•••
Hubungan keduanya merenggang seiring berjalannya waktu. Jaemin tak lagi menampakkan batang hidungnya didepan haechan. Alpha itu tiba tiba menghilang bak ditelan ikan paus.
Tidak lagi mengantar jemputnya kekampus. Segala yg biasa alpha itu lakukan ke haechan beberapa hari ini seperti menguar hilang tanpa alasan. Jaemin jelas menghindarinya, haechan sadar akan itu.
Berusaha mengabaikan semua yg terjadi, haechan tetap tak bisa menyembunyikan kerinduannya pada sang alpha. Selalu diperlakukan istimewa oleh jaemin membuat haechan terbiasa. Terbiasa ketika jaemin menggenggam jemarinya, terbiasa saat jaemin mengecup wajahnya, terbiasa diperlakukan bak ratu oleh pemuda yg lebih muda, haechan terbiasa dengan berbagai kalimat keju yg alpha itu berikan. Omega begitu menjadi bergantung pada alpha satu itu.
Bagaimana dadanya berubah hangat hanya karena melihat senyum lebar jaemin. Haechan merindukan tatapan puja dari binar tajam pemuda itu. Ia ingin bisa merasakannya lagi. Haechan rindu alphanya. Sangat.
Setiap harinya omega haechan akan bertanya tanya kemana perginya alpha. Mendesak dadanya dalam ketidak pastian hubungannya dengan jaemin. Haechan kehilangan. Dan itu karena ulahnya sendiri.
Bukankah pemuda tersebut sudah meyakinkan padanya untuk bersama? Memang benar. Namun saat itu haechan terlalu takut. Ia takut hubungan yg ditentang orang tua tidak akan bisa meraih bahagia kedepannya. Jaehyun tidak menyukai garis takdir mereka. Dan itu membuat haechan dilema. Apakah dengan bersikeras bersama akan mendatangkan sesuatu yg baik atau malah menjadi petaka. Ia tidak tahu. Sulit memutuskan.
Antara matenya atau sang papa. Haechan dibuat mati kutu. Disatu sisi ia ingin tinggal dengan sang adik, membangun hubungan baru dan hidup bersama. Tetapi disisi lain jaehyun ingin memulai semuanya dari awal. Memberikan apa yg sebelumnya tidak ia dapatkan menjadi terpenuhi. Sebab itulah ia hanya diam begitu didesak jaemin. Haechan tidak tahu apa yg harus dirinya jawab. Semua sama sama penting baginya. Papa dan Pasangannya.
Pikirannya melayang kesana kemari. Berputar putar berentetan di dalam otaknya. Rasanya kepalanya mau pecah bila terus begini.
Alhasil haechan memilih menenangkan dirinya di sebuah danau tepi kota. Udaranya sejuk, pohon pohon rindang berderet disepanjang lekukkan danau indah tersebut. Sedikitnya mampu menghilangkan jenuh di otak.
Menikmati keindahan suasana tepi kota, haechan memutuskan duduk disalah satu bangku. Menghadap langsung ke danau. Menampakkan kilau cahaya di dalam air terkena refleksi lampu gedung gedung tinggi.
"Apa keputusanku salah? Aku hanya tidak ingin hubungan ayah dan anak itu merenggang seperti hubunganku kini..." Haechan mengadah ke langit. Memandang kumpulan awan putih membentuk gumpalan gumpalan seperti kapas.
Perasaan itu lagi. Rindu yg membuncah. Haechan jadi mendadak merindukan sosok asing namun berhasil ia keluhkan dalam hati. Haechan tidak pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya. Sosok tersebut hanya ada dalam sanubari mimpi. Yg setiap bangun akan haechan tangisi tidak tahu kenapa.
"Mamaa..." Satu kata terucap tanpa sadar olehnya. Justru bukan doyoung yg terbayang melainkan sosok lainnya. Tubuh yg mungil dan dominan cantik. Membayangkan pria itu tersenyum saja mampu menularkan hal serupa pada haechan. Teringat jelas feromon manis miliknya, serta wajah yg anehnya cukup mirip dengannya.
Tanpa haechan sadari sekali lagi, bibirnya bergumam pelan. "Channie rindu mama."
Omega tersentak, keningnya berkerut. "Mama? Mama doyoung?" Ia menggeleng. Bukan doyoung. Tetapi seorang omega. Berambut cokelat dengan paras keibuan sambil tersenyum tulus kearahnya.
Menepikan hal itu, sejenak tak lagi memilih berlanjut memikirkan mengenai bayangan mimpinya. Namanya juga mimpi kan? Sudah pasti sebatas bunga tidur. Lagian ia juga tidak mengenal si pria asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEPROMENO [NAHYUCK VERS]
FantasíaREMAKE DARI BOOK GUE SEBELUMNYA!! Haechan harus dihadapkan pada situasi sulit ketika mengetahui sang mate ialah Adiknya sendiri. Memiliki hubungan yg buruk membuat salah satunya semakin tak ingin saling terikat. Benang takdir seolah memperumit segal...