✧Bab 6✧

164 11 0
                                    

Cklek!
Pintu tiba-tiba terbuka dan memperlihatkan seorang laki-laki bertubuh cukup mungil dengan sebuah ponsel yang dipegang oleh tangan kirinya yang tidak lain adalah Jino.

"Astaghfirullah!" Jino terlihat terkejut. Matanya membesar, dan badannya sedikit ke belakang.

"Loh? Jino?" Gina terkejut saat melihat Jino yang ternyata bisa berdiri.

"Hehe ... Hai!" Jino menggaruk tengkuknya sambil mencengir. "Kalian ngapain ke sini?" tanyanya.

"Mau nyolong, No. Ada yang bisa dicolong, gak?" Haidan menjawabnya dengan wajah datar.

"Oohh ... Kukira kalian mau jenguk aku." Jino mempoutkan bibirnya.

"Ya mau jenguk kamu lah, No! Emang mau ngapain lagi?" ujar Theo.

"Hehe ..." Jino menggaruk tengkuknya sambil mencengir. "Kalian gak mau masuk dulu?" tanyanya.

"Bukannya gak mau masuk ya, No. Tapi kamu aja gak ngijinin kita buat masuk," kata Jaya.

"Iya juga, sih. Ya sudah, kita ngobrol di dalam, yuk!" ajak Jino.

"Nah! Gitu, dong!" ucap Bima sebelum mendapat tamparan spesial dari Ningsih.

Mereka pun masuk ke rumah Jino sambil mengucapkan salam, dan mereka mengikuti Jino yang duduk di sofa ruang tamu rumah Jino.

"Kalau mau, dimakan aja!" ucap Jino sambil menunjuk beberapa toples berisi kue kering yang diletakkan di atas meja tamu.

"Oh iya! Iya, nanti kami makan," balas Akmal.

"Kamu sakit apa, No?" tanya Haidar.

"Iya, sakit apa? Kok bisa sampai gak sekolah 1 minggu? Aku kangen, tau!" kata Satya.

"Aku masih normal ya, Sat ..." ucap Jino.

"Canda! Aku juga masih normal kali!" ujar Satya.

"Jadi? Kamu sakit apa?" tanya Haidan sambil menyomot kue kering bersama Bima, Akmal, dan Caca.

Jino menarik napas dalam-dalam. "Kalian jangan kaget, ya ..." katanya.

"Aish! Gak usah banyak basa-basi, lah!" keluh Bima.

"Hehe ..." Jino menggaruk tengkuknya sambil mencengir. "Ekhem! Jadi ... Aku itu ... Sakit ... Usus buntu!" katanya.

"Usus buntu doang?" tanya Haidar.
Jino mengangguk.

"Kalau usus buntu sih si Haidan juga pernah!" Haidar memukul punggung Haidan.

"UHUK-UHUKK!" Haidan tersedak akibat Haidar yang memukul punggungnya.

"Eh! Maaf, Dan!" ucap Haidar khawatir.

"Kamu ini!" Haidan mendorong kepala Haidar.

"Loh? Haidan juga pernah kena usus buntu?" tanya Jino dengan mata terbelalak.

"Iya! Tapi kok kamu bentar aja ya pemulihannya? Aku loh dulu sampai 6 minggu, tau!" tanya Haidan bingung.

"Gak tau juga aku!" ucap Jino.

"Hiii! Sakit gak itu?" tanya Caca dengan wajah ngeri.

"Gak, sih. Kan pas dioperasi kan dibius aku," jawab Jino.

"Kalau yang habis operasi?" tanya Jaya.

"Ya sakit sih sedikit," jawab Jino.

"Loh? Kok sedikit? Aku dulu sakitnya itu sakit banget, loh!" kata Haidan.

"Iya, lah! Lagian luka sayatannya juga kecil!" kata Jino.

"Kecil? Oohh ... Kalau aku dulu luka sayatannya lumayan besar dulu itu!" ucap Haidan.

"Kamu operasinya bukan di dokter bedah, ya!" ujar Jino.

"Iya! Sama dokter apa gitu aku, pokoknya bukan dokter bedah, deh!" kata Haidan.

"Nah, kan!" ucap Jino.

"Dan itu sakiiit banget! Pemulihannya juga lama. Ih! Pokoknya stress aku dulu itu!" kata Haidan.

"Kapan kamu kenanya, Dan?" tanya Akmal.

"SMP kelas 1," jawab Haidan sebelum memasukkan sebuah kue kering ke dalam mulutnya.

"Hihi ... Itu aku belum pindah ke SMP-nya Haidan," kata Jino.

"Loh? Kalian dulu satu SMP?" tanya Akmal.

"Iya! Sama Jaya, Bima, Satya, Caca, sama Gina, juga," jelas Jino.

"Ih! Baru tau loh aku! Soalnya setau aku yang satu SMP itu cuma Haidan, Caca, sama Gina," kata Akmal.

"Iya! Nah, yang sekelas sama aku itu loh si Jino, Jaya, sama Satya, yang lain di kelas lain!" jelas Haidan.

"Wih! Dapat hidayah apa sih kalian kok bisa sampai bareng lagi di SMA?" tanya Ningsih.

"Entah, lah ... Gak usah dipikiran," jawab Haidan.

"Wah ... Asik banget nih kayaknya!" Dina tiba-tiba muncul di tengah-tengah obrolan.

"Eh, tante! Apa kabar?" tanya Caca.

Mereka semua langsung berdiri dan menyalimi tangan Dina, kecuali anaknya Dina yaitu Jino.

"Ih! Coba aja tante tau kalau kalian datang! Kan tante bisa masak banyak!" ucap Dina.

"Gak usah repot-repot, Tan! Kami juga sudah makan kok di sekolah!" kata Ningsih.

"Wah! Pembohongan publik, nih!" kata Bima.

"Makanya itu! Sudah makan, tapi makan kue sampai habis 2 toples!" sambung Haidan.

"Tuh, kan! Makanya! Lain kali kalau ke sini kabarin dulu, ya!" ucap Dina.

"Iya, Tan! Nanti kalau ingat, ya!" kata Gina.

"Harus ingat, lah!" ucap Dina sambil tertawa kecil.

"Hehehe ..." Gina mencengir.

"Mama gak capek berdiri terus? Duduk sini bareng kami!" ajak Jino kepada Dina.

Dina pun duduk bersama mereka. "Wah ... Rasanya jadi kayak muda lagi, deh ..." kata Dina.

"Tapi jujur, muka Tante kayak anak muda, sumpah!" kata Ningsih.

"Aih! Ada-ada aja kalian ini!" Dina terlihat malu.

"Beneran! Ah! Gak percayaan banget Tante ini!" ucap Ningsih kekeuh.
Dina tertawa.

"Emang umur tante berapa, sih?" tanya Bima.

"Umur tante? Eum ... 42 tahun," jawab Dina.

"Ih! Masih muda!" ucap Ningsih.

"Tapi anaknya sudah gede semua, ya!" kata Gina.

"Iya! Soalnya Tante nikah muda dulu itu ..." kata Dina.

"Pas umur berapa Tante nikah?" tanya Satya.

"20 tahun," jawab Dina.

"Oohh ... Di umur yang udah dewasa lah itu! Kirain umur berapa gitu ..." ujar Gina.

"Ortunya nikah muda, kakaknya nikah muda. Jino seharusnya nikah muda juga gak, sihh?" goda Jaya.

"Iya, dong! Ini bentar lagi Jino menikah," kata Dina.

"SERIUS?" Semua anggota Tai T-Rex kaget kecuali 3 orang.

"Iya!" jawab Dina.

"Sama siapa?" tanya Theo.

"Sama ...

... Haidan."

∘₊✧──────✧₊∘


Next >>>

DIFFERENT || RYUJAKE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang