"Lo mau jadi cewek gue?"
Ginny yang sedang marathon drakoran sembari menunggu papanya pulang, sontak menegakkan tubuhnya. Ia mengecek ponselnya untuk memastikan nama si penelepon.
Andre? Kirain Heksa..Bibirnya Mengerucut kecewa. "Lo mabok, Ndre? Baru balik minum?"
"Penawaran gue nggak datang dua kali, ya." Andre mencoba bernegosiasi. "Lo bisa pikir sendiri apa aja kentungan yang lo dapet kalo lo jadi pacar gue."
Ginny terdiam sejenak. Alisnya bertaut. Mempertimbangkan tawaran Andre yang sepertinya cukup menguntungkan.
"Ok. Hari ini kita resmi jadian," ucap gadis itu. Senyum liciknya tersimpul. Gue nggak tahu apa rencana lo, Ndre. Tapi yang jelas, gue bakal ikutin permainan lo selama ini menguntungkan bagi gue.
Usai telepon terputus, Ginny mendengar suara mobil Papanya datang. Sudah beberapa minggu ini Papanya selalu pulang larut. Tapi gadis itu tidak peduli asal transferan dari Papanya tetap lancar. Bahkan malah semakin lancar.
Benar, kan. Baru saja Ginny membatin soal Papanya, tiba-tiba ada transferan masuk. Disusul notifikasi whatsapp dari sang papa yang mengabarkan baru saja mengirim tambahan uang jajan.
Ginny beralih membuka sosial medianya. Lalu mengetikkan nama akun yang berada di pencarian paling atas.
"Heksa...Mahesa Putra Pradana.."
Meski isi feed instagram Heksa cuma foto meme, tapi nyatanya mampu menghipnotis gadis itu. Ginny senyum-senyum sendiri. Sebelum di baris ketiga deretan foto Heksa, terselip foto seorang gadis berwajah pucat.
"Gue yakin bisa dapetin Heksa. Cewek kayak gini, mah, bukan saingan gue."
"Dengan jadi pacar Andre, gue bisa lebih sering deket Heksa. Mereka kan sahabatan. Jadi kemana-mana gue bisa ngintilin Andre, sekalian pdkt sama Heksa. Pinter lo, Gin."
"Pijar...Pijar.. gue nggak tahu apa yang menarik di diri lo sampe bisa jadi pacar Heksa. Apa mungkin heksa terpaksa pacaran sama lo?"
Baru sedetik mengomentari Pijar, layar ponsel Ginny mendadak gelap. Ponselnya tiba-tiba mati. tak hanya itu, bahkan listrik di rumahnya entah sebab apa ikut mati.
Ginny melempar ponselnya, berlari menarik selimut dari ranjang sambil berteriak, "PAPAAAAAAAAA..."
Masih di waktu yang sama, situasi berbeda tampak di rumah Andre. Suasana begitu hening ketika Juwita, Mama Andre, memasuki rumahnya. Tapi itu tidak berlangsung lama sebelum Mama Andre melihat kepulan asap dari arah ruang tamu.
"NDRE!" bentakJuwita yang menyadari kepulan asap itu berasal dari rokok yang masih menyala.
"Sejak kapan kamu ngrokok? Siapa yang ngajarin? Heksa? Nggak mungkin. Orang tuanya dokter dan Mama tahu Heksa anak yang seperti apa. Willy juga nggak bakal coba-coba ngerokok karena uang sakunya aja nggak cukup buat naik angkot."
"Ini pelepas stres, Ma."
Juwita maju dengan wajah penuh amarah. Ia merampas rokok dari tangan Andre lalu melemparnya ke lantai. "Mama nggak suka kamu kayak gini!""Loh, Mama nggak tahu apa yang bikin aku stres? Nggak tahu apa nggak sadar? Oh, atau pura-pura nggak nyadar, Ma?"
Tangan Juwita terangkat. Nyaris saja ia melesatkan tamparan ke pipi Andre. Namun ketika melihat putranya mendadak sesak napas sembari memegangi dada, hati ibu mana yang tega mengabaikan?
"Ndre.. Ya, Tuhan. Kamu ini punya lemah jantung. Astaga. Bi...Bibi! Pak Spaso! tolong Pak..."
Juwita yang panik memanggil seluruh pegawai di rumahnya. Untung saja asisten rumah tangga Andre langsung sigap mengambil obat-obatan milik Andre yang tersimpan di rak kamar lelaki itu. Para pegawai di kediaman Juwita pun juga sudah hafal apa saja yang diperlukan Andre ketika penyakitnya kambuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY BIRTH-DIE 2 (dan kisah di balik mata ajaib Andre)
FantasyYANG SERI 1, BACA DI WATTPAD BELIA WRITING MARATHON UP SETIAP SENIN DAN KAMIS Masih ada cerita yang belum terselesaikan. Masih ada misi yang harus dilanjutkan. Dengan atau tanpa bantuan, aku akan berusaha menjaga lilin-lilin itu agar tetap bepijar. ...