YANG SERI 1, BACA DI WATTPAD BELIA WRITING MARATHON
UP SETIAP SENIN DAN KAMIS
Masih ada cerita yang belum terselesaikan.
Masih ada misi yang harus dilanjutkan.
Dengan atau tanpa bantuan, aku akan berusaha menjaga lilin-lilin itu agar tetap bepijar.
...
Dua sosok lelaki tampan yang masih berseragam SMA, tampak sangat panik ketika memasuki rumah sakit. Keduanya bahkan sampai berlari saat menghampiri meja resepsionis untuk mengetahui keberadaan Ginny. Tadi saat dalam perjalanan menuju rumah sakit, Heksa mendapat kabar jika kondisi Ginny menurun. Sehingga Heksa diminta mengabarkan kondisi Ginny pada keluarganya. Juga kemungkinan terburuk seandainya gadis itu benar-benar tidak bisa diselamatkan.
"Astagfirullah!" Heksa melompat mundur bersembunyi di belakang Willy.
"Apa sih, lo. Jangan malu-maluin, dah."
Heksa memalingkan wajahnya. Ia terjingkat kaget karena baru saja berpapasan dengan beberapa perawat yang mendorong ranjang pasien dengan penutup kain putih.
Heksa sudah membiasakan diri dengan situasi rumah sakit. Apalagi orang tuanya berprofesi sebagai dokter. Sekaligus pemilik rumah sakit ternama. Tapi tetap saja Heksa parno. Apa pun yang menyangkut soal hantu, alat medis, jenazah dan segala hal di rumah sakit yang menurutnya terlihat menyeramkan.
Itu sebabnya sampai saat ini Willy dan Andre masih saja heran kenapa Heksa yang penakut itu bisa berpacaran dengan Pijar, yang dikenal dengan aura mistisnya.
"Eh, bentar-bentar." Heksa menarik bahu Willy lalu melangkah menghampiri perawat yang berjalan paling belakang.
"Sus, siapa nama pasien yang nggak tertolong itu? Apa dia korban kebakaran beberapa hari lalu?"
Perawat itu mengangguk. "Iya."
"Yang di hari pernikahannya itu? Bapak Jose? Benar?" tanya Heksa dengan mulut bergetar dan tubuh gemetaran. "Dia nggak selamat?"
Karena terburu-buru, perawat itu hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan beruntun Heksa.
"Sa.." Willy menghampiri Heksa yang seketika terhuyung dan langsung berpegangan pada tembok. "Yang berusaha ditolong Pijar sampai akhirnya Pijar kena cidera mata itu?"
Heksa tidak menjawab. Tubuhnya seketika lemas. Ia jatuh terduduk sesaat di pinggir koridor rumah sakit. "Nggak! Gue nggak boleh lemah! Gue harus tetap kuat!"
Ia menoleh pada Willy lalu berpesan, "jangan kasih tahu Pijar . Lo tahu sendiri Si Zombie belum benar-benar pulih. Sekarang kita fokus ke Ginny dulu."
Willy hanya bisa mengangguk mematuhi apa pun permintaan sahabatnya itu. Sesekali menggaruk-garuk kepalanya karena bingung melihat Heksa yang ternyata bisa serius juga. Sampai mikir, Heksa kesambet apa?