Kemoterapi

1.4K 231 13
                                    

"Hoekkk hoekkk hoekkk." Muntahan cairan dari perut Biyu telah memenuhi seluruh bagian wastafel. Bible senantiasa berdiri dibelakang pria itu.

Ia dengan telaten membersihkan sudut-sudut mulut Biyu, sesekali tangannya akan memijat bagian leher belakang kekasihnya itu.

"Hoekkk hoekkk.." Biyu semakin kepayahan, ini adalah efek samping dari kemoterapi yang dilakukannya hari ini. "Hoekkk .."

Bible mengigit bibirnya tidak kuasa melihat Biyu tersiksa seperti ini.

"Bib sudah.."

"Iya sayang.." Bible membersihkan sisa muntahan Biu lalu membopong tubuhnya untuk kembali ke kamar.

"Kamu baringan dulu sebentar ya, aku ambilkan baju ganti."

"Hmm makasih Bib."

Bible mengangguk singkat lalu mengambil pakaian bersih seperti apa yang ia katakan.

"Gimana sekarang udah lebih enakan?"

Setelah menganti pakaian Biyu, Bible menyelimuti pria kecil itu lalu duduk disamping ranjang.

Biyu nampak lebih pucat dari biasanya, Bible menyeka keringat yang ada diwajah Biyu dengan tisu.

"Iya Bib, aku sudah lebih baik. Kamu istirahat aja, dari siang kamu ngurusin aku, kamu pasti capek."

"Enggak Biyu, aku gak capek. Aku gak akan capek kalau itu tentang kamu."

Bible menunduk untuk mengecup kedua pipi Biyu. "Nah sekarang kamu tidur dulu ya, kamu harus banyak istirahat biar cepet sembuh."

"Oke Bible.."

***

Ini sulit, Bible merasa sesak yang teramat ketika beberapa hari kemudian rambut Biyu mulai rontok.

Ia segera menyembunyikan rambut-rambut itu sebelum pria yang tengah disisirinya sadar.

"Bible, kak Tarisa apa kabar? Aku sudah empat hari dirumah sakit. Aku rindu kak Tari.." Tidak ada jawaban. Hanya Bible yang masih sibuk menyisir rambut Biyu dibelakang sana. "Bible?" Biyu menoleh sedikit membuat Bible tersentak.

"Hmm? Apa Biyu?" Bible tidak terlalu mendengar ucapan simanis karena ia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Aku bertanya soal kak Tarisa, apa dia baik-baik saja?"

"Hmm kakak baik, Alvex menjaganya."

"Lalu kapan aku boleh pulang?"

Bible tersenyum lembut. "Hari ini kita akan pulang, cantik.."

"Wah senangnya, aku tidak sabar."

"Terimakasih Biyu sudah setuju menjalani kemoterapi ini."

***

"Biyu bagaimana kabarmu nak?" Tarisa dan Alvex menyambut di depan pintu. Setelah keluar dari mobil Biyu langsung didorong Bible mengunakan kursi roda. Sebenarnya Biyu masih bisa berjalan normal namun Bible tidak ingin pria kecil itu kelelahan.

"Halo kak Tarisa dan tuan Alvex, aku baik." Biyu tersenyum lembut yang dibalas oleh Tarisa.

"Syukurlah, Biyuku akan cepat sembuh." Sebenarnya apa yang diucapkan Tarisa adalah keinginan semua orang disana, namun melihat kondisi wanita itu yang sangat mengenaskan membuat siapapun yang mendengarnya pasti merasa tercubit. Tarisa dengan lapang dada mendoakan orang lain meskipun dirinya sendiri tidak dalam keadaan yang baik.

"Ayo kita masuk ke dalam, cuaca hari ini sangat dingin." Alvex mendorong kursi Tarisa lebih dulu. Pria itu nampak santai dengan baju rumahannya.

Bible mengikuti dibelakang, ia mendorong kursi roda Biyu.

"Bagaimana kalau kita menonton film?" Tarisa memberi ide dengan menoleh pada Biyu. "Kamu suka film horor kan Biyu?" Mata wanita itu berkedip-kedip, seolah memberi kode pada Biyu untuk mengiyakan ucapannya. "Iya,kan? Kamu suka film horor?"

"Iya kak.." Biyu menyetujui meskipun dengan tangan yang mengaruk lehernya. "Aku suka.."

"Nah, bagus, sampai bertemu nanti malam. Aku akan menyiapkan film terbaik untuk kita semua." Tarisa berseru girang, ia nampak sangat bersemangat. "Nah babu sekarang antar aku ke kamar."

"Ck.." Alvex berdecak mendengar panggilan Tarisa padanya. "Babu katanya.." Pria bule itu menggeleng namun tetap melaksanakan keinginan Tarisa, mengantar wanita itu kekamarnya.

"Bible antar Biyu untuk istirahat, kita akan bersenang-senang nanti malam."

***

Wajah Biyu bersemu merah, ia ingat terakhir kali menonton film dirinya kemudian jatuh ke ranjang milik pria yang disukainya.

Kali ini sedikit berbeda memang, setelah makan malam ia diboyong oleh Bible menuju ruang tengah telat televisi super besar di rumah itu berada.

Biyu dan Tarisa duduk ditengah-tengah karpet tebal yang wanita itu sediakan sementara Bible berada disisi Biyu dan Alvex berada disisi Tarisa. Keempatnya berada dibawah selimut tebal yang sama. Tentu dengan sedikit paksaan dari wanita penguasa rumah.

"Ami tolong matikan lampu."

"Baik nona.." pelayan muda itu segera melaksanakan perintah majikannya.

Setelah ruangan menjadi redup, suasana berubah menjadi lebih menyeramkan. Intro dari film yang mulai terdengar menambah ketegangan disana.

Jantung Biyu berdegup kencang, ia berpegangan pada tangan besar milik Bible.

"Aku dengar film ini meraih banyak penghargaan karena ceritanya yang sangat bagus."

"Benarkah?" Hanya Biyu yang menanggapi ucapan Tarisa sementara Alvex dan Bible mulai masuk pada film yang diputar.

"Heem, sepertinya hantunya juga sangat menyeramkan. Pasti sangat menyenangkan."

"Seseorang akan mengompol di celana." Alvex menyindir.

Tarisa segera memukul bahu mantan pacarnya itu. "Diam saja dan tonton itu."

Film bahkan baru saja memasuki menit kesepuluh ketika akhirnya Tarisa dan Biyu sama-sama menjerit heboh.

"Ahhh apa itu?!"

"Menyeramkan sekali kak."

"Iya, aaaa aku takut.."

Tarisa dan Biyu saling berpelukan. Keduanya bahkan tidak sadar bahwa Bible dan Alvex memperhatikan interaksi mereka dengan sangat intens.

"Kak sepertinya pria ini mencurigakan." Biyu menunjuk pada layar.

"Benar, aku juga berpikir seperti itu."

Lalu ocehan keduanya terus terdengar bersahutan mengalahkan suara dari film yang mereka tonton.

***

Mungkin karena lelah Biyu dan Tarisa akhirnya jatuh tertidur. Film itu bahkan belum selesai ketika akhirnya Bible memutuskan untuk mengakhirinya.

"Thank you udah jaga kak Tarisa." Bible menatap tepat pada televisi yang sudah mati. Di bahunya kini ada Biyu yang bersandar.

"Hmm.. Thank you juga karena udah jaga Biyu." Alvex menjawab dengan nada santai, tidak meledak-ledak seperti biasanya.

Keduanya kemudian sama-sama terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Bukan perkara mudah mengurus orang yang memiliki sakit mematikan seperti ini.

Tiap detik seperti jarum suntik yang memusiki hati.

Bible dan Alvex berdarah-darah namun dipaksa kuat karena keadaan. Keduanya juga menderita dengan ketakutan yang ada.

Bagaimana jika begini?

Bagaimana jika begitu?

Pertanyaan silih berganti memenuhi kepala. Tidak bisa disingkirkan begitu saja.

"Kapan jadwal kemo Biyu selanjutnya?"

"Pertengahan bulan depan. Kemo kedua akan lebih parah efek sampingnya."

"Dia kuat."

"Ya, Biyu kuat. Dia bisa melewati ini."

***

Halooo 👋🏻👋🏻👋🏻

SLUTWhere stories live. Discover now