Pagi hari rumah keluarga Putta sudah disibukkan dengan persiapan keberangkatan Tarisa Kusuma Putta untuk pergi ke rumah sakit.
Tarisa sudah lama menyerah pada penyakitnya namun sang adik tidak. Bible melakukan banyak upaya agar kakaknya tetap menjalani pengobatan meski kemungkinan untuk sembuh hanya beberapa persen.
"Sudah lengkap semua?" Bible bertanya pada Ami yang baru saja kembali setelah menyimpan barang keperluan Tarisa kedalam mobil.
"Sudah tuan."
"Oke." Bible mengangguk lalu beranjak menuju kaca besar dimana seseorang duduk dikursi rodanya. Bible berjongkok dihadapan kakaknya, mengengam tangan Tarisa lembut. Wanita itu terlihat dalam suasana hati yang buruk. "Berangkat sekarang?"
"Aku mau Biyu ikut." Masih permintaan yang sama. Bible menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba bersabar menghadapi kakaknya. "Kalo Biyu tidak ikut aku tidak mau."
"Lain kali ya?" Bible bersikap lembut. Setiap minggu ketika akan pergi kerumah sakit Tarisa pasti berulah sehingga Bible hampir terbiasa. "Biyu masih sakit sekarang."
"Tidak mau."
"Kak.."
Tarisa memalingkan wajah. Wanita itu memilih menatap taman. Bible menutup matanya sebentar sebelum pergi dari hadapan kakaknya.
***
"Dia hampir terlambat pergi kerumah sakit. Dokter sudah menunggunya." Bible berdiri diambang pintu, pria itu menatap Biyu yang duduk dipinggir ranjang dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Aku tau kau tidak suka bau rumah sakit tapi aku tidak punya pilihan. Ikutlah bersama kami."
Bible mengulurkan tangannya. "Selama disana aku berjanji akan menjagamu."
Biyu mengedipkan matanya berkali-kali. Melihat Bible dan tangan terulur pria itu bergantian.
***
Tarisa tidak henti-hentinya berceloteh di sepanjang jalan menuju rumah sakit. Biyu dan Ami yang duduk mengapit wanita itu sesekali menimpali. Bible yang ada dikursi depan bersama supir hanya menyimak bagaimana kakaknya dengan semangat menceritakan ini dan itu. Pria yang sesekali melihat kebelakang lewat kaca spion itu merasa aneh ketika tanpa sengaja bertatapan dengan seraut malu-malu milik Biyu.
Semburat merah mengiasi wajah cantik pria kecil itu. Bible segera mengalihkan tatapannya keluar jendela.
"Aku senang hari ini kamu ikut." Tarisa menepuk pundak Biyu dua kali. "Lain kali kalau aku masih hidup, kamu haru ikut lagi.Mana kelingkingmu? Kita harus membuat janji."
Tarisa menarik jemari Biyu lalu menautkan kelingking mereka berdua. "Kau sudah berjanji ya. Awas saja."
Bible mendengar ucapan kakaknya dengan jelas. "Jangan mengatakan macam-macam." Suara Bible terdengar memperingatkan.
"Kau menguping, dasar tidak sopan."
***
"Tunggu diluar saja. Aku mau ditemani Ami." Tarisa menghentikan langkah adiknya yang akan ikut masuk kedalam ruangan kemoterapi. Biasanya wanita itu memang meminta Bible menemani tapi kali ini Tarisa tersenyum begitu lembut dan mengusap tangan adiknya, menenangkan. "Aku akan baik-baik saja."
Bible menatap nanar kakaknya yang didorong masuk oleh perawat. Pria itu kemudian berbalik untuk duduk di depan ruangan, tepat disebelah Biyu yang terlihat gelisah.
"Kau tidak nyaman?"
Biyu menoleh, wajahnya terlihat jauh lebih pucat daripada saat di perjalanan. Bagaimanapun Biyu mengetahui dirinya menderita penyakit yang sama dengan Tarisa, tidak dipungkiri bahwa sebagian hatinya merasa takut berada disini.
YOU ARE READING
SLUT
FanfictionSepertinya Biyu terlalu banyak berkhayal. Tidak ada pangeran yang akan menjemput pelacur seperti dirinya bukan? Apa yang bisa diharapkan dari pria yang datang kerumah prostitusi? Tujuan mereka tentu sudah jelas untuk membeli tubuhnya. Bukankah sem...