Azael menoleh menghadap Elora kemudian mengangkat sebelah alis. "Kenapa kamu melihatku begitu?"
Elora menggeleng, kembali berpaling memperhatikan panggung yang ramai orang-orang berkumpul di sana. "Tidak ada." Dia beranjak dari tempatnya dan pergi ke kursi taman dekat sana dan duduk. Pria itu juga mengikuti Elora, tetapi tetap berdiri si samping gadis itu.
Elora mengangkat wajah, melihat Azael mengalihkan tatapannya ke panggung ramai di tengah alun-alun kota tadi. 'Apa kamu penasaran? Kekasihmu ada di sana. Seharusnya kamu bersamanya, bukan denganku,' gumamnya. Mata biru Elora tidak lagi melihat keramaian itu, perhatiannya malah tertuju ke arah dua gadis berpakaian sederhana yang duduk di sebelah kursinya.
Dua gadis itu sama-sama memiliki kue kering di tangan yang berasal dari satu wadah di pangkuan salah satu dari mereka. "Kakak, kau membuat kuenya agak gosong."
"Enggak mau? Ya sudah, aku saja yang memakan semuanya."
"Apa yang kau katakan? Jangan tarik kata-katamu tadi! Kau janji memberiku kue kering hari ini."
Elora mengerjap beberapa kali. Interaksi kakak-adik itu jika dilihat dari kacamata biasa, tampak manis dan wajar. Namun bagi Elora, mereka berdua terlihat serupa dengan dirinya dan Vania.
"Kau bawel, ya."
"Tidak masalah, bukan? Hari ini ulang tahunku juga."
Dia menghela napas pelan, mengalihkan pandangan ke kedua tangan di pangkuannya. 'Setidaknya mereka masih bersama. Aku gagal memberi hadiah ulang tahun Vania dan terjebak di dunia ini.'
"Kamu memikirkan apa?"
Elora melirik pemilik suara tetapi baru sadar Azael sudah duduk di sebelahnya, menghalangi pandangan Elora ke sepasang adik-kakak tadi. "Kenapa kamu duduk di sini?" Tanyanya, tidak menjawab pertanyaan Azael tadi. Elora bingung pria ini masih bersamanya, bukan ke keramaian panggung sana.
"Tidak boleh?"
"Bukan begitu." Elora menautkan jari-jari tangannya, mengalihkan mata selain sosok Azael yang masih menatapnya.
"Kamu belum menjawabku tadi," katanya seraya melepaskan jari-jemari Elora sebelum meraih satu tangannya. Azael mengganti tautan tangan gadis itu tadi dengan tangannya dan memandangi jari-jari mereka terjerat di pangkuan Azael. Kedua alis pria itu tertaut, tampaknya ia tidak menyangka ukuran tangan mereka begitu jauh. Milik Elora lebih kecil, bahkan hampir tidak terlihat di antara buku-buku jari Azael.
Sedangkan Elora, ia menyadari kelakuan Azael dan hanya membiarkan saja. Dia tak menyangka ada juga perangai kekanakan pria itu walau Elora tahu dasar dari sifatnya memang terbuka. 'Tapi di novel bahkan Azael tidak begini, lalu beberapa bulan lalu interaksi dia dengan Pangeran Cyrus malah lebih dingin Azael,' pikirnya.
Elora melirik penyihir agung di sampingnya lagi, masih dengan kelakuan tadi. "Kamu tahu, tanganmu begitu pas di genggamanku," ucapnya dengan suara rendah. Elora merasa pipinya memanas mendengar itu. Dia berpaling, tidak ingin Azael melihat rona di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran Hanya Ingin Menonton! (FIN)
Fantasy○○○ Fantasy - Isekai ●●● Buku 1 : Kerajaan Arden Salisha bertransmigrasi menjadi figuran Elora Chantela dalam novel harem favoritnya, usai mengalami insiden pengeboman. Salisha bisa kembali ke dunia asal, dengan syarat tidak mengganggu alur plot as...