Pagi-pagi sekali rumah Heksa tampak seperti tempat uji coba pembuatan es nitogren. Asap dimana-mana. Yang paling parah dari arah dapur kotor.
Anita, Mama Heksa, yang baru saja keluar kamar langsung berlari panik begitu mengetahui sumber asap berasal dari dapur.
"Uhuk-uhuk!"
Cengiran tengil putranya menyambut kedatangan Anita. "Astaga, Sa! Kamu lagi ngapain? Mau bakar rumah? Kalo dah bosen di rumah ini, bilang dong. Biar nanti Mama Papa cari rumah baru yang lebih besar."
"Sabar, Bu. Tarik napas.. Tenang.. Hembuskan napasnya.."
Spontan Anita memukul pelan bahu putranya. "Dikira Mama mau melahirkan?"
"Aku lagi ngaduk semen, Ma." Heksa menjawab asal.
"Ya, masak dong, Ma. Jelas jelas aku pegang penggorengan, nih."
Tangan Anita terlipat di dada. "Trus kenapa sampe bisa berasap gini?"
Heksa nyengir dulu sebelum menjelaskan, "jadi tadi Heksa rebus telur, Ma. Kirain bakal lama matengnya. Jadinya aku tinggal mandi, dandan dan memuji ketampanan di depan cermin. Heee. Nggak taunya pas balik udah gosong gini pancinya.Telurnya sampe lompat dari panci. Kek petasan.. Hehe."
"Ck-ck. Kamu kan bisa minta tolong Bibi kalo pengen dimasakin sesuatu."
Yang dibicarain langsung nongol. Asisten rumah tangga Heksa menunduk merasa tak enak hati.
"Maaf, Bu. Tadi Mas Heksa sendiri yang maksa mau buat sarapan. Bibi bahkan nggak dibolehin masuk dapur. Sampe akhirnya Bibi denger suara kayak kembang api tahun baru Cina. Langsung deh, Bibi lari..."
"Bi... Masih pagi udah ngedongeng," potong Heksa. Tahu kalau Bibinya itu memang suka bercerita. Yang harusnya bisa dijelaskan singkat, jadi panjang sampai meluber ke mana-mana.
"Udah...udah.." Heksa mendorong pelan Mamanya keluar dapur. "Mama duduk aja di ruang makan. Nanti sarapannya Heksa bawain ke sana. Sekalian nitip bangunin Papa ya, Ma."
"Ehh, ni anak nyuruh-nyuruh orang tua." Anita pura-pura marah. "Yaudah, cukup masaknya, ya. Nggak usah nambah-nambah yang lain. Bukannya apa-apa, sih. Tapi Mama takut rumah kita beneran kebakaran."
"Kirain karena khawatir sama anaknya yang tampan ini," gumam Heksa yang terdengar Mamanya dan langsung membuat wanita itu terkekeh.
Tidak biasanya Heksa mau repot-repot begini. Apalagi masih pagi. Boro-boro masak buat sarapan, bangun saja sering kesiangan. Bahkan kadang Heksa tidak sempat sarapan di rumah dan akhirnya membawa bekal untuk dimakan di mobil.
Dua piring yang di pinggirnya dihiasi garis emas, diletakkan Heksa di meja makan. Pagi ini ia membuat nasi goreng kesukaan Sang Papa. Hal ini ia lakukan demi berbaikan dengan Papanya. Sekalian untuk mengambil hatinya agar segera mendapat restu berpacaran dengan Pijar.
Namun begitu melihat Papa Mamanya keluar kamar, Heksa malah kabur. "Heksa berangkat dulu ya, Pa, Ma."
Secepat kilat ia mencium pipi Mama Papanya bergantian lalu melesat pergi menuju parkir. Karena terburu-buru Heksa sedikit kesulitan menyalakan mobilnya. Sementara dari ruang makan, Papa Mamanya tentu terheran-heran melihat sikap Sang Putra.
"Kesambet apa dia , pagi-pagi gini udah berangkat?"
Anita mengangguk-angguk lalu berkomentar, "kesambet hantu tukang masak. Tuh, liat, Pa. Dia bahkan sempat bikin sarapan."
Selain dua piring berisi nasi goreng, ada secarik kertas yang ditinggalkan Heksa di meja. Tepatnya, di dekat piring milik Papanya.
Teruntuk:
Superhero tertampan nomer dua sejagad raya (karena tentu anakmu ini yang ada di peringkat pertama)..

KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY BIRTH-DIE 2 (dan kisah di balik mata ajaib Andre)
FantasyYANG SERI 1, BACA DI WATTPAD BELIA WRITING MARATHON UP SETIAP SENIN DAN KAMIS Masih ada cerita yang belum terselesaikan. Masih ada misi yang harus dilanjutkan. Dengan atau tanpa bantuan, aku akan berusaha menjaga lilin-lilin itu agar tetap bepijar. ...