aqila mulai menanyakan siapa yang menjadi walinya.
"Baik saya berikan kamu waktu, tapi saya mohon hilangkan semua pikiran buruk yang ada di dalam diri kamu, paman kamu yang dari bandung. Saya memohon kepada dirinya untuk menjadi wali kamu untuk operasi tetapi dia tidak mau maka dari itu saya memohon untuk menjadi wali nikah saja agar nanti tidak merepotkan mereka kembali"
"Iya terima kasih, mereka memang seperti itu" ku lihat aqila mulai menghembuskan nafas.
"Abi saka sudah selesai menelponnya, kakak mau ke sini sama nenek dan kakek juga" saka mulai mengalihkan perhatian ku setelah tadi mengobrol dengan Aqila.
"Iya wah saka senang nak" aku mulai menghampiri saka yang sedang terlentang di kursi.
"Senang tapi kakak mau pergi sekolah, saka gak ikut" anak ini sudah menunjukkan raut akan menangis.
"Jangan nangis dong nak, kasian nanti kakaknya. Saka mau sekolah ikut abi mau?" Aku mulai membujuk saka dengan mengalihkan perhatiannya.
"Ihh abi kan tinggal di sekolah sama kakek dan nenek, iya ya saka bisa sekolah" saka mulai menyadari hal tersebut.
"Iya kan abi masih sekolah, umma nya gak mau di peluk nak kasian itu umma nunggu di peluk saka" aku mulai mengalihkan perhatian saka kembali kepada aqila.
KAMU SEDANG MEMBACA
KA.HA (Kania & Hafiz)
General FictionAku Kania Bahira Hari-hari ku penuh dengan warna abu-abu dan Hitam. jika kalian menanyakan kamu suka apa Kania aku suka hitam dan minuman favorit ku Americano. Namun, semua hal itu berubah setelah aku bertemu dengan 2 sosok yang menjadi kan hidupku...