✧Bab 9✧

121 10 0
                                    

"AAAA! ADA TANTE GIRANG, TOLOOOONG!" pekik Jino saat melihat tubuh dirinya dipeluk oleh Haidan.

Mata Haidan mengerjap-ngerjap. "Ha?"

"Kenapa kamu meluk akuuu? Najis tau, gakkk?" tanya Jino.

"Apaan, sih? Orang kamu duluan kok yang meluk aku," kata Haidan.

"Halah! Bohong!" Jino tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Haidan.

"Sumpah, demi Allah!" Haidan mengelak.

Jino menatap Haidan dengan tatapan tajamnya. "Terus, kenapa kamu meluk aku juga?" tanyanya.

"Badanmu empuk, sayang banget kalau gak dipeluk," jawab Haidan dengan santai.

Jino mendengus, entah apa alasannya.

"Emang apa sih salahnya kalau aku meluk kamu? Lagian kan kita sudah sah." Haidan memperlihatkan wajah tengilnya.

"Heum ... Apa, ya? Entah, lah! Mending kita berdua sholat Shubuh dulu!" ujar Jino.

"Oke, kamu jadi imamnya, ya!" ucap Haidan.

"Iya, lah! Masa kamu yang jadi imam," kata Jino.

Haidan tertawa kecil.

Mereka pun mandi terlebih dahulu sebelum mereka melaksanakan sholat Shubuh.

Setelah sholat, mereka ... Lebih tepatnya Haidan, menyetrika baju serta menyiapkan buku pelajaran.

"Astaghfirullah ... Baru siap-siap pagi ini, dong ..." ucap Jino saat melihat Haidan yang baru siap-siap pagi ini.

"Iya, memangnya kenapa?" tanya Haidan.

"Siap-siap itu seharusnya pas malam! Jadi paginya tinggal mandi sama berangkat aja!" jelas Jino.

"Malam itu waktu buat tidur!" ucap Haidan.

"Ya sekalian siap-siap, lah!" kata Jino tak terima.

"Mager, ah!" balas Haidan.

"Ya dibiasakan biar gak mager-mager banget!" ucap Jino.

"Oke! Tapi ajarin aku biar aku terbiasa!" kata Haidan.

"Oke! Nanti kuajarin!" ucap Jino.

Setelah selesai bersiap-siap sebentar, Haidan pun mandi lalu memakai seragam sekolahnya. Namun, entah kenapa seragam yang dipakai Haidan terlihat berantakan meskipun sudah disetrika (kecuali jilbabnya, jilbabnya terlihat sangat rapi).

Jino menganga tak percaya. Masih pagi-pagi buta, tapi seragam perempuan di depannya itu sudah berantakan. "Wah ... Kenapa bajumu kusut betul, Dan?" tanyanya.

"Entah, padahal sudah kurapi-rapiin tadi, tapi masih aja berantakan. Kenapa, ya?" Ternyata Haidan pun juga bingung kenapa seragamnya berantakan.

Jino menghela napas yang berat. "Sini kubantu rapiin." Jino mendekati Haidan lalu tangannya mulai merapikan seragam Haidan.

Haidan yang melihat perlakuan Jino tersebut pun kagum, bagaimana bisa laki-laki ini jauh lebih telaten untuk merapikan pakaian dari pada ia yang sudah jelas perempuan?

"Nah! Sudah selesai!" Jino tersenyum melihat seragam Haidan yang sudah sangat rapi. "Eh? Dasimu mana?" tanyanya.

"Di dalam lemari," jawab Haidan dengan tenang.

"Kenapa gak dipakai?" tanya Jino.

"Gak bisa makainya," jawab Haidan yang membuat Jino semakin kaget serta frustasi.

"Kok bisa?" tanya Jino.

"Ya bisa, lah! Gimana, sih?" jawab Haidan.

"Gak, gak, gak! Maksudku itu, kok kamu gak bisa masangnya, sih? Sudah SMA loh ini!" tanya Jino.

"Mungkin karena gak pernah diajarin, karena seumur hidup aku gak pernah diajarin cara pakai dasi. Sudah liat tutorial sih aku, tapi tetap aja gak ngerti," jelas Haidan.

Jino kaget, ternyata ada ya orang yang seperti itu. Ya ada, sih. Namun, biasanya orang-orang yang seperti itu memiliki jenis kelamin laki-laki, kalau perempuan ia baru menemukannya kali ini.

"Oke, sekarang kamu ambil dasimu, nanti kupasangkan," ujar Jino.

Haidan mengangguk, lalu ia berlari kecil ke arah kamar untuk mencari dasinya.

Setelah beberapa detik, Haidan kembali sambil membawa dasi miliknya.

"Sini kupasangkan." Jino mengambil dasi yang dipegang oleh Haidan, lalu memasangkan dasi tersebut pada kerah baju Haidan.

"Dah selesai! Ya sudah, kita berangkat, yuk!" ajak Jino.

"Ayo!" balas Haidan.

_______________________________

"Wisss! Haidan sama Jino sudah sampai!" ucap Bima saat melihat kedatangan Haidan dan Jino.

"Iya, nih! Eh, kalian digosipin gak di depan?" tanya Caca.

"Gak, kok. Kan emang pada dasarnya si Jino sering nebeng sama aku," jelas Haidan.

"Oh iya, ya! Ya sudah, bagus deh kalau begitu!" kata Caca.

"Heum ... Gimana nih malam pertama?" tanya Satya dengan wajah tengil.

"Eum ... Gimana, ya? Ck! Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata! Harus langsung dipraktekin." Haidan mengangkat-angkat kedua alisnya sambil tersenyum lebar.

"Ish! Apaan, sih?" Jino menendang bokong Haidan sambil tersenyum malu.

"Loh? Emang beneran?" tanya Gina dengan mata yang sudah membelalak.

"Ya nggak, lah! Orang masih sekolah juga!" jawab Jino sambil menaruh tasnya di atas bangkunya.

"Oohh ... Kirain ... Hahaha!" ucap Gina.

"Ndan," panggil Haidar.

"Kenawhy ?" tanya Haidan.

"Kok kayaknya ada yang beda ya sama kamu?" kata Haidar.

"Hayooo! Apa yang beda hayooo!" ucap Haidan dengan wajah tengilnya.

"Bajunya Haidan kayak lebih rapi gak, sih?" ucap Ningsih yang sedikit tidak yakin.

"Ho'oh! Bener! Terus apa lagi? Masih ada lagi, lohhh!" kata Haidan.

"Kamu pakai dasi pagi ini," jawab Theo.

"YESSS! Betul sekali!" ucap Haidan.

"Oh iya, ya! Wah ... Perubahan yang cukup drastis!" ucap Caca kagum.

"Iya, hehe! Hebat! Tapi, siapa yang masangin kamu dasi? Bukannya kamu gak bisa masang dasi?" tanya Akmal.

"Heum ... Ya siapa lagi kalau bukan anaknya Jamal yang satu ini!" Haidan menunjuk Jino dengan lirikan matanya.

"HAHAHA! Anak Jamal gak, tuh?" ucap Bima.

"Yang lain ceweknya yang masangin dasi ke cowoknya, kalau ini malah sebaliknya. Ck, ck, ck ..." Gina menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Yang penting sudah halal lah, yaaa!" Haidan menaik-naikkan kedua alisnya.

Gina merotasikan kedua bola matanya. "Iya deh yang sudah halal!"

∘₊✧──────✧₊∘

Next >>>

DIFFERENT || RYUJAKE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang