YANG SERI 1, BACA DI WATTPAD BELIA WRITING MARATHON
UP SETIAP SENIN DAN KAMIS
Masih ada cerita yang belum terselesaikan.
Masih ada misi yang harus dilanjutkan.
Dengan atau tanpa bantuan, aku akan berusaha menjaga lilin-lilin itu agar tetap bepijar.
...
Halo kalian apa kabar? Maaf seminggu belum update. Minal aidzin wal fadzin buat kalian semua. ILY 3000 DOLLAR. 💚💚💚💚
***
Juwita tidak mengerti apa yang ada di pikiran putranya. Tiba-tiba kabur dari rumah, membawa adik perempuannya lalu menginap di kediaman pasangan suami istri dokter itu.
Memalukan.
Masalah keluarga dibawa-bawa ke rumah orang lain. Kali ini Juwita benar-benar kecewa dengan putranya itu. Padahal Andre tipikal anak yang penurut. Jangankan memberontak, menolak permintaannya saja tidak pernah.
"Kamu udah ketemu Andre lagi?" tanya Juwita pada Ginny yang sedang bersiap berangkat sekolah.
Pagi-pagi sekali Juwita sudah berkunjung ke kediaman Ginny. Tak sabar bertemu Dedi, sang pujaan hati. Tak sabar menanti acara sakral keduanya yang hanya tinggal menghitung jam saja.
"Udah kok, Tan. Dia baik-baik aja," jawab Ginny singkat. "Tante nggak kangen sama dia?"
"Ya, kangen, sih. Tapi Andrenya kayak gitu." Juwita mengeluh seperti anak kecil.
"Dari sini aku bisa menilai calon mamaku ketika menghadapi persoalan rumah nanti," gumam Ginny yang suaranya tak sampai ke telinga Juwita.
Hebatnya Ginny, ia pandai bermain muka. Sok baik dan pura-pura ramah di depan oang yang ia benci. Cocoklah jika disebut ular berbisa.
"Mama anter, ya?" tawar Juwita pada Ginny yang langsung mengangguk setuju.
Nah, ini dia yang Ginny tunggu-tunggu. Selama orang yang bersangkutan masih memberinya keuntungan, ia akan tetap berpura-pura ada di pihak orang itu. Alasannya? Ya, agar semakin banyak manusia yang bisa ia manfaatkan.
"Ginny berangkat dulu, Pa." Ginny menyalami Papanya kemudian masuk mobil yang dikemudikan Juwita.
Dalam perjalanan menuju sekolah, Ginny berusaha mencari kabar terbaru Andre. Dengan membuka sosial media lelaki itu untuk mengecek bagaimana keadaannya. Namun tak ada updatean apa-apa. Bahkan Heksa yang memposting foto bersama Andre juga Willy di stadion, juga tidak mendapat komentar apa pun dari Andre.
"Sebenarnya Tante juga khawatir sama Andre."
Juwita memulai percakapan di sela-sela perjalanannya mengantar Ginny ke SMA Rising Dream.
"Tapi dari dua hari yang lalu, Andre sama sekali nggak balas whatsapp Mama, ditelepon juga nggak diangkat. Yang Mama nggak suka, dia pakai ngajakin Aura buat berontak juga." Juwita menyesali sikap kekanak-kanakan putranya.
"Datengin ke rumah Heksa aja, Ma." Ginny menawarkan dengan senang hati. "Nanti aku anter. Hehe."
"Hahah. Kamu suka banget sama Heksa, ya? Nggak papa, sebelum janur kuning melengkung , masih bisa ditikung."
Juwita terkekeh kecil. "Tapi ya, memang Mama lihat Heksa itu unik. Makanya cewek pilihannya juga unik."
Juwita tersenyum menenangkan. "Kamu itu cantik dan menarik. Pasti jodohnya juga ganteng."
Ginny membuang wajah. Tersenyum sinis. Seolah tidak bisa merasakan ketulusan dari kalimat yang diucapkan Mam Andre.
"Nah, udah sampe, Gin. Nanti pulangnya Mama jemput lagi, ya?"
Ginny mengangguk kemudian melompat turun dari mobil. Meski senang mendapat tumpangan, namun ia tahu sebenarnya wanita itu tidak benar-benar baik padanya. Niat Juwita sebenarnya ingin bertemu Andre. Mungkin saja bisa berpapasan di gerbang sekolah.
Dan benar saja dugaan Ginny. Ketika gadis itu melangkah melewati gerbang lalu berhenti sejenak di pos satpam, ia mendapati mobil Mama Andre masih ada di sana.
"Tidak ada orang yang benar-benar tulus di dunia ini. Semua punya maksud dan tujuannya masing-masing." Ginny menghela napas panjang lalu berjalan tertunduk menuju kelasnya.
Langkah gadis itu terhenti sejenak ketika sepasang sepatu tiba-tiba menghalanginya di depan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Saat mengangkat wajah, Ginny melihat Pijar berdiri di depannya sembari tersenyum. Senyuman yang agak mengerikan namun Ginny berusaha terlihat biasa.
"Apa, sih? Senyum-senyum nggak jelas gitu." Ginny menyingkir lalu kembali berjalan.
Pijar mengikutinya dari belakang. "Lo baik-baik aja, kan? Masih ngerasa pusing atau sesak pasca keluar rumah sakit?" tanya Pijar yang tampak cemas.
"Kalau gue masih sakit, gue nggak bakal ada di sini. Jangan-jangan lo nggak suka liat gue sembuh, ya?" tanya Ginny yang sebenarnya tidak betul-betul kesal.
Ginny hanya tidak mau terlalu ramah lalu dianggap lemah. Tapi terkadang ia juga tidak bisa mengontrol diri untuk bersikap biasa saja dan malah secara tidak sadar membentak.
"Eh, Zom!"
Pijar menoleh ke sisi kanan. Ia mendapati Heksa berjalan ke arahnya bersama Willy. Selesai menyapa kedua lelaki itu, Pijar kembali teringat Ginny. Namun rupanya gadis itu sudah tak ada di sampingnya.
"Nyari Ginny? Barusan noh cepet-cepet jalan ke kelasnya." Heksa menebak isi pikiran Pijar.
"Dia gangguin lo lagi, Jar?" tanya Willy yang langsung pasang badan. Sebagai lelaki gentle, ia tentu tidak suka melihat temannya diganggu.
"Enggak, Will." Pijar menjawab singkat dengan tatapan sendu.
Heksa tiba-tiba menarik bahu gadis itu kemudian mencengkeram lembut lengannya. "Dari kemarin lo keliatan sedih sama nggak tenang. Jujur lo kenapa?" tanya Heksa sembari menatap Pijar dengan saksama.
"Widih, bisa serius juga lo, Sa."
Namun Heksa tidak terusik dengan komentar Willy dan tetap fokus menunggu jawaban Pijar.
"Kayak masih ada yang mengganjal di hati gue, Sa."
Heksa mundur lalu bertanya, "apa? Ada yang mau lo ungkapin? Soal ketampanan gue? Soal sayangnya lo ke gue? Kalo itu nggak usah lo ungkapin, gue udah tahu!"
Seketika Willy tersenyum skeptis mendengar Heksa yang lagi-lagi narsis.
"Soal Ginny," ucap Pijar. Kedua lelaki di sampingnya refleks menoleh ke arahnya. "Gue masih nggak tenang. Gue ngerasa Ginny belum aman."
Bukan hanya Heksa yang kaget, Willy juga tampak tak tegang. Selama ini Willy tahu Pijar memiliki mata ajaib, namun ia tidak pernah terlibat secara langsung dalam misi-misi penyelamatan gadis itu.
Sementara Heksa kini hanya termenung sembari sesekali melirik kekasihnya. Melihat Pijar yang tampak cemas tentu juga membuat perasaannya tidak tenang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.